Mohon tunggu...
Suryono Brandoi Siringoringo
Suryono Brandoi Siringoringo Mohon Tunggu... Jurnalis -

Aku bukan seorang optimis yg naif yg mnghrapkan harapan-harapanku yg dkecewakan akan dpnuhi dan dpuaskan di masa dpan. Aku juga bukan seorang pesimis yg hdupnya getir, yg trus menerus brkata bhw masa lampau tlh mnunjukan bhw tdk ada sesuatu pun yg bru dbwah matahari. Aku hanya ingin tmpil sbg manusia yg membwa harapan. Aku hdup dgn kyakinan teguh bhw skrng aku bru mlhat pantulan lembut pd sbuah kaca, akan tetapi pd suatu hari aku akan brhdpan dgn masa dpn itu, muka dgn muka.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Guru yang Mahir Menulis

16 November 2014   00:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:43 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Guru Harus Menulis?

Kemajuan teknologi adalah keniscayaan. Melarang anak-anak mengenal internet, tentu kurang bijak karena seberapa banyak pun dampak negatif yang ada, adalah perlu internet dikenalkan kepada anak didik dan mengupayakan siswa-siswi melek teknologi sejak dini. Nah, selain peran orang tua di rumah, guru sebagai pendidik juga memiliki tanggung jawab dalam mengarahkan anak didiknya untuk bijak dalam menggunakan teknologi. Disilah dituntut agar seorang pendidik itu memainkan perannya sebagai jendela dunia dengan menularkan virus-virus positif dari kemajuan teknologi. Salah satunya, membudayakan menulis di kalangan anak didiknya.

Mesti mampu membekali anak didik cara berpikir kritis lewat membudayakan menulis. Didorong untuk mencintai riset pustaka alias merangsang untuk gemar membaca. Semua ini bisa disinergikan dengan dukungan teknologi yang semakin canggih. Lalu pertanyaannya, mengapa dan apa pentingnya guru menulis? Lalu bagaimana guru menulis?

Pertanyaan diatas, tentunya mudah dijawab tapi tak banyak yang bisa melakukannya. Penyebabnya pun ada beragam alasan. Nah, menjawab pertanyaan ini, saya ingin mengingatkan kembali pepatah yang mengatakan, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.” Yang bermakna bahwa segala tingkah lalu guru akan ditiru oleh anak didiknya. Maka dalam konteks ini, alangkah tidak elok rasanya bila guru menuntut anak didiknya memanfatkan internet untuk pintar menulis tetapi gurunya sendiri tidak menunjukkan contoh nyata bagaimana menulis. Itu makanya setiap guru harus memberikan contoh nyata dengan mengemari menulis.

Lalu pertanyaan berikutnya, apa pentingnya guru menulis? Bila ada banyak guru menghasilkan karya tulis di bidangnya masing-masing, maka ada banyak pemikiran baru yang diabadikan kepada dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Yang tentunya akan semakin mempercepat kemajuan bangsa di bidang pendidikan. Tak hanya itu, bila guru menjadikan dunia tulisan menulis bagian dari hidupnya, tentu juga mampu meningkatkan kualitas mengajarnya di kelas karena dengan menulis otomatis kita semakin banyak membaca.

Dan kita percaya, artikel-artikel, opini, berita dan buku khas yang ditulis para guru juga mampu mengoreksi, menegur, mengkritisi, mendidik, mengajar, menginspirasi, dan memotivasi warga masyarakat Indonesia umumnya dan lingkungan tempatnya mengabdi khususnya. Selain itu, anak didiknya pun tentunya akan mengikuti jejak gurunya yang mahir menulis dan bahkan bisa lebih hebat dari gurunya. Karena bila ini terpenuhi, maka benarlah kata orang bahwa guru adalah jendela ilmu dan orang yang patut ditiru. Lalu, tunggu apalagi para pendidik generasi bangsa? Mari menulis!!!

[caption id="attachment_375663" align="alignnone" width="600" caption="Kepedulian Tanoto Foundation di Bidang Pendidikan (Sumber Gambar:okezone.com)"]

14160472101144939787
14160472101144939787
[/caption]

Peluang Besar Dunia Kepenulisan

Filsuf Perancis, Michael Foucault, power is knowledge pernah mengutarakan bahwa, “dengan kata, dunia yang ada saat ini tercipta. Segala sesuatu ada karena kata. Dengan kata, pengetahuan seseorang dapat terisi”. Nah, kemajuan peradaban juga ditentukan oleh tiga kekuatan yang saling melengkapi. Posisinya juga bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Yang pertama adalah buku, kemudian membaca dan terakhir menuliskan ide.

Terkait dengan hal ini, fakta menunjukkan bahwa syarat untuk menjadi guru harus lulusan setidaknya S1 yang menempuh profesi di bidang pendidikan. Lazimnya mereka lulusan dari jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan gelar Sarjana Pendidikan atau disingkat dengan S.Pd. Dari gelar akademiknya saja kita sudah yakin, setiap guru telah membaca banyak sekali buku, baik yang langsung menyangkut pendidikan maupun buku-buku humaniora lainnya. Dan dari profesi mereka juga sebagai pendidik, tentu mereka sangat dekat sekali dengan yang namanya buku sebagai bahan mengajar para muridnya. Dan tentunya pekerjaan pokok mereka sehari-hari pastilah membaca buku-buku yang sangat bagus, termasuk buku-buku terbaru.

Akan tetapi hasil pengamatan kita sehari-hari menunjukkan, guru yang bisa dan biasa/kerap menorehkan prestasi dalam dunia kepenulisan di media massa cetak, terutama koran-koran dan tabloid harian serta menulis buku sangatlah langka. Dalam skala blog Kompasiana misalnya, masih sangat sedikit guru yang sering nongol menelurkan karyanya dalam bentuk tulisan. Bila menggunakan kata sedikit, jumlah guru yang biasa menulis di media massa jauh lebih sedikit daripada bidang profesi lain. Kalau memakai kata banyak, bidang profesi lain jauh lebih banyak daripada guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun