Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Financial

Resep Keynesian Mencegah Krisis Ekonomi dan Keuangan

27 September 2025   22:32 Diperbarui: 27 September 2025   22:37 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir semua orang rasanya sepakat bahwa masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami kesulitan ekonomi atau keuangan. Mungkin belum krisis, tapi tanda-tandanya ada, seperti kian melorotnya Indeks Kepercayaan Konsumen maupun Purchasing Managers Index (PMI).

Karena itu, tindakan mencegah tanda itu mewujud nyata sangatlah diperlukan. Pendapat ekonomi besar John Maynard Keynes bisa jadi panduan.

Keynes merupakan seorang ekonom yang meyakini sekali kebaikan tata ekonomi kapitalistis yang memiliki semangat pasar bebas. Akan tetapi, Keynes dalam General Theory of Employment, Interest, and Money (1937) menyadari sejumlah kelemahan dalam kapitalisme dan memberikan revisi mendasar sebagai berikut.  

Berbeda dengan pandangan para ekonom klasik dan neo-klasik yang berpendapat bahwa pemerintah itu netral, Keynes justru menganggap pemerintah sebagai faktor utama yang mampu mengimbangi goncangan-goncangan dalam tata ekonomi kapitalistis. 

Bila kegiatan bisnis lesu dan investasi menurun, pemerintah dapat melakukan investasi karena pemerintah tidak harus mencari keuntungan. Investasi pemerintah menghasilkan pendapatan sama besarnya dengan pendapatan yang mungkin dihasilkan investasi swasta. 

Pendapatan yang diakibatkan pengeluaran (investasi) pemerintah akan memperluas pasar dan dengan demikian menggairahkan kembali dunia usaha.

Resep inilah yang dipraktikkan Presiden AS Franklin Delano Roosevelt (FDR) hingga AS akhirnya bisa keluar krisis ekonomi dahsyat alias The Great Crash.

Kita Semua Keynesian 

Majalah Newsweek satu ketika pernah memasang besar-besar tulisan "We are all Keynesians now" dalam sampul depannya. Ini menggambarkan betapa nyaris semua negara kembali melirik pemikiran Keynes setelah sebelumnya mereka berbondong-bondong mencampakkan Keynes untuk berselingkuh dengan kapitalisme neoliberal sejak 1970-an. 

Relevansi pemikiran Keynes sudah demikian tak terbantahkan ketika AS mengalami sejumlah krisis. Pada krisis finansial global dan AS dalam kurun 2007-2008, sebagai contoh, pemerintahan George W. Bush Jr. meluncurkan program talangan (bailout) dari pemerintah senilai 700 juta dolar AS dalam Troubled Asset Relief Program (TARP), program yang dilanjutkan dengan sedikit revisi oleh pemerintahan Barack Obama. 

Kemudian, pada 21 Maret 2010, pemerintahan Obama berhasil menggolkan RUU Layanan Kesehatan (Healthcare Bill) menjadi UU, sebuah indikasi bahwa Amerika Serikat mulai menggeser pandangan kapitalis neo-liberalnya ke arah yang lebih toleran terhadap intervensi negara alias Keynesian.  

Tambahan lagi, pemerintahan Obama menerapkan kebijakan pengurangan pajak bagi semua kelompok atau segmen masyarakat. Juga, Obama memberlakukan regulasi perbankan yang disiapkan mantan Chairperson The Fed sebelum Alan Greenspan, Paul Volcker. 

Pada intinya, pemerintah Obama kala itu ingin mengembalikan perbankan pada fungsi utamanya, yaitu intermediasi alias mengalihkan dana dari kelompok masyarakat yang kelebihan dana (surplus unit) ke kelompok masyarakat yang kekurangan dana (deficit unit), bukan pada investasi spekulatif. 

Gaji para eksekutif perbankan pun diatur sedemikian rupa sehingga besaran gaji mereka tergantung pada kinerja riil perusahaan, bukan pada penilaian aset yang kadang hanya menggelembung (bubbling) dan digelembungkan (marked-up) secara semu. 

Konteks Indonesia

Bagaimana relevansi pemikiran Keynes di Indonesia? Inilah yang tampaknya sedang dilakukan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai pengganti Sri Mulyani. Dana yang parkir di BI dialihkan ke perbankan BUMN guna memulihkan fungsi intermediasi perbankan supaya kredit menggeliat dan perekonomian jalan.

Menkeu Purbaya juga menaikkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) ke Rp 10 juta per bulan. Gampangnya, jika gaji kita kurang dari 10 juta rupiah, kita tidak perlu membayar pajak penghasilan lagi. Jelas ini sangat menguntungkan bagi kaum pekerja.

Belum lagi Menkeu menangguhkan pemungutan pajak kepada pengusaha toko daring. Pungutan akan diberlakukan ketika kondisi ekonomi sudah baik. Ini merupakan kabar melegakan bagi pelaku usaha di e-commerce, yang sebagian besar adalah usah mikro, kecil, dan menengah. Dan, selaras dengan resep Keynesian.

Terakhir, pemerintah masih menunjukkan komitmen untuk meneruskan dan menggelontorkan berbagai program bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak oleh gejolak ekonomi.

Syarat utama

Hanya saja, langkah-langkah antidot atau resep ala Keynesian dalam mengatasi krisis punya satu syarat utama lain supaya efektif, yaitu meminimalkan potensi moral hazard alias perilaku tak bermoral dari para oknum tidak bertanggung jawab.

Dalam Theory of Business Enterprise (1914), sosiolog Thorstein Veblen memperingatkan betapa biadabnya kaum kapitalis modern yang sering melakukan aksi spekulasi, menipu konsumen dan pengusaha kecil, melakukan penyimpangan, menimbulkan kepanikan di bursa saham, menyebabkan depresi industri dan pengangguran. Veblen bahkan menyebut mereka sebagai hewan predator (predatory animal).

Artinya, jangan sampai kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan bagi rakyat justru jatuh kepada dan diselewengkan oleh para kaum oligarki politik maupun modal di negeri ini. Singkatnya, tidak mengucur kepada rakyat. Penegakan hukum oleh aparat seperti Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK menjadi niscaya. Di sini pula, pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian oleh Presiden Prabowo Subianto menemukan momentumnya.

Namun jika yang terjadi adalah penegakan hukum yang lemah dan moral hazard yang merajalela, krisis tidak akan teratas. Bahkan, krisis justru bisa menjadi-jadi, suatu hal laksana bom waktu yang dapat meledak sebagai tragedi negeri ini di kemudian hari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun