Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Beragam Lintas Budaya" Mengawali Festival Kebhinekaan 4

25 Februari 2021   05:19 Diperbarui: 1 Maret 2021   09:21 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari Pendet (sumber: travelyuk.com)

Tadi malam, Rabu 24 Februari 2021 Festival Kebhinekaan 4 dibuka oleh Ira Lathief,  salah satu penggagas acara Festival Kebhinekaan. Festival Kebhinekaan 4 ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang diadakan secara offline. Gara-gara pandemi Covid-19, maka Festival Kebhinekaan 4 terpaksa diadakan secara virtual melalui laman Zoom Dan Youtube. Tema festival kali ini adalah "Unity in Diversity'.

Selain pemutaran film berwawawasan pluralitas, Festival Kebhinekaan 4 juga diisi dengan InspiringTalk, Millennial Talk, pelatihan ilustrasi Canva, Refleksi Lintas Agama, pameran foto, yoga dan meditasi virtual, wisata virtual ke tempat ibadah lintas agama, wisata virtual bagi anak-anak disabilitas, pertunjukan virtual wayang potehi dan lelang virtual pasar rakyat Lasem Dan Diskusi. Acara Festival Kebhinekaan 4 ini berlangsung dari Rabu 24 Februari 2021 hingga Minggu 28 Februari 2021.

Setelah pembukaan Festival Kebhinekaan 4, langsung dilakukan pemutaran film pendek berjudul "Beragama Lintas Budaya". Yang kemudian dilanjutkan dengan Inspiring Talk bersama Gus Roy Muthado santri jebolan Pesantren Tebu Ireng, Jombang yang kini memimpin pesantren di Bogor.

Film "Beragama Lintas Budaya"

Film ini sepertinya dibuat tanpa pemain utama dan hanya bermain dengan pengambilan aneka budaya yang bersifat multikultural yang tumbuh subur di Indonesia. Melalui gambar, sutradara tanpa narasi suara mempertunjukkan beragamnya budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.

Film pendek ini diawali dengan tari Ratoh Duek asal Aceh yang dibawakan oleh 8-12 penari wanita atau pria sambil duduk. Nama tarian ini campuran dua bahasa Arab dan Aceh, tarian ini menampilkan pujian kepada Tuhan dan berisikan nasehat agama. Secara sepintas hampir mirip gerakannya dengan tari Saman.

Lalu film bergerak ke Bali, tari Pendet yang energik dan gemulai. Menurut pakar tari Pendet di Bali, tari Pendet ini terdiri beberapa jenis yang khusus untuk upacara keagamaan Hindu, untuk umum dan untuk pertunjukan kesenian.

Sepintas film memotret bikhu Budhist pada acara keagamaan di Candi Borobudur.

Pengambilan gambarpun berpindah ke kota Jakarta. Kali ini yang disorot upacara budaya pernikahan Betawi. Utusan pengantin pria dan wanita bertemu dan saling beradu pantun serta mempertunjukkan seni pencak silat. Mereka mengenakan sarung dan kopiah.

Beringsut sedikit keluar dari kota Jakarta, disorot sebuah Gereja di kota Bekasi yang pada acara kebaktiannya, umat yang bertugas di Gereja mengenakan busana khas Betawi.

Kamera dari pengambil gambar sempat menyorot lukisan yang juga merupakan sebuah budaya.
Film diakhiri dengan pertunjukan barongsay pada Tahun Baru Imlek yang dimainkan oleh gabungan warga Tionghoa dan warga pribumi. Pertunjukan barongsay dan semua kegiatan yang bernuansa budaya Tionghoa termasuk tulisan kaligrafi Tionghoa sempat pernah dilarang di Indonesia pada era Orde Baru dan Perpres itu baru dicabut saat Gus Dur menjadi Presiden RI ke empat.

Jadi, film "Beragama Lintas Budaya" ingin menunjukkan betapa kayanya ragam lintas budaya yang bertumbuh di Indonesia.

Tari, musik, lukisan dan lagu merupakan budaya yang multi kultural. Tema film ini sangat tepat digunakan sebagai sarana belajar, guna menunjukkan betapa baiknya keberagaman bila dibandingkan dengan monokulturalistik yang bersifat merusak nilai kesatuan NKRI.

Manusia dan alam dirajut oleh budaya akan mampu mengantisipasi gerakan anti Aseng anti Kristen dan pengkafiran umat yang tidak sealiran  pada masyarakat perkotaan.

Inspiring Talk

Setelah pemutaran film, Gus Roy Murtadho dari pesantren di Bogor memberikan contoh bahwa cara penyebaran agama Islam di Indonesia berbeda dengan penyebaran Islam di negara lain. Bila penyebaran agama Islam di negara lain dilakukan dengan jalan perang, sedangkan penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan dengan jalur pendekatan budaya. Sebagai contoh Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga menggunakan tari Topeng Cirebon sebagai media dakwah. Itulah sebabnya ciri Islam di Indonesia harusnya inklusif dan terbuka dan damai.

Pengajian yang berkonotasi politik telah mengintervensi Islam melalui pengajian kepada ibu-ibu sehingga Islam dibelokkan menjadi radikal dan monokultural. Juga Roy Murthado terpaksa meninggalkan Tebu Ireng karena di Bogor dia mendapat tantangan guna mengantisipasi Islam yang ekslusif yang masuk melalui jalur pendidikan.
Dicontohkan, kopiah hitam adalah kopiah khas Indonesia yang diperkenalkan oleh Bung Karno, Proklamator dan Presiden RI pertama. Jadi bukan kopiah khas Arab yang harus dikenakan.

Baju koko yang banyak dipakai umat Islam juga asalnya dari China, kenapa sekarang harus anti China, demikian pungkas Roy Murthado mengakhiri bahasannya.
Inspiring Talk dilanjutkan dengan nenampilkan nara sumber kedua Agustinus Wibowo yang membahas "Memaknai Tanah Air". Agustinus Wibowo pernah tinggal di Afghanistan dan Papua Nugini.

Bagi Anda yang berminat berpartisipasi pada festival ini, silakan mendaftar pada mampir.in/fesbin4, dan tidak dipungut biaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun