Pada hari lebaran ketiga, masih ada kerabat dan handai taulan yang berkunjung ke rumah. Bahkan, hingga tengah hari. Ketika tamu terakhir berpamitan, dering hape memaksaku berlari ke kamar karena benda penting itu sedang diisi daya baterainya.
"Pakde, bapak laju. Minta tolong siapkan makam dan sampaikan kepada pengurus masjid untuk mengumumkan. Kami masih di rumah sakit dan jenazah disemayamkan di tempat adik. Tapi, pemakaman di desa kita agar jadi satu dengan makam Mamak."
Teman yang sudah seperti saudara itu menjelaskan bahwa mertuanya yang hari sebelumnya diceritakan sakit, akhirnya meninggal dan akan diurus di tempat adiknya di desa tetangga. Namun, pemakaman akan dilakukan di desa tempat kami tinggal.
Suara dari sahabat yang sudah seperti saudara itu segera kami tindak lanjuti. Aku mengajak istri ke rumah Mang Toha, tokoh yang biasa melayani urusan kematian warga.
Kami lumayan gugup karena suasana idulfitri masih berlangsung dan warga masyarakat masih disibukkan dengan urusan silaturahim, saling kunjung antarsesama. Jadi, kami pun khawatir agar susah menemukan relawan yang biasa menggali liang lahat.
Pulang dari tempat Mang Toha, kami menemui saudara kami yang menyempatkan pulang ke rumah untuk memastikan adanya tenaga penggali makam.
Sudah ada dua orang yang terlihat membawa cangkul dan peralatan lain.
"Pak, yang lain segera menyusul ke kuburan," ucap salah satu dari mereka.
"Baik, kami menyusul," jawabku. Kami menyusul ke makam untuk memastikan letak makam agar tidak berjauhan dengan makam ibu mertua saudara kami tadi.
Setelah sampai di makam dan menemukan titik galian, saudara kami menyusul ke rumah sang adik. Aku dan istri segera mencari konsumsi.