Indonesia dikenal sebagai Negara Maritim dengan garis pantai lebih dari 108 ribu kilometer, perairan luas, dan kekayaan hayati laut yang melimpah. Ironisnya, di tengah limpahan sumber daya itu, tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih belum sebanding dengan potensinya. Padahal, ikan bukan hanya sumber protein berkualitas tinggi, tetapi juga kaya omega-3, vitamin D, dan mineral penting yang berperan besar mendukung kecerdasan dan kesehatan tubuh.
Potensi laut Indonesia sejatinya bisa menjadi solusi nyata atas tantangan ketahanan pangan dan gizi Nasional. Namun, kesenjangan antara tingginya produksi ikan dan belum maksimalnya konsumsi masyarakat menunjukkan bahwa ada persoalan hulu dan hilir, mulai dari kesadaran gizi, distribusi, hingga infrastruktur pascapanen yang belum merata.
Tren Konsumsi Ikan: Naik Tapi Belum Maksimal
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, konsumsi ikan Nasional pada tahun 2024 mencapai 58,91 kilogram perkapita per tahun, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar 57,03 kilogram. Peningkatan ini memang konsisten, tetapi belum cukup impresif jika dibandingkan dengan Negara tetangga seperti Malaysia atau Jepang yang konsumsi ikannya sudah diatas 70 kilogram perkapita per tahun. Artinya, ruang untuk tumbuh masih besar, apalagi jika kita melihat potensi produksi laut dan perikanan darat Indonesia yang terus meningkat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperkuat gambaran itu. Hingga September 2024, konsumsi kalori dari ikan rata-rata mencapai 55,86 kkal perkapita per hari, dengan kontribusi protein sebesar 9,38 gram perkapita per hari. Angka ini justru sedikit menurun dibanding 2023, yang berarti peningkatan konsumsi belum merata di seluruh wilayah. Daerah pesisir, yang memiliki akses langsung ke laut, mencatat konsumsi diatas rata-rata Nasional, sementara daerah non pesisir masih tertinggal.
Produksi Besar, Tapi Distribusi Jadi Tantangan
Dari sisi produksi, Indonesia tergolong raksasa dunia dalam sektor perikanan. Berdasarkan data BPS 2024, total produksi perikanan Nasional mencapai sekitar 17 juta ton per tahun, terdiri atas 9,75 juta ton hasil budidaya dan 7,3 juta ton hasil tangkap. Artinya, pasokan ikan sebenarnya sangat berlimpah.
Namun, kelimpahan di laut tak selalu berarti ketersediaan di darat. Masalah klasiknya ada pada rantai pasok. Di banyak wilayah pedalaman, ikan segar sulit dijangkau karena keterbatasan fasilitas penyimpanan dingin (cold storage) dan transportasi berpendingin. Akibatnya, harga ikan di daerah non pesisir bisa dua kali lipat dibandingkan kota pelabuhan.
Lebih dari Sekedar Gizi: Persoalan Sosial dan Budaya
Rendahnya konsumsi ikan di Indonesia tidak semata karena masalah distribusi atau harga, tetapi juga faktor sosial dan kultural. Di sebagian masyarakat, masih berkembang mitos bahwa ikan bisa menyebabkan penyakit kulit pada anak, atau dianggap makanan kurang bergengsi dibanding daging ayam dan sapi.