Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Bendera HTI Berkibar di Puncak-puncak Gunung Indonesia

7 Agustus 2019   12:24 Diperbarui: 8 Agustus 2019   13:08 2407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enzo Allie dan Bendera Tahuid HTI di gunung Papandayan (Sumber: Facebook Enzo Allie)

Naik gunung itu berat. Pendaki tidak akan mau membawa kain untuk dikibarkan di puncak gunung kecuali kain itu lekat menyatu dengan hatinya atau pendapatannya.

Di gunung aku sering bertemu pendaki dengan atribut lebih kurang begini: pakai bendera tauhid HTI, bahkan setelah HTI dibubarkan, kadang bawa bendera Palestina, ada kalanya dikibarkan di puncak gunung, pakai celana cingkrang, atau pakai cadar bagi perempuan.

Gunung jadi potret kecil dari pantulan realitas sosial politik di bawah. Bagaimana masyarakat di bawah, begitulah ketika naik gunung.

Suatu pagi saat sedang menikmati pemandangan danau kembar dari puncak cadas gunung Talang, aku menyaksikan persis di sampingku beberapa pendaki anak muda berfoto dengan bendera Palestina. "Ada bendera Indonesia?," tanyaku iseng.

"Hmm, nggg, enggak ada, pak," jawab mereka gelagapan. Seolah menjelaskan bahwa hati nurani mereka sebetulnya merasa bersalah mengibarkan bendera negara asing, sedangkan bendera negara sendiri tidak dikibarkan.

Euforia dan histeria masyarakat menggunakan simbol-simbol negara Palestina, sebagai bentuk dukungan moral pada Palestina yang dijajah Israel, juga mengejawantah di gunung.

Mungkin saja bisa berdebat, apa masalahnya dengan mengibarkan bendera Palestina, seperti halnya anak-anak Palestina mengibar-ngibarkan bendera merah putih Indonesia di negaranya, sebagai bentuk apresiasi pada kepedulian Indonesia. Tentu saja tidak ada masalah.

Menjadi masalah, setidaknya menurutku, apabila euforia dukungan pada Palestina, yang diwujudkan antara lain dengan memakai simbol negara Palestina seperti bendera kebangsaan, bersamaan suka menjelek-jelekkan negara sendiri, anti pemerintah, dan seterusnya. Kan sering di medsos begitu tuh.

Bendera Tauhid di puncak gunung Talang (dokpri)
Bendera Tauhid di puncak gunung Talang (dokpri)

Hari-hari belakangan ini nitizen Indonesia, yang kepo maksimal dan kadang suka julid, memviralkan jejak digital Enzo Allie, pemuda blasteran Prancis (ayah) dan Indonesia (ibu), yang diterima jadi prajurit TNI, sedang berfoto pakai bendera HTI berkibar di tasnya dengan latar pegunungan, kelihatannya seperti di hutan mati gunung Papandayan. Foto itu diunggah 25 Maret 2017 lalu. Jejak digital memang kejam.

Sebelum itu, videonya lebih dahulu viral. Saat Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memanggil dan berbicara dengan Enzo Allie pakai bahasa Prancis. Banyak nitizen terpukau dengan kemahiran Panglima TNI berbahasa Prancis.

Karena video itulah, warganet Indonesia penasaran, siapa Enzo Allie yang bertampang bule ini sebenarnya. Dan mulailah mereka mencari jejak digital Enzo Allie. Apa dinyana, ternyata jejak digital Enzo Allie membuat mata warganet Indonesia terbelalak.

Foto profil Enzo Allie di Facebook menggunakan bendera tauhid HTI berwarna hitam. Tidak cukup sampai di situ, ibunda Enzo Allie tak luput dari penelusuran warganet.

Tak kalah mencengangkan dinding Facebook ibunda Enzo Allie, Hadiati Basjuni Allie, bertaburan postingan bendera HTI, gerakan 212, kebencian amat sangat pada Jokowi, Islam Nusantara, dan Banser NU. Termasuk postingan foto Enzo ikut aksi dukung Prabowo.

Tak lama setelah viral, akun Enzo dan Ibunya mendadak tak lagi bisa diakses. Beruntung banyak warganet sempat membuat tangkapan layar postingan-postingan Enzo dan Ibunya.

Menjadi pertanyaan warganet juga, bagaimana TNI mau menang perang di abad IT bila sampai kecolongan begini. TNI wajib berterima kasih pada warganet Indonesia yang super kepo dan kadang julid. Semoga TNI punya teknik canggih untuk membina Enzo.

Organisasi HTI memang telah "dibunuh", tapi orang-orangnya tetap hidup. Realitas sosial politik "arus bawah" demikianlah yang muncul hingga ke puncak-puncak gunung di Indonesia. Bagaimana kehidupan sosial di bawah, begitu pula ketika di gunung.(*)

SUTOMO PAGUCI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun