Dalam pergaulan hidup sehari-hari, kata "etika" dan "etis" sering sekali kita lontarkan untuk menilai perilaku orang lain. Misalnya saja, mengambil kasus yang sedang hangat, kita bisa menuding bahwa seorang pejabat publik yang merangkap jabatan di tempat lain sebagai menunjukkan perilaku tidak etis. Bahkan, ada yang mengatakan perilaku itu tidak menjunjung nilai luhur, melanggar norma, dan sebagainya.
Padahal, kata-kata seperti "etika", "nilai" "norma" itu tidaklah sama. Pengertian "etika" pun sering menjadi kabur. Maka itu, tulisan ini ingin menjernihkan pemahaman tentang apa itu etika.
Konsep-konsep mirip etika
Sebelumnya, perlu dikemukakan sejumlah konsep yang sekilas tampak sama dengan etika, Â tapi sebenarnya berbeda. Yaitu, konsep moralitas, nilai, tatakrama, norma, dan kepribadian. Oleh karena itu, kita perlu bedakan terlebih dahulu istilah-istilah tersebut. Â Â
Pertama, istilah moralitas, yang terkadang disebut juga sebagai akhlak. Menurut Franz Magnis-Suseno dalam Berfilsafat dari Konteks (1990: 10), moralitas atau ajaran moral menjawab pertanyaan bagaimana saya harus hidup, pertanyaan soal apa yang boleh, apa yang tidak boleh, dan apa yang harus saya perbuat. Â Jadi, moralitas mengajukan norma-norma sebagai arahan hidup kita. Â
Sementara itu, Kaelan dalam Pendidikan Pancasila (2010: 87) mengemukakan bahwa moralitas adalah ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berpikir menjadi manusia yang baik. Alhasil, moralitas adalah panduan sekaligus tolok ukur penilaian bagi tindakan dan pikiran manusia dalam kehidupan.Â
Kedua, tatakrama atau sopan santun. Istilah ini bisa disamakan dengan etiket. Etiket (etiquette) berarti sopan santun atau tata krama itu tadi. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia (Bertens, Etika, 2013). Contoh: mencium tangan orang yang lebih tua, makan tanpa suara mendecap, dan lain sebagainya.Â
Selain itu, etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Sebagai  misal, jika kita bersantap sendirian, tentu kita tak perlu hirau akan bunyi tidaknya mulut kita kala makan. Kemudian, etiket bersifat relatif. Misalnya saja, bersendawa ketika makan bersama dianggap tidak sopan di Indonesia, tapi di negara lain justru dianggap sesuai etiket karena menunjukkan kepuasan orang yang makan terhadap menu sajian tuan rumah.
Seturut istilah etiket, ada satu istilah serupa, yaitu kode etik. Guna memperjelas perbedaan konseptual ini, cukuplah kita artikan kode etik sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang mengikat dan harus dipatuhi profesi tertentu. Makanya, kita kenal ada istilah kode etik profesi, seperti: kode etik kedokteran, kode etik pengacara, kode etik advokat, dan lain sebagainya.Â
Selanjutnya, istilah nilai (value). Nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu (Kaelan, 2010: 87). Jika kita mengatakan bunga itu indah, itu sama dengan mengutarakan bahwa bunga itu memiliki kualitas keindahan. Secara lebih mendalam lagi, nilai adalah penilaian (atau putusan) yang bersifat reflektif tentang apa yang berharga dan apa yang penting di dalam hidup (Eka Darmaputra, Pancasila, 1987: 65)