Ketiga, ekofeminisme mengkritik logika dominasi yang cenderung membenarkan penundukan dan eksploitasi berlebihan manusia atas alam.
Berbekal etika ekofeminisme di atas, mafhumlah kita bahwa perubahan iklim terjadi sebagian besar karena ulah manusia sendiri. Oleh karena itu, situasi sekarang harus menjadi pelajaran bagi kita untuk lebih arif dalam menjaga keselarasan hubungan antara manusia dan alam.
Nasihat ekofeminisme juga mesti menyadarkan kita untuk mulai mencampakkan etika lingkungan maskulin yang menganggap lingkungan itu semata-mata tunduk kepada manusia. Sebaliknya, kita mesti berinisiatif menumbuhkan etika ekofeminisme yang mengajarkan bahwa manusia harus mengembangkan spirit restorasi dan menjalin hubungan serasi dengan alam lewat penggunaan energi secara rasional, hemat, efisien, dan berwawasan lingkungan yang mengindahkan keberadaan makhluk lain.Â
Cara konkretnya bisa bermacam-macam. Misalnya saja, media bisa mempraktikkan  jurnalisme konstruktif yang memberikan liputan dengan tiga karakter utama: memberikan nuansa mendalam (lapisan kompleks permasalahan) demi mencerahkan pembaca, berorientasi pada solusi, dan mendorong dialog demokratis antara berbagai pihak yang berkepentingan (Modul Jurnalisme Konstruktif, Tempo Institute, 2024)
Tanpa itu, manusia hanya akan menuai kiamat kecil bagi dirinya sendiri seperti kita saksikan belakangan ini dalam bentuk perubahan iklim secara ekstrem.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI