Mohon tunggu...
Surya Al Bahar
Surya Al Bahar Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri surabaya

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aktif di organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat Unesa dan PAC. IPNU Kecamatan Glagah. Selain itu, kesehariannya sering menulis puisi, cerpen, dan opini untuk konsumsi sendiri dan aktif di beberapa kelompok diskusi, salah satunya kelompok diskusi Damar Asih. Selain di kompasiana, ia juga sering mengabadikan tulisannya di blog pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Perempuan Penyimpan Hutang

11 Oktober 2017   23:59 Diperbarui: 12 Oktober 2017   01:33 1663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan kemudian dia datang kembali kepadaku. Dengan wajah yang muram dia meghampiriku. Aku sudah tidak mau tau dengannya. Aku kunci semua pintu kamarku. Aku tidak mengharap kedatangannya, aku tidak menginginkan kehadirannya. Tapi dia tetap saja mnyelinap ke rumahku.

"Sar Sar Sari, keluarlah ..!!! aku ingin berbicara kepadamu." Suara panggilan Pak Dayat yang keras sambil menggedor-nggedor pintu kamarku.

Tapi aku tidak mau keluar, antara takut dan bimbang. Tiba-tiba dia mendobrak pintu kamarku dengan sekencang-kencangnya.

"Ngapain kamu tidak membuka pintu" Tanya Pak Dayat

"Mending Bapak pergi, aku tidak ingin mengharapkan kehadiran bapak" Pintaku kepadanya.

"Aku tidak akan pergi Sar, aku terkena herpes, mungkin dirimu juga terkena. Karena wanita terakhir yang aku setubuhi hanya dirimu. Istriku tidak ada di rumah. Dia pergi keluar negeri" Pengakuan yang diberikan oleh Pak Dayat.

Aku mendengar kabar tersebut hatiku sangat sedih. Kalau dia terkena penyakit herpes, otomatis aku juga terkena. Sumber dari segala penyakit bersumber dari tubuhku. Secara otomatis aku tidak bisa menjual cintaku. Aku tidak bisa menawarkan cintaku. Cintaku hilang melayang tanpa harapan. Jangankan harapan. Aku bekerja seperti ini juga tidak ada yang bisa aku harapkan. Semua kehidupanku tanpa harapan. Sebab aku tau, harapan adalah bukan kepastian. Tuhan pengatur kehidupnku. Bukan kita yang menciptakan etika, melainkan masyarakat sosial yang memunculkan opini tersebut.

Sekian cinta yang aku berikan kepada mereka. Aku tidak mau menebar benih penyakit di negara ini. Biar para penggawa-penggawa saja yang mampu mengendalikan penyakit berfikir kepada masyarakat dan rakyat-rakyatnya. Aku jujur pada diriku sendiri dan Tuhan. Dari pada mereka yang tak bisa berfikir untuk kejujuran atas posisinya.

Herpez adalah kenikmatan untukku. Tuhan masih sayang kepadaku. Kalau bisa herpez yang aku derita ini bisa tersebar ke pejabat-pejabat yang ada di Jakarta. Yang aku inginkan hanya satu. Biar mereka paham akan kesadaran yang sudah diberikan Tuhan kepadanya. Mungkin juga herpez yang aku alami ini adalah hutangku pada Tuhan. Sudah sekian lama aku meninggalkan sisi manusiaku. Ini saatnya aku menabung penyakit kepadanya. Perihal penyakit Kata orang adalah penghilang dosa.

 

11 OKTOBER 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun