Mohon tunggu...
Surya Gunanta
Surya Gunanta Mohon Tunggu... Dosen - Arsitek, Dosen Universitas Pembangunan Jaya

Buruh yang tertarik dengan masalah desain, sosial politik dan ekonomi dalam masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sustainability Dilemma dan Perbedaan Tantangan bagi Negara Maju dan Negara Berkembang

22 Juni 2021   23:35 Diperbarui: 22 Juni 2021   23:35 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi dan beberapa bencana yang kita alami selama awal tahun 2021 membuat kita bertanya seperti apakah masa depan Indonesia dan bumi dalam 10 tahun kedepan? Sampai dengan tengah tahun 2021 kita sudah menyaksikan berbagai musibah dan bencana. Walaupun beberapa bencana diluar kekuasaan kita sebagai manusia seperti gempa bumi, puting beliung namun sebagian lagi merupakan bencana yang terjadi akibat perbuatan kita kepada lingkungan seperti banjir bandang, tanah longsor yang sebenarnya bisa dihindari. Belum lagi Pandemi Covid-19 yang sudah menembus angka 2 Juta kasus sampai dengan bulan Juli 2021 membuat kita semakin bertanya apakah kita sudah melewati keseimbangan dalam ekosistem kita yaitu hubungan kita sebagai manusia dan bumi sebagai rumah tempat kita tinggal.

Sustainability merupakan konsep yang sudah lama didorong dalam setiap aspek kehidupan kita, namun belum berhasil menjadi mainstream dalam kebijakan maupun gaya hidup masyarakat kita. Secara konsep sustainability bisa diartikan memenuhi kebutuhan saat ini tanpa melupakan kemampuan generasi selanjutnya untuk memenuhi kebutuhannya (WCED, 1987). Sustainability memerlukan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial dan tanggung jawab kita kepada lingkungan. 

Sustainability akan tercapai apabila kita menggunakan sumber daya alam dibawah kemampuan dari alam untuk meregenerasi kembali. Hal ini dapat dianalogikan seperti apabila kita mempunyai tabungan di bank dengan nominal Rp.100.000.000,-, cara yang berkelanjutan adalah dengan hidup dengan interest atau bunga dari simpanan yang ada, apabila katakan bunga yang didapat dari simpanan yang ada adalah Rp.3.000.000,-/bulan, adalah bijaksana untuk mempunyai pengeluaran dibawah dari nominal bunga yang didapat agar kita tetap menikmati hasil sampai hari tua dan bahkan anak cucu.

Seperti dengan analogi diatas, kita perlu menggunakan sumber daya alam yang kita punya dengan bijaksana dan selalu memperhatikan kesinambungannya bagi generasi masa depan. Sumber daya alam membuat kita mampu memproduksi lebih banyak bahan makanan, meningkatkan ekonomi melalui produksi yang dihasilkan industri dan menambah jumlah penduduk sampai saat ini. Namun hal yang perlu digarisbawahi adalah kemampuan daya dukung dan daya tampung linkungan terhadap kegiatan manusia. Penulis ingin memfokuskan dua hal yang penting terkait sustainability yaitu populasi dan konsumsi . Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan apabila kita ingin menjaga keberlangsungan bumi bagi generasi mendatang.

Ketika jumlah populasi masih sedikiti bumi masih dengan mudah menghasilkan sumber daya dan menyerap polusi yang dihasilkan manusia, namun ketika pertumbuhan penduduk dunia sudah meledak dimana jumlah penduduk dunia sekitar 7 milyar dan terus bertambah, hal ini menjadi masalah serius bagi keberlangsungan dunia kita. Revolusi Agraria dan Revolusi Industri pada abad 19 dan 20 memungkinkan surplus pada produksi pangan secara global. Permasalahan penduduk ini menjadi lebih parah dikarenakan ketika negara-negara maju sudah relatif stagnan dengan jumlah penduduknya, negara-negara berkembang masih terus mengalami pertambahan penduduk yang significan. 

Pada tahun 1789 Thomas Malthus mempublikasikan tulisannya yang berjudul “An essay on the Principle of Population” yang menjelaskan adanya potensi kolaps apabila jumlah pertambahan penduduk lebih besar dari jumlah pertambahan hasil produksi makanan. Masalahnya meminta pertambahan populasi ini sangat terkait erat dengan kepercayaan, kultur dan nilai suatu masyrakat. Di negeri-negara berkembang, memiliki anak merupakan suatu anugerah yang tidak boleh ditolak, membatasi anak masih dianggap sesuatu yang tabu. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah mendorong keluarga berencana, pendidikan yang lebih baik bagi kaum perempuan, urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Seperti analogi kita memanfaatkan Rp.3.000.000, - dari bunga tabungan untuk membiayai jumlah anak yang lebih banyak.

Apabila masalah populasi menjadi permasalahan yang harus dipecahkan oleh negara-negara berkembang. Konsumsi dilain pihak merupakan permasalahan yang harus ditangani oleh negara-negara maju. Konsumerisme sudah merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dengan budaya negara barat dan negara maju pada umumnya. 

Setelah perang dunia ke-2, budaya konsumerisme makin bertambah pesat seiring ekonomi yang membaik. Yang mengkuatirkan adalah budaya konsumerisme ini terus meningkat seiring bertambahnya waktu. Materialism menjadi bagian integral dari lifestyle gaya hidup orang di negara maju. Konsumsi yang berlebihan atau overconsumption dalam beberapa dekade terakhir secara naif dianggap berperan besar mendorong ekonomi dan meningkatkan kepuasan hidup. Amerika serikat tidak dapat disangkal lagi merupakan pengkonsumsi terbesar sumber daya dunia mulai dari kopi hingga minyak dan gas alam. Hal ini kemudian disusul negara-negara yang ekonominya juga mulai mengungat seperti negara Cina dan Indonesia. 

Satu hal yang pasti, ketika tingkat ekonomi individu membaik, maka tingkat konsumsi juga akan naik yang pada akhirnya membuat kita mengkonsumsi sumber daya yang lebih banyak lagi. Gerakan dematerialisation merupakan salah satu solusi yang dapat diambil untuk mengkonsumsi dengan lebih bijak. Kembali ke analogi ATM, apabila kita memanfaatkan Rp.3.000.000, - dari bunga tabungan untuk membiayai jumlah konsumsi yang terus naik, hal ini tidak dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Solusi bagi keberlangsungan bumi adalah mengurangi pertumbuhan penduduk dan konsumsi kita, namun hal ini tidak akan mudah karena bertentangan dengan budaya dan value dari masyarakat di negara-negara maju maupun berkembang. 

Meminta orang di negara berkembang mengurangi jumlah anaknya akan banyak mendapat tantangan dari berbagai lapisan karena dianggap merupakan hak yang dimiliki oleh setiap keluarga untuk menentukan jumlah anak yang mereka besarkan. Disisi lain, meminta orang di negara maju untuk mengurangi jumlah konsumsi mereka juga akan banyak mendapatkan tantangan karena dianggap itu merupakan hak individu yang tidak boleh dibatasi dan kebebasan individu merupakan hak melekat bagi setiap warga negara termasuk didalam menentukan pola konsumsi mereka. Satu hal yang pasti tidak akan ada perubahan tanpa ada pengorbanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun