Adakah hubungannya antara mengingat kematian dengan program pengkaderan (PKPNU) yang makin giat dilakukan?
Diantara sekian banyak materi yang dipaparkan dalam pengkaderan dimaksud bila kami simpulkan adalah menggiring kepada setiap kader untuk mengingat kematian (dzikrul maut). Mari bongkar kembali memori kita, berapa kali paparan yang menunjukkan makam-makam muasis, tokoh-tokoh ulama pra kemerdekaan, hingga pasca merdeka. Menurut pemahaman yang bisa kami tangkap, hal tersebut dimaksud untuk membangkitkan kesadaran, apa yang kita jadikan bekal, dan apa yang kita tinggalkan kelak bila telah datang ajal menjemput?
Dzikrul Maut sebagai suatu Ibadah
Kematian akan datang kapan saja, tak ada syarat harus tua, dan kalau sampai waktunya tak bisa ditunda. Sebagaimana firman-Nya yang artinya, "Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al A'raf: 34).
Pada firman yang lain ditegaskan; "Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila. datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al Munafiqun: 11).
Sabda Nabi, "Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan", yaitu kematian". (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Tirmidzi).
Maka dari beberapa dasar syar'i di atas bukan hal sia-sia, bukan pula mengada-ada, tapi dzikrul maut adalah menjadi sebuah ibadah penting. Hal ini jelas dalam regulasi Illahi yang Maha Suci menegaskan tanpa ada keraguan, kematian pasti datang, tak ada yang bisa menghentikan. Sedang Nabi pun juga memerintahkan untuk banyak mengingatnya.
Dzikrul Maut Takaran Kecerdasan
Sebagaimana sabda Nabi, dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, "Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?" Beliau bersabda, "Yang paling baik akhlaknya." "Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?", ia kembali bertanya. Beliau bersabda, "Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas." (HR. Ibnu Majah).
Bila memperhatikan hadis di atas, memberi pemahaman bahwa kader yang cerdas adalah yang selalu mengingat kematian, sehingga ia dengan total akan mempersiapkan dengan amal terbaiknya, dengan pergerakan yang luar biasa.