Mewujudkan toleransi bukan hanya kepada umat agama lain, tetapi juga pada sesama umat satu agama perlu aksi nyata untuk menciptakan toleransi tersebut. Salah satu contohnya adalah pada amalan yang dianjurkan di bulan Ramadhan yaitu shalat tarawih. Meskipun ada beberapa hadits yang menjelaskan, bahwa shalat tarawih dilaksanakan dirumah. Tetapi ada juga yang menganjurkan dilaksanakan secara berjamaah di Masjid.Â
Di kampung penulis sendiri, pelaksanaan shalat sunat tarawih dilaksanakan di masjid secara berjamaah. Banyak ragam variasi dalam pelaksanaannya, mulai dari jumlah rakaat, bacaan antara tarawih, dan ritme shalatnya. Ketiga perbedaan yang ada di setiap masjid tidak menjadikan perdebatan. Memang waktu jaman dahulu, kalau ada perbedaan jumlah rakaat tarawih. Masyarakat selalu mengkotak-kotakkan atau melabeli masjid tersebut dengan salah satu Ormas islam. Namun seiring bertambahnya pengetahuan dan edukasi dari ulama setempat, hal tersebut sudah sirna.Â
Contohnya saja, di masjid A rakaat tarawihnya 23, sedangkan di masjid B rakaat tarawihnya 11. Ketika ada perbedaan tersebut, masyarakat sudah menebak, bahwa masjid A golongan Nahdliyin dan masjid B golongan Muhammadiah. Sekarang kondisinya sudah berbeda, warga masyarakat tidak mempersoalkan lagi perbedaan rakaat tarawih, semuany sudah saling menghormati. Karena ada argumentasi dan dalil yang soheh sebagai rujukannya. Itulah cerita toleransi umat beragama saat bulan ramadan. Semuanya menjunjung rasa persatuan dan kesatuan. Karena hakikatnya, perbedaan adalah rahmat.Â