Mohon tunggu...
Surya Al Bahar
Surya Al Bahar Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri surabaya

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aktif di organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat Unesa dan PAC. IPNU Kecamatan Glagah. Selain itu, kesehariannya sering menulis puisi, cerpen, dan opini untuk konsumsi sendiri dan aktif di beberapa kelompok diskusi, salah satunya kelompok diskusi Damar Asih. Selain di kompasiana, ia juga sering mengabadikan tulisannya di blog pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hutan, Negara, dan Cara Pandang

14 April 2018   00:00 Diperbarui: 14 April 2018   00:29 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : minangkabaunews

Sebenarnya saya kurang minat menulis ini, secara historis tema yang saya tulis pun tidak ada menarik-menariknya. Tapi perlu diketahui, tulisan ini juga berasal dari budaya yang akan saya jadikan topik pembahasan. Mengenai semerbak budaya yang semakin tinggi di ambang eksistensinya, tidak menutup kemungkinan kendali sosial secara pribadi sangat dibutuhkan perihal budaya rasa ingin tahu sangat tinggi di kalangan masyarakat.

Terutama rakyat yang kurang bisa memahami sejarah keadaan masalah besar yang ditimpanya. Kemudian dengan apa mereka bisa mengatasi itu semua, mengerti itu semua. Budaya kaget merupakan budaya yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat, kaget atau mengagetkan adalah suatu budaya yang tidak mungkin juga bisa timbul dengan sendirinya.

Ada indikator masalah yang bisa menyebabkan keadaan orang bisa kaget, entah itu orangnya memang kagetan, kagetan dalam artian latah, atau orang itu ingin menjadi manusia yang segalanya tahu, dengan ketidaktahuan dia tidak bisa tidur dan bercerita. Setelah dia tahu, kemudian di post ke rana sosial yang lebih luas, sambil diberi dukungan berupa caption yang melihatkan tingkat keintelektualannya yang menawan.

Berapapun tingkat keintelektulan seseorang tidak bisa menyelesaikan suatu keadaan tatanan sosial masyarakat yang ada di Negara ini, kecuali dia yang memang mempunyai suatu peran kendali yang sangat besar di dalamnya. Memang tidak bisa dihindari masalah tersebut, kita terlalu banyak tergopoh-gopoh menelan sesuatu yang tidak bisa kita jangkau, sedangkan di sekililing yang sebenarnya lebih membutuhkan peran sadar kita, justru timbul rasa acuh tak acuh, seakan-akan masalah itu tidak seberapa penting bagi kita. 

Kesadaran seperti itu cukup memalingkan apa yang ada, kesadaran merasa lebih kecil dari pada ego. Kesadaran harus bisa menimbulkan kepekaan yang tinggi, sangat tidak mungkin, sadar terlalu jauh berpijak, sedang di dekat masih ada yang membutuhkan sikap kesadaranmu.

Demikian pandangan terhadap suatu yang belum jelas, terkadang dari segi kualitas masalah bisa menjadi pertimbangan, tapi apakah dengan pertimbangan tersebut orang bisa lebih bermakana terhadap kondisi sosial di sekitarnya. Budaya kaget sudah seperti hal yang tidak asing di kalangan aktivis-aktivis sosial yang menjalankan perannya.

Menurut sudut pandang jauh rendahnya, apabila yang jauh sulit ditembus, kenapa tidak memilih yang terdekat, jika dilihat dari segi tatanan rakyatnya, baik itu ekonomi, sosial, kultur, adat, budaya dan lain sebagainya. Jadi jangan sampai heran, kalau para aktivis yang sudah melalang buana ke jauh mata tak terpandang, jika kembali, dia akan merasa heran dan merasa asing di habitatnya asal.

Jika mengacu pada teori hewan hutan, sudah sering kita ketahui hutan merupakan tempat yang paling luas dan sangat tak terbatas. Sebab yang membatasi hanya para mereka yang mempunyai wewenang atas wilayahnya sendiri. Habitat mereka para hewan dijaga agar tidak mengalami pergeseran, suapaya bisa berhenti stagnan pada kondisi semula saat dia membangun wilayahnya sendiri.

Maka tidak jarang habitat menjadi barang perebutan dan kekuasaan, siapa yang kuat, dia yang memiliki wilayah yang luas, dan cenderung agresif ketika ada hewan lain berusaha masuk di wilayahnya. Maka kita butuhkan sebenarnya sifat keagresifan tersebut kepada pihak-pihak atau oknum-oknum yang berusaha merebut wilayah kekuasaan.

Kita sebagai makhluk yang diberi amanah untuk menjaga Negara ini dengan kekuatan yang sudah dianugerahi Allah untuk selalu berpikir kalau terlihat mengancam, maka kita harus bisa waspada. Lain lagi dengan kehidupan semut dan burung, semut bisa berjalan kemana saja yang ia mampu, hanya saja tempat tinggal aslinya mereka pada sebuah lubang kecil di tanah, tetapi untuk berjelajah keman saja mereka bisa dengan kebebasan ukuran badannya yang kecil.

Bahkan burung pun bisa seperti itu, dia bisa terbang jauh setinggi-tingginya sesuai dengan batas yang ia punya, dia bisa melihat keadaan di sekelilingnya, di bawahnya dengan mata yang bebas. Tentu semau itu sesuai dengan kehendak yang diberikan Allah pada wilayahnya masing-masing. Tidak ada identitas yang dibuat-buat oleh mereka, kecuali habitat tempat mereka hidup pada segi pembatas kehidupannya dari eksternal komunikasinya dengan hewan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun