Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Cara Pecandu Narkotika Jika Mau Lolos dari Jerat Hukum

15 September 2017   17:31 Diperbarui: 15 September 2017   18:40 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (drugabuse.gov)

Jika Anda menyadari telah kecanduan narkoba sebaiknya tak mencontoh Ridho Roma dan Indra J. Piliang (IJP). Ridho mengaku mengkonsumsi narkoba untuk stamina dan kebugaran. Sedangkan IJP mengaku konsumsi narkoba untuk riset novelnya. Pengakuan keduanya setelah tertangkap.

Pasalnya, cara berkilah ala Ridho dan IJP tersebut tak ada gunanya, apalagi mau digunakan untuk pembelaan diri dari jerat hukum, dipastikan tak bakal mangkus. Pasti tetap akan diproses hukum dan ditahan. 

Berdasarkan PP No. 25/2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, cara mudah lolos dari jerat hukum saat menyadari diri terjerat kecanduan narkoba adalah: melaporkan diri ke Institusi Penerima Wajib Lapor, yaitu puskesmas, rumah sakit, termasuk rumah sakit ketergantungan obat (RSKO), dan panti rehabilitasi narkoba seperti di Lido, Bogor.

Tentang siapa yang melapor, bisa si pencandu atau keluarga bila pencandunya telah dewasa. Jika pecandunya masih anak-anak pelaporan dilakukan oleh orang tua atau walinya.

Nanti petugas di institusi penerima wajib lapor tersebut akan melakukan wawancara, pemeriksaan dan asesmen untuk mengetahui kondisi si pencandu. Jika tak ada petugas ahli di Institusi Penerima Wajib Lapor tersebut, maka petugas akan merujuk ke tempat yang mampu.

Asesmen itu menyeluruh baik aspek medis (fisik dan psikis) maupun sosial. Hasil asesmen akan dicatat pada rekam medis yang bersifat rahasia, jadi jangan takut malu karena ketahuan orang lain.

Arah dari asesmen tersebut adalah untuk pengobatan atau rehabilitasi. Hasil asesmen yang akan menentukan apakah rehabilitasi cukup secara fisik saja, atau bersamaan dengan psikis, dan/atau berikut rehabilitasi secara sosial.

Rencana pilihan bentuk rehabilitasi tersebut bisa kok didiskusikan oleh si pencandu, orang tua/walinya, dengan petugas yang memeriksa. Setelah sepakat, maka rehabilitasi pun bisa dimulai.

Nah, setelah melapor dan selesai menjalani sesi asesmen, si pencandu akan diberikan semacam "kartu lapor diri". Kartu ini sebaiknya dibawa ke manapun si pencandu pergi. Andai tahu-tahu ditangkap polisi, si pencandu bakal lolos dilepaskan oleh polisi dengan menunjukkan kartu sakti tersebut.

Itulah bedanya dengan pecandu narkotika yang belum melapor ke institusi penerima wajib lapor. Bila ketangkap polisi pasti bakal diperiksa dan kemungkinan besar bakal ditahan, seperti Ridho dan IJP. 

Kalaupun kemudian bisa keluar dari tahanan, itu pun setelah ada penetapan atau putusan pengadilan soal rehabilitasi, atau diskresi pihak BNN yang memberi rekomendasi rehabilitasi. Bila Anda adalah pigur publik, politisi dan pengusaha besar, wah, bakal repot jadinya berurusan dengan aparat hukum begini. Babak belur di mata publik. Dijamin deh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun