Mohon tunggu...
Suryan Nuloh Al Raniri
Suryan Nuloh Al Raniri Mohon Tunggu... Pengawas Sekolah

Penulis dan Conten Creator

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Paradoks Dunia Pendidikan

22 September 2024   07:17 Diperbarui: 22 September 2024   07:25 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda merasa heran melihat siswa dengan rapor penuh nilai memuaskan, namun kesulitan memahami teks bacaan sederhana? Atau mungkin Anda menemukan siswa yang kesulitan dalam berhitung tingkat dasar. Fenomena ini bukanlah hal yang asing di dunia pendidikan kita. Kemampuan literasi dan numerasi siswa yang rendah, berbanding terbalik dengan capaian nilai akademik yang tinggi, menjadi sebuah paradoks yang mengusik.


Kita bisa lihat saat PPDB, nilai rapot siswa tinggi-tinggi. Namun, saat mengikuti pembelajaran di kelas. Mereka tidak lancar membaca dan berhitung. Apakah pendidikan hanya bertujuan jangka pendek?. Untuk meraih sekolah lanjutan saja. Atau menjadikan murid yang memiliki jiwa pembelajar sepanjang hayat yang mampu berkontribusi bagi dirinya, keluarga dan bangsanya.
Apa yang menyebabkan paradoks ini? Salah satu faktor utama adalah sistem pendidikan kita yang masih terlalu berfokus pada hafalan dan penguasaan konsep secara parsial. Siswa dilatih untuk menghafal rumus, definisi, dan fakta-fakta tanpa benar-benar memahami konteks dan aplikasinya. Akibatnya, siswa menjadi mahir dalam mengerjakan soal-soal ujian, tetapi kesulitan dalam berpikir kritis dan memecahkan masalah yang kompleks.


Selain itu, kurangnya minat baca di kalangan siswa juga menjadi penyebab utama rendahnya kemampuan literasi. Era digital yang serba instan membuat siswa lebih tertarik pada konten-konten visual seperti video dan gambar daripada membaca buku. Padahal, membaca adalah cara paling efektif untuk meningkatkan kosakata, pemahaman, dan kemampuan berpikir kritis.


Rendahnya kemampuan literasi siswa memiliki dampak yang sangat luas. Selain menghambat prestasi belajar siswa di bidang lain, kemampuan literasi yang rendah juga akan menyulitkan siswa dalam bersosialisasi, beradaptasi dengan lingkungan kerja, dan menjadi warga negara yang produktif.


Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan paradigma dalam dunia pendidikan. Sekolah harus lebih menekankan pada pengembangan kemampuan literasi siswa sejak dini. Kegiatan membaca, menulis, dan berdiskusi harus menjadi bagian integral dari proses pembelajaran. Selain itu, guru juga perlu membekali siswa dengan berbagai strategi membaca yang efektif, seperti membaca nyaring, membuat ringkasan, dan mengajukan pertanyaan.


Guru juga bukan hanya menyuruh siswa membaca, namun gurunya malas untuk membaca, menulis dan berpikir. Tentu ini menjadi suatu anomali pendidikan. Bukankah, guru harus menjadi role model siswanya. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.


Peran orang tua juga sangat penting dalam meningkatkan kemampuan literasi anak. Orang tua perlu menyediakan lingkungan yang kondusif untuk membaca di rumah, membacakan cerita untuk anak, dan mengajak anak mengunjungi perpustakaan. Dengan demikian, minat baca anak akan tumbuh sejak usia dini.


Selain itu, pemerintah perlu membuat kebijakan yang mendukung peningkatan kemampuan literasi siswa. Salah satunya adalah dengan menyediakan buku bacaan yang berkualitas dan terjangkau bagi siswa. Pemerintah juga perlu memberikan pelatihan kepada guru agar mereka mampu mengembangkan kemampuan literasi siswa secara efektif.


Peningkatan kemampuan literasi siswa bukanlah tugas yang mudah, tetapi merupakan investasi jangka panjang yang sangat penting. Dengan kemampuan literasi yang baik, siswa akan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan dan menjadi generasi yang cerdas, kreatif, dan kritis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun