Mohon tunggu...
Susianah Affandy
Susianah Affandy Mohon Tunggu... wiraswasta -

Komisioner BPKN RI (Badan Perlindungan Konsumen Nasional). Bekerja untuk sejahteraan rakyat. Mengenyam pendidikan secara linier dengan pekerjaan. Lulus S1 dari jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Jakarta. S2 Program Studi Sosiologi Pedesaan IPB.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Sisi Lain Jampersal: Dari Lemahnya Sosialisasi Sampai Resistensi Masyarakat Terhadap KB IUD

27 September 2013   12:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:19 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13802591101813531458

[caption id="attachment_281595" align="aligncenter" width="360" caption="Sumber Foto : tetukonugroho.wordpress.com"][/caption]

Jaminan Persalinan atau karib disebut Jampersal diberkalukan oleh Pemerintah sejak lima tahun terakhir namun hingga kini program tersebut masih mengudang permasalahan. Rendahnya sosialisasi dianggap sebagai masalah utama yang menyebabkan program ini belum banyak didengar oleh masyarakat luas khususnya di pedesaan.

“Kami melakukan sosialisasi ketika Ibu-Ibu memeriksakan kehamilannya ke sini (Puskesmas)’ tutur Bidan Ade, Jum’at 27 September 2013 saat berdiskusi bersama Susianah Affandy Komisioner BPKN dan tim Jurnalisme Warga Program Representasi USAID di ruang periksa Kesehatan Ibu Anak (KIA) Puskesmas Pancasan Kota Bogor.

Sosialisasi tatap muka antara bidan dengan Ibu-Ibu yang tengah memeriksakan kandungannya membawa dampak tidak meratanya informasi layanan Jampersal di kalangan masyarakat di Kota Bogor. Wal hasil, tidak sedikit Ibu-Ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas khususnya di daerah Ibu Kota DKI Jakarta dan Bogor-Tangerang-Bekasi tidak memahami syarat yang harus dipenuhi. Salah satu syarat yang harus dipenuhi misalnya menyerahkan KTP dan Kartu Keluarga (KK). Akibat syarat tersebut tidak dapat dipenuhi, tdak sedikit warga yang melakukan persalinan secara teknis birokrasi mengalami kesulitan.

"Pemerintah sebagai penyelenggara layanan Jampersal harusnya memahami hak konsumen yakni memperoleh informasi yang benar dan jelas sebagaimana tertuang dalam UU No 8 tahun 1999 pasal 4 huruf c" ujar Susianah Affandy, Komisioner BPKN RI.

Sisi lain dari pelayanan program Jampersal adalah adanya kewajiban kepada pasien untuk mengikuti program KB jenis IUD. Kewajiban ikut serta dalam KB jenis IUD ini mendapat resistensi yang kuat dari para pasien. Sebagaimana kita ketahui jenis alat kontrasepsi ini berbentu seperti huruf T, yang dipasang di dalam rahim. IUD terbuat dari bahan dasar hormon, yang berfungsi menghambat ovulasi. Alat ini dapat berfungsi sampai 5 tahun sejak pemasangan.

KB jenis IUD ini memiliki kelebihan dan juga kelemahan. Di antara kelebihannya adalah jenis KB IUD mudah dipasang kapan saja, pemeriksaan 1 tahun sekali dan tidak berpengaruh terhadap hormonal sebagaimana kontrasepsi lainnya.

Adapun kelemahan antara lain memerlukan prosedur medis, termasuk di dalamnya pemeriksaan pelvic pra pemasangan IUD, dilakukan oleh pihak terlatih seperti dokter atau bidan. Kelemahan lain yang menyebabkan KB IUD tidak disenangi oleh kaum hawa adalah, KB ini menyebabkan organ reproduksi perempuan terasa sakit dan kejang selama 3-5 hari usai pemasangan, terjadi perubahan siklus haid pada 3 bulan pertama, terjadi pendarahan d antara menstruasi dikarena alat IUD nempel dinding rahim dan menimbulkan luka. KB IUD juga menyebabkan masa haid lebih lama dan lebih banyak sehingga jika pendarahan haid sangat banyak dapat menyebabkan anemia.

Jika IUD dipasang secara salah dapat menyebabkan perforasi pada dinding uterus. IUD tidak dapat mencegah infeksi menular sehingga tidak disarankan untuk perempuan yang sering berganti pasangan. Alat KB IUD ini juga mengharuskan perempuan sering-sering kali memeriksa posisi benang dengan cara memasukkan jari dalam vagina. Terakhir suami yang istrinya menggunakan alat KB IUD banyak mengeluhkan kesakitan saat hubungan badan. Hal ini disebabkan pemasangan benang IUD terlalu panjang. Meskipun dokter, bidan maupun petugas puskesmas memberikan solusi agar mengurangi rasa sakit saat berhubungan badan dengan memotong benang lebih pendek atau melipatnya ke dalam rahim (oleh bidan atau dokter) namun sebagian besar masyarakat tetap resisten dengan kewajiban pemasangan KB IUD usai mendapatkan layanan Jampersal

" Masyarakat banyak yang menolak adanya kewajiban ikut KB IUD usai mengikuti Jampersal. Mereka takut rahimnya kering dan tidak bisa punya anak lagi karena KB ini berusia 5 tahun.Dalam konteks ini Pemerintah seharusnya juga dapat memberi jaminan keamanan, kenyamanan dan keselamatan kepada masyarakat penerima Jampersal sebagaimana amanat UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Bahkan dalam kontekskepesertaan KB IUD, harusnya Pemerintah memberikan kepada masyarakat untuk memilih sendiri jenis KB, tidak semata pada satu pilihan KB IUD. Hak konsumen untuk memilih sendiri layanan barang/jasa juga tertuang dalam UU No 8 tahun 1999 terntang Perlindungan Konsumen" Ujar Susianah

Melihat rumitnya birokrasi, sosialisasi bahkan sampai mengarah pada resistensi membuat kita patut bertanya apakah Jampersal ini hanya sebagai wujud politik simbolis Pemerintah dalam mencapai target MDGs (Millinium Development Goals) yakni menurunkan angka kematian ibu dan anak? Wallahu’alam bish showab

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun