Mohon tunggu...
Suswinarno
Suswinarno Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Sumber Waras: KPK (Ditengarai) Menyalahgunakan Wewenang

17 Juni 2016   23:22 Diperbarui: 17 Juni 2016   23:31 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak ada tugas KPK melakukan penilaian/review terhadap hasil pekerjaan lembaga lainnya. KPK tidak boleh merangkap peran sebagai hakim sekaligus, dengan menganulir hasil pekerjaan lembaga lainnya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR pada hari Selasa 14 Juni 2016, KPK menyimpulkan bahwa:

  • KPK menghentikan proses penyelidikan kasus Sumber Waras.
  • KPK tidak menemukan tindak pidana (pelanggaran hukum) pada kasus Sumber Waras.
  • (menurut KPK) tidak ditemukan kerugian Negara sebagaimana laporan hasil audit investigasi BPK (yang diminta oleh KPK sendiri).
  • Dasar hukum yang digunakan Pemprov DKI Jakarta pada pembelian lahan Sumber Waras adalah Perpres nomor 40 tahun 2014 tentang Perubahan atas perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
  • Penggunaan Perpres 40/2014 oleh KPK diamini sebagai dasar hukum yang tepat!

Penulis tidak ingin terjebak bahwa KPK telah “masuk angin”, bahwa KPK telah diintervensi oleh kekuasaan. Hal ini tidak ada buktinya.

Penulis tidak ingin terjebak bahwa KPK melindungi Gubernur DKI Jakarta yang notabene non-muslim (bukan kafir!) karena mayoritas komisioner KPK adalah non-muslim. Hal ini juga tidak ada buktinya. Bahwa mayoritas komisioner KPK adalah non-muslim, tidak bisa dibantah. Tetapi apakah kesamaan iman digunakan oleh komisioner KPK untuk melindungi “pelaku tindak pidana korupsi”? tidak ada buktinya. Bisa YA, bisa juga TIDAK.

Yang sesuai dengan fakta adalah:

Pertama, KPK menyatakan bahwa penggunaan Perpres 40/2014 sebagai dasar hukum pembelian lahan Sumber Waras sudah tepat! Dengan demikian, Pemprov DKI Jakarta tidak perlu mengikuti tahapan pembelian lahan sesuai yang diatur UU nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Benarkah? Kelemahan argumentasi KPK adalah:

  • Pasal 111 ayat (2) Perpres 71/2012 (yang tidak direvisi oleh Perpres 40/2014) menyatakan bahwa “Petunjuk teknis tahapan pelaksanaan Pengadaan Tanah diatur oleh Kepala BPN”. Dengan demikian, Perpres 40/2014 tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum sebelum terbit Petunjuk Teknisnya.
  • Juknis Perpres  40/2014 (yang akhirnya terbit pada 28 April 2015, yaitu Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 6 tahun 2015) mengatur bahwa untuk menentukan harga/nilai tanah wajib menggunakan jasa Penilai. Hal ini tidak dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Apakah hal ini bukan pelanggaran hukum?
  • Apabila digunakan Perpres 40/2014 tanpa juknis, maka konsekuensinya adalah tahapan pelaksanaan pengadaan tanah harus mengikuti tahapan yang diatur dalam UU 2/2012. Hal ini juga tidak dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Apakah hal ini bukan pelanggaran hukum?


Kedua, KPK menganulir penghitungan kerugian Negara oleh BPK. Kewenangan menghitung kerugian Negara berdasarkan Undang-Undang adalah kewenangan BPK. Tugas dan wewenang KPK adalah melengkapi bukti dan saksi yang dapat mendukung hasil audit investigasi BPK, bukan mencari saksi yang dapat melemahkannya. Setiap kasus pasti ada ahli yang pro dan kontra.

Apabila pola KPK ini menjadi best practice, niscaya hasil audit BPK selalu dapat dimentahkan pada proses penyelidikan dan/atau penyidikan. Biarkan hakim di pengadilan yang menentukan apakah hasil audit BPK dapat dipertanggungjawabkan. Bukan tugas dan wewenang KPK menentukan benar tidaknya hasil audit. Dalam hal ini, KPK (ditengarai) telah melakukan penyalahgunaan wewenang (abuse of power).

Bagaimana mungkin lembaga yang tugasnya memberantas penyalahgunaan wewenang, tetapi dirinya sendiri menyalahgunakan wewenang?

Terakhir, pesan moral dari KPK adalah “jangan percaya kepada BPK”. BPK ngawur, BPK ngaco, BPK partisan, BPK tidak kredibel, BPK tidak profesional, BPK tidak independen, BPK bekerja berdasarkan pesanan.

Kita buktikan, apabila pada masa yang akan datang KPK masih menggunakan hasil audit BPK untk menuntut seseorang, berarti terbukti bahwa KPK ngawur, KPK ngaco, KPK partisan, KPK tidak kredibel, KPK tidak profesional, KPK tidak independen, KPK bekerja berdasarkan pesanan. “Jangan percaya kepada KPK”.

Yakinlah, kebenaran akan menemukan jalannya sendiri!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun