Ciri utama dari nilai adalah ia bersifat tidak kasatmata. Selain itu, nilai bisa bersifat subjektif maupun objektif. Nilai bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan oleh subjek. Kemudian, bersifat objektif jika nilai tersebut telah melekat pada sesuatu terlepas dari penilaian manusia (Kaelan, 2010: 92).Â
Sebagai contoh, karya seorang pelukis abstrak bisa saja dianggap ganjil oleh sebagian orang awam dan tidak indah. Akan tetapi, apabila ada telaah terukur dan konseptual bahwa karya itu indah dan layak dihargai mahal, alhasil lukisan itu secara objektif telah memiliki nilai keindahan sekaligus nilai ekonomi.
Karena sifatnya yang tidak konkret dan kadang subjektif, nilai perlu dikonkretkan lagi serta diformulasikan supaya lebih objektif demi memudahkan kiprah atau gerak-gerik manusia dalam kehidupannya, Konkretisasi nilai supaya bersifat objektif itulah yang disebut norma. Makanya, kita kenal istilah norma hukum, norma agama, norma masyarakat, norma moral/susila, dan lain sebagainya.Â
Bahkan karena begitu konkretnya, norma secara umum berimplikasi pada sanksi bagi pelanggar. Sanksinya bisa macam-macam. Misalnya saja, individu yang melanggar norma sosial bisa mendapatkan sanksi sosial berupa pengucilan, cemoohan sosial, hingga pengusiran. Atau, individu yang melanggar norma hukum bisa dipenjara (jika misalnya yang dilanggar itu norma hukum pidana).
Jadi, kita melihat ada begitu banyak ragam norma. Dalam wilayah moralitas, norma sebagai nilai-konkret dan nilai-objektif inilah yang lantas mewujud menjadi norma moral, yang tentu berbeda dengan norma-norma lain. Norma moral menjadi norma tertinggi di atas norma hukum, sementara norma hukum berada di atas norma sopan santun.
Pada gilirannya, norma moral akan menjadi tolok ukur bagi kepribadian seseorang atau bangsa. Maksudnya, derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas dan norma moral yang dimilikinya. Jadi, kepribadian adalah moralitas dan norma moral yang melekat pada diri seseorang atau suatu bangsa. Â
Apa itu Etika?
Setelah kita menjernihkan kerancuan pemahaman seputar konsep-konsep yang serupa tapi tak sama dengan etika, kinilah saatnya kita menengok  "etika" itu sendiri. Apakah itu etika? Secara etimologis (asal-usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang sejumlah maknanya adalah kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir.
 Akan tetapi, etika sesungguhnya jauh lebih luas daripada definisi di atas. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Sebagai ilmu, etika tergolong sebagai salah satu cabang dari ilmu filsafat.Â
Secara khusus, etika kerap disebut sebagai filsafat moral. Mengingat salah satu definisi filsafat adalah pengetahuan, metodis, sistematis dan koheren tentang semua lapangan kenyataan, (Hamersma, 1991), kita bisa mengelaborasi definisi etika atau filsafat moral sebagai, pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang semua hal terkait moralitas, termasuk di dalamnya soal nilai dan norma.Â
Relasi etika dan moralitas