Umumnya, rumah-rumah di Indonesia memiliki sepetak tanah tempat sang empunya rumah menanam beraneka tumbuhan. Petakan tanah itu populer dengan nama pekarangan. Namun saat ini, pekarangan---terutama di daerah urban---dianggap sekadar pelengkap. Paling-paling, pekarangan difungsikan sebagai kebun dekoratif yang penuh dengan aneka tanaman hias. Sungguh disayangkan mengingat pekarangan sejatinya memiliki fungsi strategis, apalagi dalam konteks memperkuat ketahanan maupun kedaulatan pangan.
Ada perbedaan signifikan antara ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi di mana kita mampu memenuhi kebutuhan pangan tanpa memperhatikan sumbernya, apakah itu dari produksi sendiri atau impor. Sementara kedaulatan pangan adalah kemampuan suatu bangsa untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya tanpa tergantung impor, yang bisa menjadi lahan intervensi asing ataupun melemahkan kekuatan ekonomi suatu negara.
Memang, isu pangan akan semakin serius saja ke depan. Situasi krisis ekonomi global bisa mengancam kemandirian atau kedaulatan pangan banyak negara. Sebab, krisis kali ini akan melemahkan kemampuan negara dalam memenuhi pesatnya permintaan akan pangan.Â
Sekurangnya, mengamini sinyalemen visioner Boediono dalam Ekonomi Indonesia, Mau ke Mana? (Kompas, 2009), ada tiga penyebab di balik peningkatan kebutuhan pangan sejak krisis finansial 2008. Pertama, permintaan tambahan stok pangan terjadi untuk berjaga-jaga karena meningkatnya ketidakpastian pasokan akibat berbagai faktor, seperti bencana alam. Â
Kedua, permintaan akan pangan meningkat sebagai objek spekulasi. Ini khususnya terjadi ketika perekonomian negara-negara maju melambat dan pasar finansial global rontok. Dana yang sebelumnya ada di sektor finansial kini mencari obyek spekulasi baru dan menemukan komoditas pangan sebagai obyek spekulasi yang menggiurkan.Â
Ketiga, prediksi melambungnya harga minyak bumi (fossil fuel) di masa depan membuat orang meningkatkan permintaan komoditas pangan untuk menghasilkan energi alternatif semisal bahan bakar nabati (BBN) alias biofuel. Alhasil, terjadi penambahan permintaan pangan yang melejitkan harga.Â
Maka itu, tanpa penanganan dini, pangan dapat menjadi persoalan serius bagi kesejahteraan masyarakat. Berharap dari pemerintah tentu sah-sah saja, namun akan lebih baik jika langkah antisipasi bisa dimulai dari diri kita masing-masing. Yaitu, dengan memulai ikhtiar merevitalisasi fungsi strategis pekarangan rumah demi memperkuat ketahanan pangan mikro sekaligus meningkatkan kedaulatan pangan negara.
Dengan kata lain, pekarangan mesti dikembalikan ke fungsi fitrahnya sebagai alat bertahan hidup. Merujuk Paramita R. Abdurrachman dalam Bunga Angin, Portugis di Nusantara yang dikutip dalam Jejak Nusantara (Andreas Maryoto, Penerbit Kompas, 2010), fungsi pekarangan sebagai alat bertahan hidup dirintis oleh kedatangan para pelaut Portugis abad ke-16 yang membuat pemukiman di sejumlah tempat.Â
Kala itu, para pelaut Portugis tersebut menanami pemukiman atau benteng sekitar dengan berbagai tanaman. Mereka pun mengolah pekarangan penduduk pribumi demi menghasilkan tanaman pangan untuk bertahan hidup. Lalu, kedatangan bangsa lain, seperti Belanda, melengkapi masuknya ikan ke dalam kolam di pekarangan untuk diolah menjadi makanan.Â
Kebiasaan bangsa Portugis dan Belanda itu sempat lama dilestarikan oleh bangsa Indonesia. Terlihat dari fakta bahwa di masa lalu masih bisa terlihat pekarangan keluarga umumnya begitu beraneka warna dengan kehadiran pohon kelapa, tanaman obat-obatan, ikan lele di kolam, dan lain-lain. Sayangnya, fungsi pekarangan seperti itu kemudian terbengkalai sehingga pekarangan tak lagi menjadi petakan lahan yang memiliki manfaat strategis.Â
Karena itu, mulai sekarang setiap orang seyogianya mulai merevitalisasi dua fungsi utama pekarangan yang bukan main pentingnya bagi perkembangan bangsa ini ke depan. Pertama, pekarangan dapat menjadi wahana keanekaragaman hayati (biodiversity) yang memainkan peran suplemen bagi pemenuhan segala kebutuhan hidup manusia, termasuk kebutuhan pangan dan kesehatan, khususnya kebutuhan sehari-hari pemilik rumah. Jadi, pekarangan seyogianya jangan lagi dianggap sebagai penghias rumah semata dan sekadar ditanami bunga hias yang hanya memanjakan mata.Â
Alangkah baiknya jika pekarangan rumah kembali menyajikan produk yang komplet, mulai dari tanaman obat-obatan, tanaman pangan, dan juga hewan untuk disantap. Misalnya, pekarangan mesti memiliki tanaman obat-obatan, taruhlah kumis kucing, daun sirih, dan lain sebagainya sehingga bila suatu saat ada anggota keluarga yang sakit, mereka dapat mudah mendapatkan obat. Juga, pekarangan bisa ditanami ubi, pepaya, singkong, dan tanaman pangan lain yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan anggota keluarga.Â
Tambahan lagi, pekarangan layak pula dilengkapi kolam untuk menanam lele, gurami, mujair, dan sebagainya yang sewaktu-waktu bisa disantap demi memenuhi kebutuhan protein hewani anggota rumah. Dengan demikian, masalah pangan dalam skala mikro bisa dipenuhi secara mandiri oleh keluarga tanpa perlu mengkhawatirkan dampak dari berbagai kebijakan pemerintah.Â
Kedua, karena pekarangan berfungsi sebagai wahana bagi pemenuhan secara mandiri aneka kebutuhan hidup sehari-hari anggota keluarga di rumah masing-masing, berarti pekarangan dapat berperan sebagai sarana pendidikan. Yaitu, untuk mentransmisikan keterampilan kecakapan hidup atau life skills kepada seluruh anggota keluarga, terutama anak-anak.Â
Lewat bercocok tanam dan memelihara hewan di pekarangan, plus upaya mengolah segala hasil budi daya mikro itu menjadi produk siap pakai, para anggota keluarga secara otomatis diajak belajar mandiri dan menguasai keterampilan bertahan hidup sehari-hari.Â
Dengan demikian, pendidikan praktis dalam mengolah pekarangan akan mengasah daya kognitif dan juga daya tindak dari anak. Sehingga, ini menjadi antitesa berharga pula bagi sistem pendidikan kita yang terlalu mengandalkan pengasahan aspek kognitif semata, sistem yang hanya menghasilkan anak didik berotak cemerlang, tapi tidak memiliki keuletan dan keberanian bertindak.Â
Akhirul kalam, pengalaman mengolah pekarangan sangatlah potensial dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan menghasilkan generasi penerus yang cerdas, kreatif, dan berani berusaha. Sekaligus, revitalisasi pekarangan sendiri akan sangat membantu bangsa ini dalam memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangannya. Semoga!Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI