Mohon tunggu...
Suyatno
Suyatno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kenalin nama saya Suyatno, biasa dipanggil Nono, Yatno, Suyatno, dan kadang dipangil Suu. Saya adalah anak manusia biasa yang kadang kadang ngopi tapi tak suka rokok. Kadang kadang suka nulis, dan kadang kadang suka baca. Tapi menulis dan membaca bukan termasuk hobi saya, sebab hobi saya hanya kadang kadang :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Istilah "Beban Keluarga" dalam Pandangan Hukum Positif

24 Mei 2024   17:40 Diperbarui: 24 Mei 2024   18:30 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa Itu "Beban Keluarga" ?

Pada dewasa ini, penulis sering mendengar dan melihat fenomena yang cukup familiar di kalangan para remaja, yaitu pelebelan "beban keluarga". "beban keluarga" merupakan istilah yang sering kali dipakai oleh sebagian orang saat berada di tongkrongan. Hemat penulis, "beban keluarga" adalah sebuah istilah yang digunakan untuk mengekspresikan keadaan yang seharusnya terhadap usia seseorang, tetapi realitasnya tidak demikian bahkan menyimpang. Penggunaan istilah ini identik dengan keadaan yang seharusnya pada seorang remaja. Misalnya ada seorang remaja berusia 22 tahun dia sudah memiliki pekerjaan, mampu membelikan baju lebaran untuk dirinya dan orang tua, memberikan hadiah kepada adik, dan sebagainya. Sementara disisi lain ada seorang remaja yang usianya seumuran tetapi belum mampu memberikan semua itu padahal latar belakang keduanya tidak jauh berbeda. Maka sebagian orang membandingkan kedua keadaan ini dan menyimpulkan remaja kedua adalah "beban keluarga" karena diusianya yang sama dia tidak bisa memberikan semuanya itu.

"Beban keluarga" juga digunakan untuk melebelkan perbuatan menyimpang akibat kenakalan remaja. Kenakalan remaja yang sedang marak pada saat ini adalah tawuran. Belum tahu pasti apa yang melatarbelakangi mereka untuk melakukan perbuatan tersebut, namun yang jelas tindakan ini sangat merugikan diri sendiri, orang tua, dan juga masyarakat. Seorang remaja seharusnya waktunya disibukkan untuk belajar, bukan berlari-lari di jalan membawa senjata tajam atau konvoi dengan membuat kegaduhan dimana-mana. Fenomena ini belakangan ramai di media sosial yang kemudian mengundang berbagai komentar dari warganet yang cenderung menyayangkan atas tindakan remaja tersebut. Sebagian dari mereka mengatakan "beban keluarga" karena bukannya belajar di sekolah dengan sungguh-sungguh, justru malah melakukan perbuatan yang merugikan orang lain dan berimbas kepada keluarganya yang harus berurusan dengan hukum.  

"Beban Keluarga" dalam Masyarakat

Di tengah-tengah hidup bermasyarakat, kita mungkin sering mendengar istilah "beban keluarga". Dalam masyarakat "beban keluarga" ini banyak dilebelkan kepada anak-anak. Menurut undang-undang perlindungan anak, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Saat penulis sedang berada di kampung halaman, tepatnya di Indramayu untuk menikmati liburan, terjadi perkelahian yang melibatkan dua kelompok anak-anak kemudian berujung pada pembacokan yang melukai punggung salah seorang anak. Atas kejadian ini lalu banyak teman-teman dari penulis menanggapi dengan berbagai pernyataan, salah satunya menganggap mereka adalah "beban keluarga". Dengan kata lain konsepsi atas "beban keluarga" juga dapat merujuk pada kenakalan remaja. Dilansir dari website ppid.kejaksaan.go.id kenakalan remaja merupakan perilaku menyimpang dari norma-norma hukum yang dilakukan oleh remaja. Kenakalan remaja terbagi menjadi empat jenis yaitu; cyber bullying, penyalahgunaan narkoba, seks bebas dan tawuran. Peristiwa pembacokan di atas masuk ke dalam kenakalan remaja dengan jenis tawuran.


Berdasarkan kasus yang dipaparkan di atas, kejadian tersebut diancam dengan hukuman yang serius. Merujuk pada pasal 358 KUHP jika penyerangan atau perkelahian itu hanya berakibat orang terluka berat, maka ancaman hukumnya dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan. Namun, apabila penyerangan itu sampai mengakibatkan orang mati, maka pidana penjara selama-lamanya empat tahun. Kemudian menurut undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, tindakan tersebut di atas penyerangan atau perkelahian terhadap anak dapat dipidana maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72 juta (Pasal 80 ayat 1).

Jadi, "beban keluarga" adalah pelebelan atau stereotip yang merujuk pada keadaan seharusnya terhadap seorang anak dan pada kenakalan remaja. Dalam keadaan yang seharusnya seorang anak dikatakan "beban keluarga" saat dirinya melihat atau dibandingkan dengan pencapaian orang lain dan bersifat candaan, sementara "beban keluarga" yang merujuk kepada kenakalan remaja adalah pelebelan "beban keluarga" yang serius karena perilaku, tindakan, perbuatannya mengancam, membahayakan, dan merugikan keselamatan dirinya sendiri, orang lain, dan keluarga yang menimbulkan akibat hukum.

Aspek Hukum "Beban Keluarga"

Dari potret sosial di atas, ada aspek-aspek hukum yang dapat diuraikan dan perlu dipahami dari pelebelan "beban keluarga" baik keadaan yang seharusnya ataupun kenakalan remaja, meliputi; keluarga, hak dan kewajiban anak, serta hak dan kewajiban orang tua terhadap anak. Berikut ini adalah penjelasan dari setiap aspek hukum tersebut.

Pertama, keluarga. Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat ketiga, orang yang mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi tanggungan Saksi dan/atau Korban. Keluarga terdiri dari suami, istri, ayah, ibu, dan anak. Semua ini merupakan entitas di dalam keluarga, yang kemudian disebut sebagai anggota keluarga. Salah satu sebab adanya keluarga ialah karena hubungan perkawinan, di mana asas Undang-undang No. 1 tahun 1974 menjelaskan tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun