Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Ilmu Hikmah dari Kasus Arseto dan Alexis

29 Maret 2018   09:41 Diperbarui: 29 Maret 2018   10:49 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika hanya rakyat jelata dan butiran debu tak usahlah belagu menantang matahari, kecuali bila yakin tanpa keraguan sedikit pun diri ini benar secara hukum, karena kekuasaan hanya bisa dilawan dengan hukum.

Hari ini Arseto Suryoadji (AS) resmi ditahan Polda Metro Jaya, setelah kemaren ia menyerahkan diri dan langsung ditangkap, dengan sangkaan pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 A ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 156 KUHP.

Menurut Polda Metro Jaya, sebagaimana dilansir dari Kompas.com (29/3/2018), pengenaan pasal-pasal tersebut pada diri AS bukan terkait undangan pernikahan keluarga Jokowi, melainkan dalam laporan ujaran kebencian (hatespeech) SARA salah satu organisasi keagamaan atas postingan AS di akun Facebooknya.

Dengan nada emosi dan jumawa, AS menuduh sana-sini melalui video yang kemudian viral tersebar luas di media sosial, dari menuduh undangan perkawinan Jokowi (maksudnya, anak Jokowi) diperjual-belikan Rp25 juta, menantang untuk dibully dan dilaporkan, meludah cuih!, sampai ujaran kebencian pada kelompok orang.

Tanpa menyerahkan diri pun, polisi dengan mudah akan menangkap orang seperti Arseto. Menjelang tahun politik, segala permainan kabar bohong dan ujaran kebencian menjadi perhatian serius pihak kepolisian. Lebih baik mencegah konflik horizontal dari pada kecolongan.

Polisi punya segalanya untuk menangkap orang yang disangka melanggar hukum, kekuatan kewenangan yang melekat pada jabatan dan kekuatan senjata untuk melumpuhkan siapapun yang melawan. Hanya jika posisi benar secara hukum maka segala kekuasaan polisi dapat dilawan.

Belakangan, masyarakat jadi tahu bahwa apa yang sudah diucapkan Arseto si anak pendeta yang konon mengaku pernah naik-turun surga, ini, penuh keraguan. Ia sibuk meralat ucapannya melalui serangkaian video yang diunggah di media sosial. Tapi itulah kejamnya dunia internet, sekali sesuatu di lempar ke dalamnya sulit untuk ditarik kembali.

Berbeda dengan Arseto, Hotel dan Griya Pijat Alexis memilih tidak melawan pada penguasa daerah, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, atas keputusan penutupan usahanya dengan tidak diperpanjang tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta.

Alexis minta maaf (Foto: Eva Savitri/Detikcom)
Alexis minta maaf (Foto: Eva Savitri/Detikcom)
Alih-alih melawan dengan menggugat ke sana ke mari, Alexis memilih menggeliat mencari celah hukum tanpa harus menggugat ke pengadilan. Celah itu dengan membuka bar bernama 4Play di lantai 1 Hotel Alexis, dengan alasan izin yang tidak diperpanjang Pemprov DKI Jakarta hanya Hotel dan Griya Pijat, tidak dengan bar.

Nampaknya Pemprov DKI Jakarta paham mereka dipermainkan pihak Hotel Alexis. Per tanggal 28 Maret 2018, Gubernur Jakarta Anies Baswedan resmi menutup semua unit usaha di Hotel Alexis, yang disertai ancaman akan mengerahkan aparat jika masih membandel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun