“Nenek moyangku orang pelaut .. gemar mengarungi luas samudra … menerjang ombak tiada takut … menempuh badai sudah biasa”
Itulah sepenggal lagu yang kerap dinyanyikan saat saya masih belajar di Sekolah Dasar dulu. Indonesia yang pernah Berjaya di bidang maritim pada era Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, seharusnya kembali menekuni potensi kelautan. Untunglah presiden Republik Indonesia ke tujuh, Joko Widodo langsung menggarap potensi kelautan ini diantaranya dengan membangun dan memperbaiki transportasi laut. Hal ini sangat penting, mengingat kepulauan Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh laut kecil hingga samudera luas.
Adalah Jakarta Food Adventure, dalam salah satu programnya "Charity Walking Tour Goes To Cilincing” pada Minggu 31 Juli 2016 mengajak kami blusukan ke kampung nelayan di kawasan Cilincing. Meski saya sudah berdomisili lebih dari 30 tahun di Jakarta, namun belum sekalipun menginjakkan kaki di daerah paling ujung Utara dari Provinsi DKI Jakarta ini. Benar, Cilincing terletak di ujung Utara kota Jakarta, saat saya mencoba googling, fitur Google Map menunjukkan hal ini.
Berkat panduan Ira Lathief yang merupakan anak kelahiran Jakarta Utara, akhirnya saya tiba juga di titik kumpul SMK Negeri 36 Jakarta. Setelah semua peserta tour datang semua, kami memulai perjalanan menjelajah kawasan Cilincing. Tempat yang kami kunjungi pertama kali adalah Tempat Pengolahan Ikan Asin.
Tempat Pengolahan Ikan Asin
Ikan merupakan salah satu sumber kalsium di samping susu dan sayuran. Salah satu produk olahan ikan, yakni ikan asin masih menjadi lauk yang digemari masyarakat. Produksi ikan asin saat ini masih bergantung pada sinar matahari dalam proses pengeringannya. Meski sudah ada teknologi baru dengan penggunaan oven, namun rasa ikan asin yang dikeringkan dengan sinar matahari rasanya jauh lebih gurih dan enak.
Proses pengeringan dengan penjemuran dibawah sinar matahari sangat tergantung pada cuaca, bila cuaca cerah, maka penjemuran cepat selesai, sebaliknya bila cuaca mendung, ikan yang dijemur dapat membusuk. Ikan dari hasil tangkapan nelayan, setelah dicuci, di sortir lalu direndam dengan garam agar daging ikan lebih awet, baru kemudian di jemur.

Unit pengolahan ikan asin di Cilincing berjumlah sekitar 30 TPIA, komoditas olahannya berupa ikan tembang, teri dan layang, yang ukurannya kecil. Dari TPIA di Cilincing ini, ikan asin didistribusikan ke berbagai wilayah di Jakarta.
Tempat Pengupasan Kerang Hijau
Kerang hijau merupakan hasil laut yang menjadi andalan sebagian besar nelayan di Cilincing. Kerang hijau diperoleh dengan cara penangkapan alami atau hasil budi daya. Teluk di sekitar Cilincing banyak dijadikan lokasi pembudidayaan kerang hijau yang dilakukan dengan teknologi sederhana. Caranya dengan menancapkan bamboo yang kokoh pada dasar perairan yang banyak ditempati kerang hijau. Setelah 5-6 bulan, barulah kerang hijau dapat dipanen.
Kerang hijau (Perna Viridis) namun warga Cilincing lebih mengenal dengan istilah kijing, merupakan salah satu jenis kerang yang digemari masyarakat, karena memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi. Kandungan gizi pada kerang hijau sebanding dengan daging sapi, telur maupun daging ayam.
Pada hari Minggu, warga Cilincing yang melakukan pengupasan kerang hijau agak jarang, sehingga kami harus berputar-putar dulu, guna mendapatkan lokasi yang aktif pada hari itu. Cara pengupasan kerang hijau, pertama kali dibersihkan, baru dikupas. Cara pengupasannya hanya memisahkan tangkup atasnya saja, sementara tangkup bawah dan beserta daging kerangnya masih tetap dipertahankan, hingga nantinya didistribusikan ke beberapa wilayah Jakarta, maupun di jual di sekitar jalan Rekreasi.

Kampung Deret
Seperti umumnya kawasan marjinal, rumah penduduk biasanya jauh dari standar kelayakan hidup sehat. Meski dari sisi kelengkapan rumah cukup memadai seperti adanya sepeda motor, televisi, perangkat sound system dan kulkas di tiap rumah. Warung-warung yang menyediakan minuman dingin yang tersimpan di dalam freezer juga dapat dengan mudah didapati sepanjang kampung nelayan di Cilincing.
Pada saat Joko Widodo menjadi Gubernur Provinsi DKI Jakarta, telah menggagas proyek revitalisasi atau penataan kembali pemukiman kumuh, untuk dirubah menjadi kawasan pemukiman yang rapi, bersih dan lebih manusiawi. Sebanyak 70 KK di kampong nelayan Cilincing yang semula tinggal di rumah berbahan dasar kayu atau semi permanen, dengan bantuan sebesar Rp. 54 Juta / keluarga, dapat merenovasi atau membangun rumah tinggal yang dilakukan secara bergotong royong. Proyek Kampung Deret ini juga tersebar di beberapa kawasan kumuh lainnya di Jakarta.
Untuk menemukan Kampung Deret ini sangat mudah, karena memiliki ciri khas cat yang cerah, merah – hijau – kuning sehingga menjadikan daya tarik tersendiri. Namun sayangnya, proyek Kampung Deret ini tidak berlanjut, sehingga kami sempat mendengar banyak suara protes dari keluarga yang belum kebagian bantuan tahap pertama.

Selain melaut sebagai nelayan, warga Cilincing juga ada yang berprofesi membuat perahu kayu berdasarkan pesanan. Beberapa penduduk lainnya ada yang menjadi buruh pabrik di Kawasan Berikat Nusantara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI