Pengamatan de Soto menggemakan pendapat Thorstein Veblen. Dalam Theory of Business Enterprise (1914), Veblen mencerca betapa biadabnya kaum kapitalis modern karena mereka kerap tidak memperdagangkan barang sama sekali, melainkan hanya "kertas-kertas berharga". Kegiatan-kegiatan orang-orang biadab demikian akhirnya menipu konsumen dan pengusaha kecil, menimbulkan kepanikan di bursa saham, menyebabkan depresi industri dan pengangguran. Â
Dari perspektif ini, kita tentu bisa memahami kekhawatiran MUI soal tiadanya underlying asset dalam kripto. Nilai kripto saat ini hanya berdasarkan kesepakatan dan kepercayaan terhadap suatu sistem penambangan algoritmik berbiaya tinggi---karena membutuhkan perangkat teknologi yang tidak murah---yang ditopang oleh infrastruktur ICT (teknologi komunikasi informasi). Persis seperti konsep fiat money yang mengandalkan kepercayaan dan kemudian dikecam luas.Â
Akhirnya, ketergantungan besar pada ICT ini akan problematik. Sebab, ketika infrastruktur itu tidak tersedia atau memadai, nilai kripto bisa terhempas dan merugikan investor. Alhasil, jika dalam bursa finansial kita mengenal kesenjangan tajam antara firma investasi superkaya (Wall Street) dan masyarakat awam yang hidup pas-pasan (Main Street), bisa jadi nanti akan ada pertentangan tajam antara para cryptopreneurs (pengusaha kripto) dan common investors (investor awam). Persis seperti fenomena kerap terjadinya penggorengan NFT lewat pemengaruh yang kerap dikenal dengan nama 'whales' yang sebenarnya hanya permainan elit investor belaka.
Karena itu, guna meminimalkan kontroversi tajam terkait kripto di masyarakat, tidak ada jalan lain: uang kripto harus memiliki underlying asset, utamanya berupa emas sebagai logam mulia yang secara umum memang sudah diakui dan diterima luas.Â
Dengan kata lain, arsitektur uang kripto saat ini mestilah disempurnakan dalam suatu konstruksi yang menyertakan aset fisik sebagai cantelannya. Jika ini bisa dilakukan, niscaya masyarakat dapat menerima uang kripto secara lebih tenang dan mendapatkan alternatif investasi yang bisa mendatangkan imbal hasil lebih optimal. Semoga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI