Jika belum berhenti menangis, ibu biasanya mengancam sambil mencari kayu bakar untuk memukul. Jika begitu, biasanya ambil langkah seribu sambil membawa lari tangisan yang belum tuntas.
Saya bersyukur pernah merasakan dunia anak-anak seperti yang terlihat hari ini Senin, 20 September 2021. Seiring majunya teknologi lalu merambah ke desa, saya kira pengalaman masa kecil saya dulu sudah terkubur bersama lajunya waktu.Â
Ternyata anggapan saya keliru. Sekumpulan anak kecil di hadapan saya ini, ternyata menyimpan perlawanan terhadap pola hidup seperti anak perkotaan yang dididik secara individual sejak kecil.Â
Anak-anak di perkotaan umumnya sangat terbatas interaksinya. Biasanya mereka berkawan dengan lingkungan keluarganya, kompleksnya, bahkan ada pula yang se-kasta dengannya.
Tapi tidak dengan anak yang tinggal di kampung. Dalam berteman, semua egaliter. Semua di pandang sama. Bermain bersama dan sama-sama bermain. Tak ada jarak satu sama lain. Dan permainan selalu dengan cara kolektif.Â
Hampir sulit ditemukan permainan anak-anak kampung yang individual. Bisa disebutkan, permainan klereng (gundul), petak umpet, bola bekel, loncat karet, congklak, egrang, gobak sodor, engklek dll.
Kenapa saya bisa ada di sini? Ya, kebetulan saya punya urusan pekerjaan. Saya sedang mensurvei lokasi. Menyaksikan langsung. Mencatat, lalu membuat laporan. Pekerjaan yang membuat saya merasa bebas menyapa semesta. Udara bebas bisa dihirup kapan saja. Saya pun bisa menyaksikan lukisan ilahi. Mengaguminya, lalu membuat barisan aksara sebagai pengingat.
Sebelum benar-benar  beranjak, saya sempat mendokumentasikan anak-anak ini. Ketika saya mengajak, mereka dengan malu-malu mengiyakan. Tapi, gesturnya terlihat mengizinkan. Jadilah foto ini sebagai kenangan saya dengan mereka. Kelak, saya meyakini bahwa dokumentasi ini akan bernilai historis.
Pada anak-anak ini saya harus mengucapkan terimakasih. Terimakasih atas kesediannya diajak berfoto. Terimakasih pula telah mengingatkan saya pada masa-masa seperti mereka.Â
Dalam perjalanan menuju lokasi tujuan, saya merapalkan doa, semoga yang kuasa menghadiahkan kesuksesan pada anak-anak ini. Agar dunia tahu, bahwa kesuksesan bukan hegemoni kelompok tertentu yang bersimbah harta. Tapi hak semua umat manusia, termasuk mereka yang mendiami tanah selatan Bumi Nggahi Rawi Pahu ini.