Media sosial telah menjadi fenomena global yang mempengaruhi cara remaja berinteraksi serta berkomunikasi melintasi budaya. Salah satu platform yang paling menonjol saat ini adalah TikTok, yang menjadi panggung utama bagi generasi muda untuk berekspresi, berbagi, dan belajar tentang budaya yang berbeda. Artikel ini menyoroti bagaimana TikTok mempengaruhi komunikasi lintas budaya di kalangan remaja, baik dari sudut positif maupun tantangan yang ada.
Kemajuan teknologi digital, khususnya media sosial, telah mempercepat perubahan dalam budaya komunikasi. Diluncurkan pada 2016, TikTok menawarkan remaja cara berinteraksi melalui video pendek, obrolan pribadi, dan berbagai fitur kreatif yang mendukung pertukaran budaya secara cepat dan global. Platform ini menjadi salah satu media sosial paling populer di kalangan remaja di Indonesia, bahkan di lingkungan mahasiswa.
TikTok secara signifikan mempengaruhi interaksi lintas budaya remaja dengan beberapa cara utama:
- Membuka Pintu Keragaman Budaya : TikTok memberi kesempatan bagi remaja untuk mengakses, mengenali, dan berbagi berbagai ekspresi budaya dari seluruh dunia melalui video pendek. Konten yang diunggah mencakup bahasa, musik, tarian, dan kebiasaan dari berbagai wilayah dan negara, memperluas wawasan budaya para pengguna serta mempopulerkan keberagaman bahasa dan tradisi lokal serta global.
- Mendorong Ekspresi Diri dan Kreativitas :Â Platform ini menjadi ruang bagi remaja untuk mengekspresikan identitas budaya mereka, baik dengan menampilkan budaya lokal ataupun mengadopsi tren global. Hal ini menciptakan norma baru yang lebih inklusif dan fleksibel, di mana ekspresi diri tidak lagi dibatasi oleh batas budaya tradisional, melainkan dipengaruhi oleh tren global dan komunitas digital
- Membentuk Realitas Sosial Baru : Interaksi di TikTok menciptakan pola komunikasi baru yang lebih dinamis dan interaktif. Remaja dapat ikut serta dalam tantangan viral, kolaborasi antarnegara, serta diskusi lintas budaya, membangun solidaritas dan empati antar pengguna. Proses ini juga memupuk kolaborasi dan menciptakan makna baru dalam interaksi sosial digital.
- Transformasi dan Negosiasi Nilai Budaya : TikTok mendorong penafsiran ulang nilai-nilai budaya tradisional, di mana konten lokal sering dikemas dalam format yang lebih global dan mudah diakses. Paparan terhadap budaya global melalui TikTok juga mendorong remaja untuk mengadopsi nilai baru seperti individualisme, kreativitas, dan inklusivitas, sambil tetap mendiskusikan kembali identitas budaya mereka.
- Tantangan: Tekanan Sosial dan Berkurangnya Interaksi Langsung : Meskipun banyak manfaatnya, TikTok juga memberi tekanan sosial kepada remaja untuk mengikuti tren agar tidak ketinggalan, yang terkadang memburamkan keaslian diri. Selain itu, penggunaan yang berlebihan dapat mengurangi frekuensi interaksi langsung di dunia nyata, sehingga perlu ada keseimbangan antara interaksi digital dan nyata.
Dampak Positif TikTok terhadap Komunikasi Antarbudaya
- Meningkatkan Pemahaman dan Toleransi Budaya : TikTok memfasilitasi dialog lintas budaya dengan menyediakan ruang bagi remaja untuk berbagi dan mengonsumsi konten yang mencerminkan tradisi, bahasa, dan nilai dari berbagai belahan dunia. Hal ini meningkatkan pemahaman, penghargaan, dan toleransi terhadap beragam budaya.
- Mendorong Kreativitas dan Ekspresi Identitas Budaya : Remaja dapat menunjukkan identitas budaya mereka melalui video, tantangan, dan tren yang sedang viral. Kolaborasi antar pengguna dari latar belakang berbeda memperkaya pengalaman komunikasi lintas budaya dan menumbuhkan perasaan komunitas yang inklusif.
- Memperluas Jaringan Sosial Global : Dengan jangkauan luas, TikTok memungkinkan remaja untuk menjalin koneksi dengan teman sebaya dari berbagai negara, memperluas wawasan, dan memperkuat solidaritas antarbudaya.
Tantangan dan Dampak Negatif
- Penyebaran Stereotip dan Mispersepsi : Tidak jarang konten di TikTok justru menguatkan stereotip atau menimbulkan kesalahpahaman budaya akibat representasi yang kurang akurat atau bias. Hal ini dapat menimbulkan konflik dan memperburuk prasangka antar kelompok budaya jika tidak disikapi secara kritis.
- Tekanan Sosial dan Validasi Diri : Remaja sering merasa tertekan untuk mengikuti tren atau mendapatkan validasi melalui likes dan komentar, yang dapat mempengaruhi otentisitas ekspresi budaya mereka. Ada kecenderungan untuk menyesuaikan diri dengan norma global dan meninggalkan nilai-nilai lokal demi popularitas.
- Ketimpangan Akses dan Representasi : Belum semua budaya terepresentasikan secara proporsional di TikTok. Algoritma yang memprioritaskan konten viral bisa menyebabkan budaya minoritas kurang mendapat perhatian, sehingga mempersempit ruang dialog antarbudaya yang adil.
Mahasiswa dan remaja Indonesia menunjukkan bahwa TikTok telah membawa perubahan signifikan dalam cara mereka berkomunikasi dan memandang budaya. Sebagian besar responden mengakui bahwa platform ini membantu mereka memahami budaya lokal maupun global, namun juga menyadari adanya tantangan dalam menjaga keseimbangan antara ekspresi diri dan pelestarian nilai budaya.
Stereotip Budaya yang timbul dari penggunaan TikTok oleh remaja
Konten TikTok sering kali mereproduksi stereotip negatif terhadap kelompok etnik, seperti etnis Madura atau Papua. Misalnya, etnis Madura kerap digambarkan secara satir atau humoris yang memperkuat citra negatif, sementara etnis Papua seringkali diasosiasikan dengan penampilan sangar atau kasar, walau ada upaya kreator untuk mematahkan stereotip ini melalui konten positif. TikTok turut membentuk stereotip terhadap kepribadian tertentu, seperti introvert yang dianggap pendiam, pemalu, penyendiri, atau antisosial. Stereotip ini berkembang karena adanya preferensi pada kepribadian ekstrover yang dianggap lebih ideal di masyarakat digital.
TikTok memperkuat standar kecantikan tertentu, seperti perempuan yang tinggi, berkulit putih, dan bertubuh ideal. Remaja yang terpapar konten semacam ini terdorong untuk meniru penampilan tersebut, sehingga terbentuk persepsi bahwa kecantikan hanya terbatas pada standar tertentu yang sering kali tidak realistis. Ada pandangan bahwa remaja pengguna TikTok adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, dan cenderung merusak. Stereotip ini muncul dari perilaku remaja yang meniru tren viral, menggunakan kata-kata kasar, atau menampilkan aksi yang dianggap tidak sopan oleh masyarakat. TikTok juga menanamkan stereotip bahwa kesuksesan dan kebahagiaan bisa dicapai dengan mudah, misalnya menjadi influencer kaya tanpa usaha keras atau pendidikan formal. Ini mendorong gaya hidup konsumtif dan citra diri yang dangkal di kalangan remaja. Stereotip-sereotip ini dapat mempengaruhi pembentukan identitas, pola pikir, dan perilaku remaja, serta mempengaruhi bagaimana mereka memandang diri sendiri dan kelompok budaya lain.
Peran Kreator dalam Membentuk Persepsi Budaya melalui TikTok
Kreator di TikTok memainkan peran penting dalam membentuk persepsi budaya, khususnya di kalangan remaja, melalui beberapa cara:
- Mengkomunikasikan dan Mengemas Pesan Budaya : Kreator bertindak sebagai komunikator yang secara aktif memilih, mengemas, dan menyampaikan pesan budaya dalam format video singkat yang mudah diakses dan dipahami. Mereka kerap menggunakan gaya storytelling, humor, atau visual yang menarik untuk membuat konten budaya---seperti bahasa daerah, tarian tradisional, kuliner, dan pakaian adat---jadi relevan dan memikat bagi audiens muda.
- Mempopulerkan Budaya Lokal dan Nasional : Dengan memanfaatkan tren dan algoritma TikTok, kreator bisa membuat budaya lokal menjadi viral, memperkenalkan elemen budaya Indonesia kepada audiens global, serta menumbuhkan rasa bangga akan identitas nasional di kalangan remaja. Contohnya, tantangan tarian tradisional atau penggunaan pakaian adat yang dikemas modern sering memperoleh jutaan penayangan dan interaksi positif.
- Mengembangkan Subkultur dan Tren Mikro : Kreator berperan dalam menciptakan subkultur digital melalui tren mikro, seperti tantangan, meme, atau komunitas berbasis minat (misalnya BookTok, tren busana, atau tren budaya daerah tertentu). Hal ini memperkaya keragaman budaya di TikTok dan memperluas ruang dialog lintas budaya di antara remaja.
- Mempengaruhi Gaya Bahasa dan Ekspresi Remaja : Kreator juga membentuk gaya bahasa dan ekspresi baru yang kemudian diikuti oleh remaja, seperti penggunaan slang, istilah gaul, atau gaya komunikasi yang khas TikTok. Ini berdampak pada cara remaja mengekspresikan identitas dan berinteraksi, baik di ranah digital maupun nyata.
- Membuka Ruang Interaksi Dua Arah dan Menginspirasi : Kreator tidak hanya menyebarluaskan informasi, tetapi juga membuka ruang dialog melalui kolom komentar, fitur LIVE, atau kolaborasi, sehingga terjadi pertukaran ide dan pengalaman budaya secara langsung antara kreator dan audiens.
Dengan demikian, kreator di TikTok berperan sebagai agen perubahan budaya yang mampu memperluas wawasan, membentuk persepsi, serta mempromosikan keberagaman budaya secara kreatif dan interaktif di kalangan remaja.
Dampak Jangka Panjang Peran Kreator dalam Pembentukan Persepsi Budaya di Masyarakat sangat kompleks dan multidimensi.
Berikut beberapa poin utama yang didukung oleh hasil penelitian dan kasus nyata:
- Penguatan atau Pelemahan Budaya Lokal : Kreator dapat memajukan budaya lokal dengan menghadirkan konten otentik yang mewakili tradisi dan nilai komunitas. Namun, jika konten lebih mengutamakan daya tarik viral tanpa memperhatikan sensitivitas budaya, hal ini dapat menyebabkan erosi identitas budaya dan melemahkan nilai-nilai lokal.
- Pembentukan Stereotip dan Opini Publik : Konten viral yang kurang sensitif dapat membentuk stereotip negatif terhadap kelompok atau daerah tertentu. Misalnya, kasus viral yang melibatkan interpretasi budaya kuliner di Palembang menunjukkan bagaimana satu konten bisa mencemarkan reputasi suatu komunitas secara nasional, membentuk opini publik yang merugikan.
- Perubahan Pola Komunikasi dan Identitas Budaya : Kreator menjadi figur panutan baru dalam menetapkan nilai, gaya hidup, dan pola komunikasi remaja. Ini berkontribusi pada penciptaan identitas budaya baru yang lebih cair dan global, tetapi juga menimbulkan tantangan berupa krisis identitas dan tekanan sosial di kalangan remaja.
- Peluang Pelestarian dan Adaptasi Budaya : Secara positif, kreator dapat menjadi agen pelestarian budaya dengan mendokumentasikan dan mempromosikan praktik budaya lokal ke audiens yang lebih luas. Kolaborasi dengan komunitas dan lembaga pendidikan dapat memperbaiki akurasi dan jangkauan konten budaya, meskipun harus diimbangi dengan etika representasi.
- Risiko Representasi Keliru dan Apropriasi Budaya : Jika kreator tidak memahami atau mengabaikan konteks budaya, risiko misrepresentasi dan apropriasi budaya meningkat. Ini dapat menimbulkan ketegangan sosial dan mengaburkan makna asli budaya yang diangkat.
- Transformasi Ekosistem Digital dan Diskursus Publik : Kreator tidak hanya membentuk tren, namun juga berperan sebagai pemandu opini publik. Mereka dapat mendorong diskusi yang konstruktif atau justru memicu cancel culture yang merusak jika tidak disertai dengan prinsip etika digital dan wawasan budaya yang memadai.
Secara keseluruhan, peran kreator dalam membentuk persepsi budaya bersifat ambivalen: dapat menjadi kekuatan positif untuk edukasi dan pelestarian, namun juga berpotensi menimbulkan dampak negatif jika tidak diimbangi dengan tanggung jawab dan etika digital. Kolaborasi antara kreator, pakar, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan ekosistem digital yang inklusif, berwawasan, dan menghormati keberagaman budaya.
TikTok memiliki potensi besar sebagai jembatan komunikasi antarbudaya di kalangan remaja, mampu memperluas wawasan, membangun toleransi, dan mendorong kreativitas lintas budaya. Namun, tantangan berupa penyebaran stereotip, tekanan sosial, dan ketimpangan representasi tetap harus diantisipasi. Pengguna, khususnya remaja, perlu mengembangkan sikap kritis dan bijaksana dalam berinteraksi dan mengonsumsi konten di TikTok agar platform ini benar-benar menjadi alat yang memperkuat pemahaman dan harmoni antarbudaya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI