Ada 2 orang yang sedang berdoa, sepasang tangan yang sedang saling melipat dan dua buah mulut yang komat kamit mengeluarkan keluh kesah.
Yang pertama adalah seorang perempuan, dengan hati yang gelisah dan mata serta lubang hidung yang mulai basah. Ia membawa luka yang bersembunyi jauh di relung hatinya. Tuhan melihat, namun Ia memilih pura-pura buta. Bukan, bukan karena Ia tidak mengasihinya, namun Ia hanya ingin anaknya itu mengakui dirinya apa adanya di hadapanNya.
Perempuan itu mengawali doanya dengan kata Bapa.... bla blaa bla bla... hingga akhirnya tangisnya makin menjadi jadi, menghimpit dadanya menjadi sesak hingga sulit berbicara.
Ia bertanya kenapa orang orang yang dikasihinya selalu meninggalkannya. Mulai dari ibunya, kakaknya, si boli anjing kesayangannya, hingga kekasihnya. Membuatnya menjadi penakut, hingga kehilangan gambar dirinya.
Batinnya mulai bertanya seberapa buruk dirinya hingga orang selalu meninggalkannya. Apakah ia tidak pantas dikasihi ? Apa ia buruk dan berdosa sekali sehingga Tuhan menghukumnya dengan kehilangan ?
Ia meminta kepada Tuhan agar Ia mau membuatnya menjadi lupa. Lupa akan segala hal yang menyakitinya, lupa dengan orang orang yang meninggalkannya, lupa sakitnya ditinggalkan, hingga ia mampu melupakan segala rasa sakit yang mengganjal di dadanya.
Di ujung yang lain, seorang pria paruh baya dengan baju lusuh dan kondisi badan yang jauh dari kata terawat melipat kedua tangannya.
Tidak ada yang diingatnya. Ia tidak tahu kenapa bajunya hitam legam, ia  tahu siapa namanya, dimana ia tinggal, asal usulnya, dan ia tidak tahu dimana ia berada.
Ia tidak tahu rasanya ditinggalkan, tidak tahu mana asin dan manis, tidak tahu apa itu luka yang tidak kelihatan, yang ia tahu hanya bagaimana mengisi perutnya ketika lapar, dan Tuhan bersamanya walaupun ia sering mencari celingak-celinguk mencari apakah Tuhan selalu di sampingnya seperti yang dikatakan seseorang yang selalu memberinya makan.
Setelah melipat tangannya ia lalu mulai berucap... "aaaa..uu.. au.. au..uuu.."
"hahaha.."
"haha.."