Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Al-Hallaj dan Wahdat Al-Adyan, Konsep Yang Perlu Disikapi Dengan Kehati-Hatian

25 Juni 2025   12:23 Diperbarui: 25 Juni 2025   12:40 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga buku yang memuat pemikiran tasawuf dan Al-Hallaj (sumber: dokumentasi pribadi)

Pemikiran di atas sangatlah kontroversial dan bisa langsung kita kritik supaya mereka yang mempelajari konsep Wahdat Al Adyan ini tidak menelannya mentah-mentah dan harus berupaya menyikapinya dengan kehati-hatian.

Pertama, Al-Hallaj semasa hidupnya jelas tidak mempelajari semua agama yang ada di zamannya. Lantas, bagaimana dia bisa memastikan semua agama itu sama? Kemudian, jika semua agama itu sama, apa gunanya lagi orang beragama karena toh semua agama itu sama?

Kedua, ajaran hulul perlu dikritik karena bahkan Nabi Musa yang sudah berdialog langsung dengan Tuhan di Gunung Sinai untuk kemudian pingsan karena tak kuat menatap secuil penampakan Tuhan kepada gunung yang hancur berantakan maupun Nabi Muhammad yang sudah mikraj bertemu Tuhan tidak pernah mengklaim adanya Tuhan di dalam dirinya. Lalu, mengapa Al-Hallaj yang hanya seorang salik sufi bisa mengklaim demikian?

Ketiga, mengulang kritik Reynold Nicholson dalam The Mystics of Islam (Routledge, 1975), Al-Hallaj sepertinya berbicara di bawah pengaruh ketidaksadaran karena begitu masyuk pencerapannya terhadap Tuhan. Jadi, Al-Hallaj hanya merasa dia telah bersatu dengan Inti Ilahi, padahal sebenarnya dia hanya bersatu dengan salah satu sifat Ilahi.

Dengan kata lain, para salik dan peminat tasawuf tetap harus mengkaji segala pemikiran tasawuf secara kritis tanpa mengabaikan syariat dan keperluan untuk bersikap realistis-pragmatis menjalani hidup di dunia. Inilah yang disebut Haidar Bagir dalam Mengenal Tasawuf (Naura, 2019) sebagai tasawuf positif. Itulah tasawuf yang menentang tasawuf eksesif atau negatif yang menyangkal dunia, mempromosikan irasionalitas, dan cenderung egois hanya mementingkan penyelamatan individual.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun