Mohon tunggu...
Suyatno
Suyatno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kenalin nama saya Suyatno, biasa dipanggil Nono, Yatno, Suyatno, dan kadang dipangil Suu. Saya adalah anak manusia biasa yang kadang kadang ngopi tapi tak suka rokok. Kadang kadang suka nulis, dan kadang kadang suka baca. Tapi menulis dan membaca bukan termasuk hobi saya, sebab hobi saya hanya kadang kadang :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjalanan Idealisme Mahasiswa: Dari MABA Hingga Tahap Akhir Studi

30 April 2024   00:04 Diperbarui: 30 April 2024   01:33 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Istilah MABA atau Mahasiswa Baru merupakan kata yang tidak asing lagi dalam dunia pendidikan tinggi. Ketika seseorang baru diterima di perguruan tinggi, dan mulai menjalani rurinitasnya sebagai mahasiswa, muncul semangat dan cita-cita seperti; ingin aktif berorganisasi, aktif setiap mata kuliah, aktif mengikuti berbagai lomba, bisa lulus tepat waktu, dan memperoleh IPK sempurna. 

Hampir semua orang, termasuk saya pernah mengalami gejolak semacam itu. Begitulah konsepsi atas MABA, yakni mahasiswa semester awal dengan idealisme yang begitu kuat untuk mendapatkan predikat baik dalam berbagai bidang di pendidikan tinggi. 

Bagi saya sendiri, fenomena ini memang umum terjadi pada seluruh Mahasiswa Baru, pasalnya ketika seseorang menyelesaikan jenjang pendidikan sebelumnya dan memiliki keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, mereka cenderung diberikan atau mencari informasi tentang institusi pendidikan yang mereka impikan. 

Informasi yang mereka terima didiominasi pada gambaran tentang atmosfer kehidupan mahasiswa, yang sering kali berkaitan dengan prestasi, kejuaraan, pencapaian, dan hal-hal positif lainnya. Hal ini secara tidak langsung membentuk pola pikir yang menekankan pada citra mahasiswa yang sempurna. 

Selanjutnya, setelah mereka diterima di perguruan tinggi, mereka akan mengikuti acara Pengenalan Budaya Akademik Kampus, atau biasa disingkat sebagai PBAK kalau di kampus saya, yang bertujuan untuk mendidik dan membentuk mereka menjadi mahasiswa yang ideal. Hemat saya, dari sinilah mereka mulai menjadi mahasiswa yang memiliki pola pikir perfeksionis, di mana segala hal diharapkan berjalan dengan sempurna. 

Namun, di balik semangat dan cita-cita tersebut, sering kali terdapat tantangan dan perjuangan yang harus dihadapi oleh para MABA. Proses adaptasi dengan lingkungan baru, tuntutan akademik yang meningkat, serta berbagai aktivitas ekstrakurikuler yang menggiurkan dapat menjadi ujian bagi mereka. Saat seseorang mulai masuk ke semester 4 sampai 6, ia tidak lagi disebut sebagai Mahasiwa Baru MABA, melainkan telah menjadi bagian dari mahasiswa pada umumnya, yakni mulai sibuk dengan berbagai aktivitas organisasi, baik intra ataupun ekstra kampus. Pada semester ini mahasiswa mulai difokuskan pada pengembangan diri melalui forum organisasi ataupun forum akademik di kelas. Saya pernah mengalami situasi dilematis, karena adanya konflik peran antara tanggung jawab organisasi dan akademik. Ketika organisasi sedang mengadakan banyak acara, seringkali saya harus meminta izin untuk absen dari perkuliahan demi mendukung kesuksesan kegiatan organisasi.


Pada masa ini, banyak mahasiswa mulai goyah terhadap prinsip dan idealisme awalnya. Mereka mulai membangun lingkaran pertemanan baru, menikmati suasana baru di lingkungan kampus, sibuk dengan beragam kegiatan ekstrakurikuler, dan merasakan kebebasan yang jarang mereka rasakan di luar jangkauan orang tua atau keluarga. 

Kondisi ini seringkali membuat sebagian mahasiswa terlena dan melupakan tanggung jawab utama mereka untuk belajar. Menurut saya, hal ini juga bisa disebabkan oleh munculnya rasa jenuh terhadap proses pendidikan yang mereka ikuti di dalam kelas dan keinginan untuk mencari suasana baru di luar lingkup akademik. Sehingga sebagian orang malah mengabaikan pentingnya kegiatan pembelajaran terstruktur dalam mata kuliah

Saat memasuki semester 7 hingga 8, banyak mahasiswa yang mengungkapkan pemikiran "sing penting lulus", karena pada periode ini mahasiswa sangat sibuk dengan serangkaian ujian, baik ujian praktik atau ujian lisan. Mulai dari Kuliah Kerja Nyata (KKN), Praktik Pendalaman Lapangan (PPL), Ujian Komprehensif, hingga ujian sidang skripsi. 

Saya sendiri menyaksikan serta mengalami sendiri dinamika fluktuatif pada tahapan ini, mulai dari hambatan dalam pendaftaran, kesulitan menemui dosen atau dosen yang memiliki standar sangat tinggi, hingga proses administrasi yang terbilang rumit dan memakan waktu lama, yang benar-benar menguji ketahanan mental. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar mahasiswa pada tahap ini tidak terlalu memperhatikan nilai bagus bahkan sempurna, melainkan hanya ingin dinyatakan lulus.

Melihat kembali konsep Mahasiswa Baru (MABA) dan idealismenya, menurut saya merupakan hal yang penting sebagai landasan filosofis, terutama bagi mahasiswa yang telah mencapai semester delapan atau lebih. Saat menjadi MABA, ketika ditanya mengenai tujuan kuliah, jawaban yang muncul biasanya adalah untuk belajar, mencari atau menuntu ilmu, memberikan kebahagiaan kepada orang tua, dan sebagainya. 

Meskipun jawaban tersebut terdengar klise, namun sebenarnya itu mengandung nilai filosofis yang penting untuk mengingatkan kita akan esensi tujuan dan makna kuliah. Hal ini karena idealisme tersebut cenderung memudar seiring dengan perjalanan waktu, khususnya pada mahasiswa yang sudah memasuki tahap akhir, sehingga perlu dijadikan pedoman agar kita tetap memiliki harapan yang lebih baik.

Saat ini saya berada di tengah lingkungan, di mana idelisme MABA sudah mulai memudar pada sebagian orang. Banyak yang melupakan akan tujuan kuliah dan lebi fokus pada kegiatan yang menghasilkan keuntungan finansial. Meskipun hal ini bukan berarti salah, namun perlu diingat kembali atas harapan orang rumah yang telah mempercayakan kepada anak-anaknnya dan berjuang agar bisa menempuh pendidikan tinggi. 

Sebagian dari mereka ini menjalankan rutinitas untuk kepentingan finansial dan bersenang-senang, sementara tuntutan akademik banyak yang ditinggalkan bahkan terbengkalai. Disini saya bukan bermaksud menjelekan pihak tertentu, melainkan menggarisbawahi realitas bahwa idealisme MABA penting untuk dihidupkan kembali sebagai living law atau hukum yang hidup, yang mengatur kita untuk sadar bahwa setiap proses memiliki tujuan.

Dengan melihat kembali konsep MABA dan idealismenya, kita diingatkan akan tujuan awal mengapa kita memilih untuk menempuh pendidikan tinggi. Ini penting karena seringkali dalam kesibukan dan tekanan akademik, kita dapat kehilangan fokus dan lupa akan makna sejati dari proses pembelajaran. 

Jawaban klise atas pertanyaan apa tujuan mu kuliah? seperti "untuk belajar" atau "memberikan kebahagiaan kepada orang tua" sebenarnya mengandung nilai filosofis yang penting. Hal ini merujuk pada esensi dari pendidikan sebagai proses pembelajaran yang membentuk karakter dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. 

Idealisme yang kuat seringkali memudar seiring berjalannya waktu, terutama bagi mahasiswa yang telah memasuki tahap akhir studi. Ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti tekanan akademik, kesibukan, atau godaan kebebasan baru di lingkungan kampus. Oleh karena itu, penting untuk diingatkan kembali akan idealisme tersebut agar tidak kehilangan fokus dan motivasi.

Jadi, saya menyimpulkan bahwa perjalanan seorang mahasiswa tidaklah mudah. Mereka menghadapi tantangan seperti adaptasi dengan lingkungan baru, tuntutan akademik yang meningkat, dan godaan aktivitas ekstrakurikuler. Ini menunjukkan bahwa proses perkembangan pribadi dan akademik tidak selalu mulus, melainkan memerlukan perjuangan dan ketekunan. 

Seiring berjalannya waktu, idealisme mahasiswa dapat terkikis oleh berbagai faktor seperti kesibukan, kebebasan baru, dan tekanan akademik yang meningkat. Mahasiswa dapat terjebak dalam rutinitas dan kegiatan yang lebih menyenangkan, mengabaikan tanggung jawab akademik mereka. 

Hal ini mencerminkan realitas bahwa perubahan dan dinamika kehidupan kampus dapat mengubah pandangan dan prioritas seseorang. Meskipun idealisme dapat memudar, penting untuk menghidupkannya kembali sebagai landasan filosofis yang mengingatkan mahasiswa akan esensi tujuan dan makna kuliah. 

Idealisme tersebut memicu refleksi terhadap perjalanan mereka dalam pendidikan tinggi dan mengingatkan mereka akan harapan orang tua serta tanggung jawab terhadap proses pembelajaran. Meskipun mahasiswa mungkin tergoda untuk fokus pada kegiatan yang menghasilkan keuntungan finansial, penting untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan finansial dan akademik. Ini menekankan pentingnya memprioritaskan tujuan akademik meskipun mengakui realitas kebutuhan finansial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun