"Sejak kapan kamu begitu dekat dengan Delvi, si agen perjalanan yang sering Mas gunakan?"
Edward terdiam. Ia menarik napas panjang mencoba menenangkan diri. Cepat atau lambat bau bangkai akan tercium juga.
"Kami hanya berteman. Tidak ada apa-apa di antara kami," jawab Edward tenang.Â
"Kalau tidak ada apa-apa, kenapa kamu menyembunyikannya?"
Edward menghela napas panjang. Ia mencoba menjelaskan kepada istrinya bahwa Delvi hanyalah tempatnya berbagi keluh kesah, sebagaimana ia dijadikan tempat wanita itu berbagi beban pikiran.
"Baiklah, Leona. Apabila kamu merasa telah aku khianati, aku meminta maaf. Tetapi ada baiknya juga kamu jujur pada diri sendiri. Berapa lama aku tidak mendapat perhatian darimu? Aku sudah mengizinkan kamu melanjutkan pendidikan, demi karier dan masa depan kita. Akan tetapi, mestinya bukan notebook dan tumpukan buku saja yang selalu kaupeluk."
Edward berjalan ke kamar mandi meninggalkan Leona yang tertegun berdiri. Namun, ketenangan Edward menjelaskan berhasil meyakinkannya bahwa ia tidak berselingkuh secara fisik dengan wanita itu. Lagi pula namanya pernah disebut pada pesan WA yang pernah ia buka. Â Â Â
Di Persimpangan Rasa
Delvi pun akhirnya tahu dari Edward bahwa Leona telah membaca pesan-pesan mereka yang belum sempat --dan tidak ada niat-- untuk dihapus.Â
Mendengar itu, Delvi pun menyadari bahwa tidak mungkin melanjutkan hubungan terlarangnya dengan Edward, meskipun sebatas curhat. Ia harus mengambil sikap. Chat WA yang dikirimkan Edward yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, tidak lagi ia balas.Â
Delvi menyadari hubungan mereka telah sampai di persimpangan. Ia harus memilih untuk mengakhiri hubungan yang abu-abu ini. Namun, sebelum Delvi memutuskan untuk mengakhiri, ia mengirimkan pesan terakhir.
Mas, aku harus memilih dan aku memilih menuruti orang tuaku, namun orang yang hendak dijodohkan denganku telah menikah karena aku tak kunjung memberikan jawaban. Biarkan aku sendiri. Mohon jangan memberi ucapan selamat ulang tahun ke-30 pada 25 Februari mendatang.