Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ritual Wilujengan Komunitas Hosoko Djowo, Kembali ke Tahun Djowo

18 Agustus 2022   06:25 Diperbarui: 19 Agustus 2022   18:19 2336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nampak di deret depan, Bapak Widodo Pinisepuh berbaju putih, Hanung Priyono Pengadeg,  Yoyok Hadiwahyono dan Godod Sutejo (foto: dokumen pribadi) 

Ritual Wilujengan Komunitas Hosoko Djowo Ngayogyokarto, Kembali  ke Tahun Djowo

Oleh: Suyito Basuki

Dalam rangka  menyambut datangnya tahun baru Djowo (Jowo) seperti  tahun-tahun sebelumnya, 15 Agustus 2022 yang baru lalu komunitas brayat ageng Hosoko Djowo Ngayogyakarto  mengadakan gogono  atau istilah umumnya ritual di UPK Joglo Parangtritis Dinas Pariwisata Kab Bantul Yogyakarta.  Menurut komunitas Hosoko Djowo tersebut, tanggal 15 Agustus 2022 itu disebut Srengat Pangaksumo Hosoro Koso Soworo Koto 6448 Toso Thotoko 19 Djowo Goto Pon 1 Hosoro 6448.

 Acara yang diadakan setiap tahun ini kemudian dilanjutkan melarung atau membuang dapus atau bunga  5  warna sebagai lambang 5 elemen yang ada dalam tubuh manusia ke  Pantai Parangtritis.   

Pelarungan bunga 5 warna ini, oleh komunitas yang disebut Hosoko Djowo tersebut yang diikuti  50-an orang ini, diyakini agar mereka diberikan pengampunan atas segala dosa yang dilakukan selama 1 tahun sebelumnya.  

Nampak hadir  dalam ritual wilujengan komunitas Hosoko Djowo yakni Pinisepuh Bapak Widodo,  pengadeg  Hanung Priyono, Yoyok Hadiwahyono,Wardoyo ,  Eko Tjahyo Kusumo,  Bambang Tri, Ari dan ibu,  Wahyu, Lian, Godod Sutejo  dan anggota komunitas yang lain.

Perhitungan Tahun Djowo

Godod Sutejo, pelukis senior Jogja  nampak hadir dalam rombongan tersebut.  Saat dimintai keterangan mengenai  acara unik ini, Godod bertutur,"Perlu diketahui lebih dahulu bahwa bangsa Jawa ini sebetulnya mempunyai nama nama hari yang lebih dikenal dengan sebutan "hari Tuhan" yaitu antara lain: Dhoto (Minggu), Goto (Senin), Goso (Selasa), Joso (Rabu),  Joho (Kamis),  Hodo (Jumat) dan Woro (Sabtu).  

Dalam satu bulan Djowo ada 35-36 srengat  atau hari.  Sedangkan untuk  1 Koto (tahun) Djowo ada 10 sasi atau bulan.  Sedangkan 1 Toso (abad) ada 351 tahun Djowo.

Menurut keyakinan komunitas Hosoko Djowo, sebagaimana yang diungkapkan Godod Sutejo, pada tahun 2022 Masehi ini perhitungan Koto Djowo sudah memasuki angka yang ke 6448 tahun. 

Aksara
Aksara
Djowo tulen yang disebut Ngawi Wiwitan (foto: dokumen pribadi)

Angka tersebut  dihitung dari kematian seseorang yang diyakini sebagai penerima wahyu Tuhan yang berisi  hukum-hukum kehidupan bagi bangsa Djowo.  Orang tersebut bernama Josono Sang Paksi Tundo Mengkawi (orang yang menerima wahyu Tuhan).

Josono dan Kitab Tuloso Djojobojo

Selanjutnya wahyu Tuhan tersebut oleh Josono,  ungkap Godod Sutejo, dituangkan  di dalam sebuah Kitab yang disebut Tuloso Djojobojo atau Tuloso Panoto yang ditulis dalam aksara Djowo yang berbeda dengan aksara Jawa Honocoroko. 

Dengan seiring perjalanan waktu, demikian penjelasan Godod Sutejo,  Josono menjadi seorang yang mempunyai kelebihan dibanding dengan orang lain. "Setiap apapun kehendaknya selalu terpenuhi," begitu Godod Sutejo yang merupakan pemerhati budaya Jawa ini.   

Suatu ketika, urai Godod,  Josono  yang selalu diiringi oleh 2 orang murid setianya yang bernama Modjo dan Drono pergi ke Gunung  Klothok , Kediri Jawa Timur tempat  wahyu Tuhan untuk pertama kali diterima.  

Josono ke Gunung Klothok untuk menyampaikan sesuatu yang selama ini dipendam dalam hatinya. Josono berkata kepada kedua muridnya tersebut bahwa ia setiap kali mempunyai keinginan untuk bertemu dengan para ngabido atau malaikat sebagai utusan Tuhan pasti bisa bertatap muka,  begitu juga dengan Somoro dan Bomo selaku raja dan ratu kegelapan. Tetapi kenapa setiap kali sang paksi Tundo Mengkawi ini ingin bertemu dan melihat ujudnyaTuhan tidak pernah terkabul.   

Kisah Awal Ritual Wilujengan

Persiapan bunga pancawarna yang akan dilarung (foto: dokumen pribadi)
Persiapan bunga pancawarna yang akan dilarung (foto: dokumen pribadi)

Setelah mendengar apa yang disampaikan Josono  tersebut, demikian kisah Godod,  kedua  muridnya kemudian memberikan peringatan kepada Josono sambil menangis karena apa yang menjadi keinginannya itu merupakan pantangan serta rahasia Tuhan yang tidak boleh dilanggar oleh semua manusia. Namun tiba-tiba, demikian urai Godod, terdengar suara  yang datangnya dari sang raja kegelapan Somoro.  

Raja kegelapan itu, demikian lanjut Godod, berkata,"Wahai Josono ketahuilah bahwa sebenarnya Tuhan itu tidak ada   yang ada hanya saya sang raja kegelapan dan apa pun yang menjadi keinginanmu pasti saya akan mengabulkannya."  Mendengar hal itu, kedua murid Josono kembali mengingatkan gurunya supaya  tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh Somoro tersebut.  

Namun Josono tidakmenghiraukan  ucapan Modjo. Josono  terpengaruh oleh ucapan Somoro. Pada saat itulah, ujar Godod, Tuhan marah kepada Josono. Tiba- tiba terdengar suara yang menggema,"Hai Josono,   Akulah Tuhanmu bagimu yang di Djowo, tidak ada kecualinya." Pada saat itu pula, Godod mengisahkan,  Somoro dan Bomo lari ketakutan setelah mendengar suara Tuhan yang penuh dengan kewibawaan.

Lalu Tuhan melanjutkan sabdanya," Hai Josono Aku tahu apa yang menjadi keinginanmu dan kalau engkau ingin melihat wujudku  lihatlah ke belakang . 

Kalau engkau dapat menoleh kedepan maka Aku akan dapat menanggapi keinginanmu."  Tetapi apa yang terjadi, demikian Godod melanjutkan kisahnya, ternyata setelah Josono melihat kebelakang tidak melihat sesuatu apapun.  Kemudian saat Josono menoleh kedepan, seketika itu pula ia hanya dapat melihat kegelapan dan ternyata Josono menjadi buta lalu mati.

Setelah itu, menurut Godod Sutejo, Tuhan memberikan peringatan kepada kedua pengikut setia Josono  yang bernama Modjo dan Drono tadi agar  aat itu: tanggal 1 bulan 1 tahun 36 tahun Ho menjadi awal bulan  penuh pengampunan.  Itulah alasan kuat komunitas Hosoko Djowo mengadakan ritual ini setiap tahunnya seperti ritual wilujengan ini.

Tantangan Generasi Milenial

Usai acara Wilujengan (foto: dokumen pribadi)
Usai acara Wilujengan (foto: dokumen pribadi)

Menurut Godod Sutejo, kegiatan ritual yang dilandasi dasar keyakinan tradisi Jawa ini diharapkan pada era milenial sekarang dapat membuka tabir bahwa para leluhur orang Jawa memang luar biasa.  

Mengapa pengertian ini belum dibuka sebelumnya, karena menurut Godod yang memiliki galery lukis di rumahnya yang terletak di Jalan Sosrodiningratan Jogja ini, pada saat pemerintahan Joyoboyo di Kediri, pengetahuan kepercayaan ini hanya boleh dipelajari oleh keluarga istana saja, masyarakat umum tidak diijinkan mempelajarinya dengan alasan ini adalah ajaran khusus.  Namun pengetahuan tentang kepercayaan Hosoko Djowo saat ini sudah terbuka secara umum. 

Bagi masyakarat yang ingin bertanya atau mempelajari kepercayaan Hosoko Djowo ini  menurut Godod Sutejo bisa menghubungi Bapak Widodo di Gunung Ketur PA II/219 atau Hanung Priyono di Jl anggrek 22 Baciro Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun