Tinggal pada suatu perumahan tentu lebih merasa aman bila perumahan sudah cukup banyak penghuninya. Namun tinggal di perumahan yang sudah banyak penghuninya harus menyiapkan mental pada omongan tetangga yang bernada gossip.
Baik Anda pria atau wanita hampir dipastikan tidak akan lrpas dari omongan tetangga, terlebih bila Anda tinggal di perumahan sederhana yang ibu-ibunya jarang yang turut bekerja.Â
Agak berbeda bila Anda tinggal di perumahan mewah, karena adanya pagar yang tinggi menutupi rumah, tetangga akan lebih sulit memperhatikan gerak-gerik Anda.Â
Pada perumahan sederhana dengan pagar rendah atau tanpa pagar, tetangga dapat dengan bebas mengamati kegiatan Anda.
Contoh yang saya alami sendiri, sebagai karyawan pemula atau peniti karier hampir dipastikan pergi berangkat kerja pagi hari dan pulang kerja larut malam, apalagi saya sudah memiliki pekerjaan sampingan sebagai pengajar kursus.Â
Celakanya lagi, saya tinggal satu kompleks perumahan dengan teman SMA saya, dan teman saya ini kebetulan wanita pekerja, karena kantornya beda arah dengan suaminya, maka atas persetujuan suaminya, teman saya ikut menumpang mobil saya hingga ke kantornya.
Karena harus berangkat kerja pagi hari dan pulang kerja malam hari, saya memang kurang banyak bergaul dengan tetangga. Kurang beruntungnya, saya bekerja pada sebuah perusahaan yang harus masuk kerja enam hari kerja (Senin hingga Sabtu) dan hari Minggu sering saya habiskan untuk beristirahat di rumah saja atau pergi bersosialisasi dengan teman yang bukan warga perumahan.
Tidak berapa lama, saya mendapst info dari teman saya yang tiap hari kerja ikut bersama saya, bahwa kebersamaan kami sudah jadi omongan tetangga. Kami dipergunjingkan ada love affair.
Telah terjadi perselingkuhan antara saya dan teman saya di belakang atau tanpa sepengetahuan suaminya.Karena saya tidak merasa melakukan hal negatif yang dipersangkakan itu apalagi teman saya yang selalu ikut saya sudah seizin suaminya, maka saya tidak ambil peduli.Â
Justru saya bertanya pada teman saya, apakah dia merasa terganggu dan suaminya mempercayai gunjingan itu. Teman saya dan suaminya juga bersikap sama, tidak mau mempedulikan omongan tetangga karena tidak ada buktinya. Jadi, kami tetap tenang dan percaya diri.Â
Penyebab dan pemicunya juga tidak perlu kami cari karena jelas kami hanya bersama saat berangkat ke kantor saja. Kami menanggapi dengan positif saja, mungkin karena mereka belum mengenal kami dengan baik.Â
Kami juga menunjukkan bahwa kami tetap kompak bersahabat dengan kami sering pergi bertiga pada hari Minggu atau hari libur, guna menunjukkan kepada tetangga bahwa hubungan kami baik-baik saja.
Kami juga tetap menegur tetangga bila sempat bertemu, dan kami tidak merasa sakit hati terhadap gunjingan mereka. Ketika tetangga memerlukan bantuan kami mengenai Teknologi Informasi yang kami kuasai, dengan senang hati kami menolong mereka. Misalnya, cara koneksi dengan internet, cara.membuat backup data, cara menginstalasi driver printer dan lain-lain.
Karena kami membalas omongan tetangga yang tak terbukti kebenarannya dengan kebaikan, akhirnya lambat laun omongan tetangga yang minor tersebut pelan-pelan menghilang.
Kami juga saling berbagi oleh-oleh saat pulang bepergian dari luar kota maupun saling berbagi makanan saat perayaan hari raya keagamaan sehingga huhungan kami dengan tetangga makin baik dan akrab.
Kesimpulannya, balaslah omongan tetangga yang berkonotasi negatif dengan kebaikan. Percayalah pelan-pelan tapi pasti mereka akan menyadari kesalahan yang mereka lakukan. Omongan tetangga tidak perlu ditsnggapi secara emosional.