Lebih jauh lagi, tidak ada alasan logis yang bisa diterima, sebuah keyakinan A "mengadili" keyakinan B, keyakinan Sunni mengadili Syiah atau sebaliknya. Sebab, dua keyakinan itu memang berbeda dan sulit disatukan, sekalipun banyak sekali persamaannya bahkan persamaan pada pokoknya. Bagaimana mungkin Sunni mengadili Syiah atau Syiah mengadili Sunni, enggak masuk barang itu.
Di Indonesia, kaum reaksioner puritan dari Sunni "mengadili" keyakinan Syiah. Di Suriah atau Iran sebaliknya, kaum puritan Syiah "mengadili" keyakinan Sunni. Enggak bakalan ketemu, kerena memang dua keyakinan yang berbeda. Jika tradisi jelek ini (mengadili keyakinan berbeda) dipertahankan niscaya tidak akan ada kedamaian yang langgeng di negara-negara tersebut.
Herannya, oknum-oknum di MUI melakukan fungsi "pengadilan keyakinan" demikian. Apakah mereka pikir dengan mengadili keyakinan Syiah maka orang Syiah akan surut keimanannya? Bagaimana mungkin soal keyakinan ditekan-tekan (dipaksa) dengan "fatwa" atau pembentukan opini sedemikian rupa. Malah rawan menimbulkan sikap militansi-radikal dari Syiah yang ditekan, terutama Syiah di negara-negara Suriah, Iran dll yang mayoritas dan korbannya adalah warga minoritas Sunni.
Ironis sekali LSM/ormas (MUI) yang dibiayai APBN malah menimbulkan disintegrasi bangsa, pertentangan antar keyakinan, dan perpecahan dalam Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu, tak sedikit kalangan mewacanakan LSM/Ormas MUI dibubarkan saja. Toh, MUI bubar juga enggak akan membuat umat jadi susah, karena dulu juga enggak ada MUI.
Tulisan sebelumnya:Â Menyoal MUI Pakai Dana APBN
SUTOMO PAGUCI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI