Inilah satu tragedi yang sedang terjadi dan mungkin setara dengan Romeo dan Juliet karya William Shakespeare. Hanya saja, nama karakter kisah ini adalah Rohana dan Rojali. Rohana mewakili kelompok Rombongan hanya nanya yang gemar berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, menanya-nanya harga barang, lalu pergi tanpa membeli. Rojali adalah Rombongan jarang beli yang juga hobi menelusuri berbagai mal tapi jarang melakukan transaksi.
Dari sisi pusat perbelanjaan dan para tenant, Rohana dan Rojali memang pembeli potensial yang suatu saat nanti diharapkan akan kembali dan membeli. Namun, jika menuruti kepentingan arus kas, para tenant tentu lebih senang jika ada pembelian seketika yang bisa mendatangkan pendapatan guna mendanai berbagai keperluan mereka yang sebagian bersifat jangka pendek, seperti biaya listrik, upah karyawan, sewa toko, dan lain sebagainya.
Namun pasangan Rohana dan Rojali tidaklah bisa disalahkan, apalagi di tengah ekonomi begini yang sulit, yang secara anak Jaksel disebut "In this economy?' Mungkin saja Rohana dan Rojali berseliweran dengan berdandan chic dan dandy ala fashionista kelas menengah urban, tapi cerita dan kondisi orang siapa yang tahu? Senyum bahagia di permukaan bisa saja topeng untuk menutupi parutan luka mendalam di batin perasaan.Â
Besok makan apa? Bayar uang sekolah anak-anak bagaimana? Tagihan air dan listrik berapa?, dan sejuta pertanyaan yang tidak akan bisa dihibur hanya dengan sekadar membaca buku Stoikisme Marcus Aurelius, Epectitus, dan Seneca atau mendengar motivasi asyiknya merintis dari kanal-kanal kodian mood-booster ataupun motivasi megafon yang kadang medioker.Â
Pelemahan ekonomi masif butuh tanggung jawab negara, yang sudah digariskan secara sakral dan tak bisa diganti lagi dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum. Saat ini, yang kita butuhkan bukan retorika nasionalisme hampa, pencitraan simulakra, kebijakan sementara pelena massa, ataupun makan-makan siang (bahasa kerennya kebijakan karitatif) yang ujung-ujungnya menggunakan pajak kita-kita juga. Semua itu mungkin bisa lain kali dan nanti. Mengutip lagu yang lagi populer, 'jika tidak bulan ini, mungkin tahun depan.'
Data ekonomi menunjukkan pelemahan ekonomi itu nyata, bukan keluhan segelintir orang belaka. Harian Kontan melansir bahwa duit tabungan di bawah Rp 100 juta dari masyarakat pada bulan Juni 2025 anjlok 4,9 persen secara year to date (artinya periode Januari - Juni 2025). Tabungan di bawah Rp 100 juta umum dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan menengah. Kalau terjadi penurunan hampir 5 persen hanya dalam enam bulan, itu berarti masyarakat, termasuk pasangan Rohana dan Rojali, sudah kian mantab alias makan tabungan. Inilah cerminan dari kondisi besar pasak daripada tiang di mana penghasilan lebih kecil dibandingkan pengeluaran sehingga Rojali dan Rohana harus mengambil tabungan mereka untuk menutupi kekurangan tersebut.
Jika tabungan mereka tergerus habis, masuklah mereka ke dalam situasi manut alias makan utang. Data OJK menunjukkan bahwa pinjaman daring masyarakat per Juni 20225 year-on-year (Juni 2025 dibandingkan dengan Juni 2024) naik 25,06 persen. Pada gilirannya jika utang ini sulit dibayar, masyarakat, yang mencakup Rohana dan Rojali, akan mengalami penurunan martabat karena terus menerus ditagih pembayaran oleh kreditor.
Ujung-ujungnya, Rohana dan Rojali mengalami perubahan kondisi lagi dari mantab dan manut menjadi manjun (bisa dibaca manyun), yaitu makan jaminan dana pensiun alias melakukan secara lebih cepat pencairan dana pensiun yang diperuntukkan bagi hari tua mereka. Data menunjukkan bahwa per April 2025, pencairan jaminan kehilangan pekerjaan BP Jamsostek naik 150 persen secara year-on-year (dibandingkan April 2024).
Akhir cerita
Di akhir cerita tragedi Rohana dan Rojali, bayangkan jika mereka sudah tidak lagi punya tabungan, terlilit banyak utang, dan tidak ada lagi dana pensiun yang bisa dicairkan, apa yang  terjadi? Mereka pada akhirnya akan mati, kalaupun tidak secara eksistensial, minimal secara martabat dan mengalami kesedihan hati alias makan hati. Selamat berjuang untuk kita semua. Bagi yang beruntung, patut mensyukuri dan berbagi. Bagi yang sedang berjuang, patut berusaha diiringi doa.