Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Masa Kecil yang Membahagiakan

22 September 2021   15:46 Diperbarui: 22 September 2021   15:50 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MEREKA sedang asyik makan mangga ketika saya menghampirinya. Mangga diambilnya tidak jauh dari sungai. Dibiarkannya terhampar di tanah. Siapa pun bisa mengambilnya. Mereka melingkar mengkerumuni sambal. Sambal sachet dibiarkan tanpa alas di atas semen pinggir sungai. Tangan-tangan mungilnya dijulurkan demi menyatukan rasa sambal dan mangga.

Terlihat tak ada satu pun yang risih. Mereka menerima saya tanpa tanya. Tanpa kecurigaan, layaknya orang kota pada umumnya. Sekumpulan anak kecil ini berasal dari dusun Nanga Doro, Desa Hu'u, Kecamatan Hu'u, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu-NTB. 

Sebuah kampung yang bersua langsung dengan bibir Samudra Hindia. Mereka menyambut orang lain dengan penuh persaudaraan. Mereka mengajak. Saya pun ikut nimbrung. Makan bersama sembari melepas tanya. Salah seorang menjawab. Mereka datang untuk mandi di sungai. Sungai serupa danau.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Musim hujan masih menghitung bulan. Tapi air dari gunung terus mengalir, lalu mengendap serupa danau. Air ini cukup penting bagi areal persawahan sekitar sungai ini. Bahkan juga untuk minum ternak yang melintas. 

Rumah bagi ikan dan beberapa mahluk hidup yang tak kasat mata. Ketika beberapa aliran sungai mengering, tidak dengan sungai ini. Menurut informasi, air dari arah gunung ini menjadi kebutuhan yang urgen bagi masyarakat setempat yang dialiri dengan pipa-pipa panjang hingga ke perkampungan. Dan anak-anak ini juga ikut merasakan kesegaran air ini.

Sebelum mandi, mereka memutuskan makan mangga terlebih dahulu. Mereka menikmati hari di bawah terik matahari. Tak seberapa lama, satu persatu melepas baju dan celana lalu meloncat ke dalam air. Anak-anak ini begitu riang. 

Di dalam air, beberapa menaiki rakit yang terbuat dari papan. Salah seorang meloncat dengan riang di atas gundukan batu. Sementara yang lain menyelam dan usil satu sama lain. Mereka nampak bahagia. Tidak soal, airnya berkeruh.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Sesekali berteriak kencang. Mereka begitu menikmatinya. Ketika saya arahkan kamera handphone, mereka semakin bertingkah. Bahkan ada yang bergaya rock and roll dengan tiga jari yang menonjol. Mengangkatnya ke udara, sambil mengajak temannya untuk bergaya yang sama.

Potret anak-anak kampung di selatan kabupaten Dompu-NTB ini mengingatkan saya ketika di usia yang sama. Kala itu, ketika game belum menjamur, teve hitam putih masih langka, dan handphone masih di dalam imajinasi, sungai, gunung, laut dan sawah adalah tempat bermain yang indah. Berkelompok adalah hari-hari yang selalu mewarnai kami. 

Tak ada tontonan konser Dewa-19, apa lagi acara gossip ala artis yang sedang bercerai. Bahkan tidak ada perdebatan politisi busuk yang tertangkap Ka pe Ka.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Sukardin
Dokpri. Sukardin
Nampaknya masa kanak-kanak, masa yang paling indah. Seolah hidup tanpa beban. Jika tak ada uang belanja, cukup merengek ke ibu. Jika tidak di kasih, maka bisa menangis sejadi-jadinya di tanah, sambil tendang tembok rumah hingga roboh. Ibu kadang marah, hingga mengeluarkan sumpah serapah. 

Jika belum berhenti menangis, ibu biasanya mengancam sambil mencari kayu bakar untuk memukul. Jika begitu, biasanya ambil langkah seribu sambil membawa lari tangisan yang belum tuntas.

Saya bersyukur pernah merasakan dunia anak-anak seperti yang terlihat hari ini Senin, 20 September 2021. Seiring majunya teknologi lalu merambah ke desa, saya kira pengalaman masa kecil saya dulu sudah terkubur bersama lajunya waktu. 

Ternyata anggapan saya keliru. Sekumpulan anak kecil di hadapan saya ini, ternyata menyimpan perlawanan terhadap pola hidup seperti anak perkotaan yang dididik secara individual sejak kecil. 

Anak-anak di perkotaan umumnya sangat terbatas interaksinya. Biasanya mereka berkawan dengan lingkungan keluarganya, kompleksnya, bahkan ada pula yang se-kasta dengannya.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. 
Dokpri. 
Tapi tidak dengan anak yang tinggal di kampung. Dalam berteman, semua egaliter. Semua di pandang sama. Bermain bersama dan sama-sama bermain. Tak ada jarak satu sama lain. Dan permainan selalu dengan cara kolektif. 

Hampir sulit ditemukan permainan anak-anak kampung yang individual. Bisa disebutkan, permainan klereng (gundul), petak umpet, bola bekel, loncat karet, congklak, egrang, gobak sodor, engklek dll.

Kenapa saya bisa ada di sini? Ya, kebetulan saya punya urusan pekerjaan. Saya sedang mensurvei lokasi. Menyaksikan langsung. Mencatat, lalu membuat laporan. Pekerjaan yang membuat saya merasa bebas menyapa semesta. Udara bebas bisa dihirup kapan saja. Saya pun bisa menyaksikan lukisan ilahi. Mengaguminya, lalu membuat barisan aksara sebagai pengingat.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Sebelum benar-benar  beranjak, saya sempat mendokumentasikan anak-anak ini. Ketika saya mengajak, mereka dengan malu-malu mengiyakan. Tapi, gesturnya terlihat mengizinkan. Jadilah foto ini sebagai kenangan saya dengan mereka. Kelak, saya meyakini bahwa dokumentasi ini akan bernilai historis.

Pada anak-anak ini saya harus mengucapkan terimakasih. Terimakasih atas kesediannya diajak berfoto. Terimakasih pula telah mengingatkan saya pada masa-masa seperti mereka. 

Dalam perjalanan menuju lokasi tujuan, saya merapalkan doa, semoga yang kuasa menghadiahkan kesuksesan pada anak-anak ini. Agar dunia tahu, bahwa kesuksesan bukan hegemoni kelompok tertentu yang bersimbah harta. Tapi hak semua umat manusia, termasuk mereka yang mendiami tanah selatan Bumi Nggahi Rawi Pahu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun