Mohon tunggu...
Dr H Sutirna
Dr H Sutirna Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Singaperbangsa Karawang

Pendidikan Bimbingan dan Konseling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Profesional: Agent of Change

20 Januari 2021   15:56 Diperbarui: 20 Januari 2021   16:01 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Guru Profesional: Agent of Change

(Disampaikan pada acara Work Shop di SMK Wirasaba Karawang, 

pada Rabu, 13 Januari 2021)

 

By: Dr. H. Sutirna, M.Pd.

Universitas Singaperbangsa Karawang

Email: sutirna@staff.unsika.ac.id

PENDAHULUAN

Guru Profesional sebuah kata yang sangat mudah dilisankan dan dituliskan oleh semua orang khususnya para pendidik, namun untuk menuju guru professional bukan seperti membalikan kedua belah tangan dan makan cabai rawit tetapi perlu perjuangan dan pengorbanan yang sangat tinggi yang datangnya dari dalam diri sendiri. Barnett Barry (2011) dalam buku "Teaching 2030" mengatakan " What We Must Do for Our Student and Our Public Schools.....Now and Future".

Nadiem A. Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan ide dan gagasannya yang sangat visioner untuk menuju Pendidikan yang berkualitas dan bermutu melalui program-program kegiatan meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik. Nadiem A. Makarim mengatakan dalam sambutan tertulis di Hari Ulang Tahun Guru Nasional Tahun 2019 sebagai berikut "......jangan tunggu perintah atau aba-aba dari atasan,.....lakukan perubahan (Change) dari mulai kelas kecil yang anda bina secara bersama-sama......, Insya Allah yang Namanya kapal besar yaitu Indonesia akan bergerak maju...".

Agent of Change atau dengan Bahasa Indonesia adalah agen perubahan dimana datangnya bukan dari factor eksternal, melainkan harus dating dari diri sendiri. Sutirna (2015) mengatakan jadilah guru yang dicinta dan dirindu kehadirannya di kelas dan selanjutnya Sutirna (2018) mengatakan lakukan inovasi-inovasi dalam memberikan materi pelajaran sehingga pembelajaran tidak menjadi bosan dan jenuh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menjadi agen perubahan merupakan salah satu jalan menuju untuk Indonesi Emas 2045 sebagai cita-cita bangsa Indonesia akan tercapai, tetapi jika kita semua tidak melakukan agent of change maka tetap mutu Pendidikan kita seperti apa adanya sekarang ini. Pertanyaannya, siapkah menjadi agent of change?

GURU PROFESIONAL

Indonesia Emas atau Indonesia Maju akan tercapai jika para guru atau pendidik yang memiliki status guru professional, karena hanya guru profesionalah yang akan dapat memberikan atau menstranfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik untuk persiapan masa depannya. Pendidikan merupakan pondasi untuk menghadapi pola kehidupan dunia yang semakin hari semakin cenderung meninggalkan jati diri suatu bangsa, khususnya bangsa Indonesia. Budaya sopan, santun, taat, dan tunduk yang menjadi warisan nenek moyang sudah hampir punah, nilai sosial menolong sesama, gotong royong, dan berkumpul bersama keluarga semakin hari semakin menghilang keberadaannya, dan teknologi yang semakin canggih membuat budaya dan sosial bangsa Indonesia yang tertanam perlu mendapatkan perhatian yang serius untuk menyikapi menjadi hal yang mendukung budaya dan sosial ke arah jati diri bangsa.

Pendidikan sebagai investasi bangsa untuk bisa menguasai dunia, karena di jaman era digital atau yang dikenal sekarang era revolusi industi 4.0 dimana muscle of power (kekuatan otot) bukan hal yang paling utama, tetapi ilmu pengetahuanlah yang menjadi modal dasar untuk bisa menguasai dunia. Melihat seorang guru bagaikan melihat sebuah masa depan cerah yang telah terpampang dan menjanjikan untuk dunia ini. Ingatkah kita ketika Negara Jepang pernah terpuruk dengan hancurnya kota Nagasaki dan Hiroshima oleh serangan bom Amerika? Jepang saat itu lumpuh total, korban meninggal mencapai jutaan, bangunan gedung mewah hangus bagaikan padang pasir putih yang mengkilau di pinggir pantai tanpa halangan apapun, efek radiasi bom yang diperkirakan membutuhkan 50 tahun lamanya untuk menghilangkan semuanya. Jepang saat itu terpaksa menyerah kepada sekutu, dan setelah itu Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jenderalnya yang masih hidup dan menanyakan kepada mereka "Berapa jumlah guru yang masih tersisa"?.

Berdasarkan uraian singkat di atas, maka diperlukan guru professional untuk memberikan pengetahuan yang dapat melestarikan sosial, budaya dan teknologi yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran atau mata kuliah sehingga peserta didik tetap berprestasi dengan tidak meninggalkan jati diri bangsanya sendiri. Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah keberadaan Guru sehingga sampai saat ini yang dinamakan guru professional masih belum banyak walaupun secara kuantitatif sudah banyak, hal ini dilihat dari banyaknya guru dan dosen yang sudah memiliki sertifikat pendidik yaitu sertifikasi guru dan dosen. Supriano (2019) menjelaskan bahwa ada tiga kriteria guru profesional.

# Pertama, guru profesional adalah guru yang telah memenuhi kompetensi dan keahlian inti sebagai pendidik. Perubahan zaman mendorong guru agar dapat menghadirkan pembelajaran abad 21, yaitu menyiapkan peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir kritis, kreatif, inovatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi. "Hal tersebut tentu tidak akan dapat diwujudkan jika para guru berhenti belajar dan mengembangkan diri," jelasnya.

# Kedua, seorang guru yang profesional hendaknya mampu membangun kesejawatan. Bersama rekan-rekan sejawat, guru terus belajar, mengembangkan diri, dan meningkatkan kecakapan untuk mengikuti laju perubahan zaman. "Bersama teman sejawat, guru terus merawat muruah dan menguatkan posisi profesinya. Jiwa korsa guru harus senantiasa dipupuk agar dapat saling membantu dan mengontrol satu sama lain," jelasnya.

# Ketiga, seorang guru yang profesional hendaknya mampu merawat jiwa sosialnya. Para guru Indonesia adalah para pejuang pendidikan yang sesungguhnya, yang menjalankan peran, tugas, dan tanggungjawab mulia sebagai panggilan jiwa. "Dengan segala tantangan dan hambatan, para guru Indonesia berada di garda terdepan dalam pencerdasan kehidupan bangsa," pungkasnya.

Ternyata pendapat di atas jika kita telaah kemudian kita kaitkan dengan pendapat KH. Dewantara, yaitu "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani", maka guru yang professional itu akan dapat selalu menjadi teladan, terdepan dan menjadi panutan bagi peserta didik dalam aspek budaya, sosial, dan teknologi. Apalagi kehidupan di abad era revolusi industri 4.0 di mana manusia sudah selalu akan bersentuhan dengan namanya internet, namun tetap guru yang professional harus mentransfer pengetahuannya dengan tidak meninggalkan budaya dan sosial jati diri bangsa yang sudah tertanam sejak abad pewaris bangsa Indonesia.

Sutirna (2012) menyampaikan bahwa untuk mencapai guru yang professional diperlukan guru yang berkualitas. Guru yang berkualitas adalah guru yang memiliki 15 unsur di bawah ini:

1. Positive (Positif)

Selalu berpikir positif dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, karena selalu berpikir positif inilah akan menjadi titik poin mengembangkan dan membimbing peserta didik menjadi yang terbaik.

2. Communicative (Komunikatif)

Orang yang komunikatif adalah orang yang mampu berbahasa sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikannya dapat diterima dengan baik, juga mudah dihubungi (dengan arti memberi respon saat dihubungi). Dengan demikian guru yang komunikatif adalah guru yang dapat memberikan ilmu pengetahuannya kepada peserta didik yang dapat diterima dengan baik oleh peserta didik.

3. Dependable (dapat diandalkan)

Seorang yang dapat diandalkan berarti mampu, akan dan pasti menyelesaikan tugas yang mereka terima. Ciri utama bagi praktisi yang dapat diandalkan adalah memiliki ilmu yang dikuasai dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian guru yang berkualitas harus mampu dengan disiplin ilmunya memberikan materi kepada peserta didiknya dengan sungguh-sungguh, bukan dengan rumus "SAKA", (bahasa sunda = sakadaek) artinya semaunya, (sunda = sakapeungan) artinya ingat tugas guru itu mengajar, tidak ingat tugas mengajar guru itu tidak mengajar.

4. Personable (Kepribadian)

Kepribadian adalah keseluruhan sikap, ekspresi, perasaan, temparmen, ciri khas dan juga prilaku seseorang. Sikap perasaan ekspresi & tempramen tersebut akan terwujud dalam tindakan seseorang kalau di hadapkan kepada situasi tertentu. Setiap orang memiliki kecenderungan prilaku yang baku/berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai situasi yang sedang di hadapi, sehingga jadi ciri khas pribadinya. Dengan demikian kepribadian seorang guru harus menjadi panutan bagi peserta didik dalam budaya dan sosial, baik disaat memberikan meteri maupun di saat tidak memberikan materi.

5. Organized (Terorganisir)

Guru yang bermutu harus terorganisir dalam memberikan materi kepada peserta didik, jadi harus ada perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut sehingga perjalanan memberikan pengetahuan sudah terancang sedemikian rupa bukan simsalabim ala Ali Baba?

6. Commited (Berkomitemen)

Komitmen adalah suatu keadaan di mana seseorang membuat perjanjian (keterikatan), baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain yang tercermin dalam tindakan/ perilaku tertentu yang dilakukan secara sukarela maupun terpaksa. Artinya guru disini wajib memiliki komitmen yang kuat dengan profesinya sebagai tenaga pendidik dan harus dilaksanakan secara sukarela.

7. Motivational (Motivasi)

Guru jangan menyerah dalam memberikan dorongan (motivasi) kepada peserta didiknya setiap saat, baik di ruang kelas maupun di luar ruang kelas. Hal ini sesuai dengan moto pendidikan Tut Wuri Handayani

8. Compassionate (Welas Asih)

Guru yang bermutu harus memiliki sifat yang selalu welas asih kepada seluruh peserta didiknya, tidak tebang pilih (pilih kasih) dalam memberikan kasih sayangnya. Karena masa depan peserta didik belum bisa ditentukan hari ini.

9. Flexible (Lentur)

Guru yang bermutu tidak kaku dalam aktivitasnya dengan para peserta didik maupun dengan teman sejawat. Guru yang bermutu harus lentur atau fleksibel dalam melakukan aktivitasnya.

10. Individuality Perceptive (Perspektif Individualitas)

Sudut pandang seorang guru yang memiliki visi dan misi kedepan sangat diperlukan dalam melaksanakan tugasnya, karena hal ini akan menjadi penilaian tersendiri bagi para peserta didik.

11. Value Based (Berbasis Nilai)

Berbasis nilai positif merupakan dasar bagi karakter setiap pendidik dalam menjalankan tugas, pokok dan fungsinya atau dengan kata lain bertindak selalu berdasarkan norma-norma yang baik.

12. Knowledgeable (Berpengetahuan yang luas)

Guru wajib memiliki ilmu pengetahuan yang sangat luas, artinya tidak hanya satu bidang pengetahuan saja yang dikuasi, tetapi harus mengetahui ilmu-ilmu yang lain sebagai pendamping dari ilmu yang dimiliki guna mengkolaburasi dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.

13. Creative (Kreatif)

Kreatif adalah memiliki daya cipta, mempunyai kemampuan untuk mencipatakan, atau mampu menciptakan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun kenyataan yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Artinya guru harus kreatif dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya atau selalu menciptakan ide-ide yang baru (Inovasi), baik inovasi dalam bentuk yang sudah ada tetapi dikembangan atau inovasi benar-benar yang baru belum ada sebelumnya.

14. Patient (Sabar)

Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya. Semakin tinggi kesabaran yang seseorang miliki maka semakin kokoh juga ia dalam menghadapi segala macam masalah yang terjadi dalam kehidupan. Sabar juga sering dikaitkan dengan tingkah laku positif yang ditonjolkan oleh individu atau seseorang. Dalam sebuah pernyataan pendek, dikatakan bahwa sabar itu "...seperti namanya, adalah sesuatu yang pahit dirasakan, tetapi hasilnya lebih manis daripada madu.".

15. Sense Of Humor  (Selera Humor)

Dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik point professional guru dari 1 sampai dengan 14 bisa dilakukan dengan perlahan-lahan mengembangkan diri secara rutin. Siantita Novaya menyampaikan bahwa banyak ahli yang berpendapat bahwa, hampir setiap orang merasa mempunyai perasaan humor yang baik. Tetapi ternyata, tidak sedikit orang yang sama sekali tak memiliki selera humor. Orang yang mempunyai perasaan humor, sebenarnya tahu mengasihani diri sendiri. Karena ia mampu memahami berbagai kesulitan yang berpotensi merusak kebahagiaannya. Nah, tahukah kamu bahwa sebenarnya semakin bagus selera humormu, maka semakin cerdas pula otakmu? Memiliki selera humor bagus bukan berarti kamu selalu tertawa dan tidak serius, namun kamu tahu bagaimana dan kapan harus tertawa. (Novaya, 2017)

KESIMPULAN

Majunya suatu bangsa diukur dari indek pembangunan manusia atau dikenal dengan Human Development Index. Indek pembangunan manusia dihasilkan dari Pendidikan yang ideal dan bermutu dalam penyelenggaraan proses pendidikannya. Guru merupakan indicator penentu sebagai garda terdepan untuk mencapai keberhasilan Pendidikan, oleh karena itu dibutuhkan guru yang professional. Guru menuju professional bukan hal yang mudah untuk dicapai tetapi diperlukan usaha, perjuangan dan pengorbanan yang datangnya dari diri sendiri bukan yang datangnya dari orang lain.

Dengan demikian mari kita bersama-sama memberikan yang terbaik untuk anak-anak bangsa sebagai generasi penerus yang akan mengisi jaman yang akan datang dengan melakukan pemberian layanan Pendidikan yang prima melalui berbagai inovasi-inovasi dalam pembelajaran sehingga para peserta didik tidak merasa jenuh dan bosan dalam belajar.

Hari ini, Waktu ini, dan Detik ini mari kita gaungkan dalam hati untuk menjadi Agent of Change agar anak didik kita menjadi pewaris yang memiliki ilmu pengetahuan dan berbasis budaya bangsa Indonesia.

REFERENCE

Sutirna (2015). Landasan Kependidikan (Teori dan Praktek). Bandung : Refika Aditama

Sutirna (2018). Inovasi dan Teknologi Pembelajaran (Konsep Dasar, Teori dan Aplikasi). Yogyakarta : CV Budi Mulia (Deepublish).

Barnett Berry (2011). Teaching 2030. New York and London : Teachers College Columbia University

JPNN, diunduh oleh Sutirna, tanggal 12 Januari 2021, Pukul 9.44 WIB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun