Ada satu hal yang sering menjadi dilema mahasiswa: antara ingin liburan dan ingin tetap punya uang makan setelah pulang liburan. Dua hal yang sama pentingnya, tapi sering kali saling bertolak belakang.
Namun dari pengalaman saya dan teman-teman, ternyata liburan tak selalu harus mahal. Dengan sedikit strategi, banyak kreativitas, dan keberanian untuk "keluar dari zona nyaman", liburan hemat bisa jadi momen paling berkesan dalam hidup
Liburan sering kali dianggap sebagai kemewahan.
Sebagian orang berpikir, butuh dana besar agar bisa menikmati waktu rehat dari rutinitas kampus atau pekerjaan. Tapi bagi saya dan dua teman kuliah, liburan adalah soal kreativitas --- bagaimana menikmati hidup dengan segala keterbatasan.
Kami bukan turis kaya, hanya tiga mahasiswa biasa yang ingin bernafas sedikit lebih lega.
Semester itu berat. Tugas menumpuk, praktikum melelahkan, dan dompet makin tipis menjelang akhir bulan. Tapi justru di tengah kelelahan itu, muncul ide spontan:
"Gimana kalau kita liburan hemat aja?" kata Rina, sambil menyeruput kopi sachet di kamar kos.
Kami tertawa waktu itu, tapi ide itu terus melekat di kepala. Hingga akhirnya kami benar-benar menyusun rencana: liburan hemat ke Yogyakarta  kota budaya, kota pelajar, sekaligus tempat paling bersahabat untuk kantong mahasiswa.
1. Persiapan: Antara Nekat dan Perhitungan
Kami mulai menabung dari uang saku bulanan. Tak banyak, hanya Rp50.000 per minggu. Dua bulan kemudian, tabungan kami cukup untuk tiket kereta ekonomi pulang-pergi dan sedikit uang jajan.
Rina jadi bagian logistik, Bagas bagian transportasi, dan saya bagian dokumentasi.