Mohon tunggu...
Surtan Siahaan
Surtan Siahaan Mohon Tunggu... Penulis -

Berbahagialah orang yang tidak sukses, selama mereka tidak punya beban. Bagi yang memberhalakan kesuksesan, tapi gagal, boleh ditunggu di lapangan parkir: siapa tahu meloncat dari lantai 20. -Seno Gumira Ajidarma-

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Aplikasi Pemesanan Makanan Online, Bumbu Pahit Bisnis Kuliner

31 Maret 2018   15:22 Diperbarui: 2 April 2018   21:02 7206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: upserve.com

Berdasarkan riset kecil-kecilan yang saya lakukan di internet, terungkap jika GO-JEK memungut 20% dari total transaksi yang sukses dilakukan mitra, sedangkan Uber memungut 30% agar mitra bisnisnya bisa menikmati layanan pesan antar makanan. 

Untuk Uber tidak perlu disebutkan di sini karena layanannya juga sudah tidak ada.

Contoh sederhanannya seperti ini: Restoran Ayam Goreng A memberi harga Rp 10.000 untuk 1 paket nasi ayam goreng. Aplikasi delivery kemudian akan memungut Rp 2.000-Rp 3.000 dari setiap pembelian paket nasi ayam.

Aplikasi juga memiliki kuasa penuh menaikkan harga. Yang bikin heran, uang yang diterima mitra tetap sama. Dan, saat perusahaan aplikasi rajin memberikan free delivery sebagai buntut perang tarif dengan kompetitornya, mitra tetap kena charge 20%-30% dari total transaksi. 

Artinya seluruh beban ditumpangkan ke pundak mitra. Posisi tawar mitra untuk melakukan negosiasi pun nyaris tidak ada.

Namun, masalah sebenarnya adalah margin keuntungan. Asal tahu saja, bisnis kuliner adalah bisnis dengan margin keuntungan tipis. Restoran raksasa seperti McDonald saja hanya bisa meraup keuntungan bersih sebesar 22% pada tahun 2017 lalu. 

Sedangkan margin untuk kedai kaki lima dan restoran mewah jauh lebih kecil lagi. Rata-rata keuntungan bersihnya hanya sekitar 5% hingga 10% dari omzet.

Berdasarkan kalkulasi di atas, pengusaha kuliner akan terus kehilangan laba jika masih bermitra dengan perusahaan aplikasi. Bukan tidak mungkin pula, kondisi ini akan membawa mitra aplikasi ke tubir kebangkrutan.

Penyedia aplikasi sendiri memiliki argumen mengenai keuntungan jangka panjang yang diperoleh jika bekerja sama dengan mereka. Pada awal-awal kerja sama, kebanyakan mitra memang semringah lantaran penjualan meningkat. 

GO-JEK bahkan mengklaim, mitra mengalami kenaikan transaksi rata-rata 3 kali lipat sejak bergabung dengan GO-Food.

Tapi kenyataannya, semakin lama usia kemitraan, semakin banyak keuntungan mitra yang berpindah ke rekening aplikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun