Dalam satu kunjungan ke kota Bima, saya berkesempatan menikmati pemandangan wisata alam 'jurang jiwa' di desa Ntori, kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Sinen, 14 Juli 2021.
Perjalanan kali ini saya bersama Pak Jeff, Bang Syarif dan Dient sebagai driver. Dari kampung halaman, desa Daha, kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, kami menempuh perjalanan kurang lebih dua jam dengan mobil Hilux menuju tempat tujuan.Â
Selama perjalanan, ada banyak yang kami saksikan, mulai dari deretan rumah warga di perbatasan kabupaten yang berada kaki gunung, hingga lapak-lapak yang berjejer di sepanjang jalan. Yang dijual adalah hasil kebun, berupa pisang, jagung dan buah mangga.
Terlihat perahu lalu lalang membela lautan, pulau kambing berdiri menantang langit, serta desiran angin laut yang manja begitu terasa.
Mata saya tidak berhenti melepas pandang ke seluruh penjuru arah. Pasalnya, saya menyimpan kenangan di kota ini. Kaki saya pernah berpijak dan satu tahun merasakan denyut kota Bima 2005 silam.Â
Tinggal di kelurahan Jatiwangi memudahkan saya menyambangi beberapa objek wisata dan pertokoan kota. Terlebih kala sore menyapa, warga kota akan berkerumun di beberapa titik, termasuk di bekas istana kesultanan Bima (Asi Mbojo).
Kini, saya kembali berpijak di kota ini dalam misi yang berbeda. Bang Syarif sahabat seperjalanan kami juga memiliki kenangan di kota ini. Bahkan ia mengenal dan bersahabat  baik dengan beberapa komunitas yang ada di kota ujung pulau Sumbawa ini.Â
Bahkan kunjungan kami kali ini bertemu dengan beberapa sahabat bang Syarif yang menyediakan bibit pohon. Salah satu sahabat baiknya adalah Rajmin ketua Bedi community yang mengelolah destinasi wisata 'Jurang Jiwa' di Desa Ntori.
Kami bertemu dengan Reza demikian dirinya biasa di sapa di salah satu POM bensin. Beberapa saat ia berbincang dengan bang Syarif di pinggir jalan. Selang beberapa menit mereka berdua manaiki mobil.Â
Ternyata Reza membawa kami di tempat destinasi wisata 'jurang jiwa' yang ada tak jauh dari kota. Destinasi wisata alam 'jurang jiwa' berada di atas gunung. Jalan menuju ke lokasi tersebut memang sudah diaspal licin, walau di beberapa titik sedang diperbaiki karena terjadi longsoran.
Di kanan jalan, jurang terlihat menganga, sementara di sebelahnya tebing dengan pohon-pohon yang masih asri di pandang. Jalannya benar-benar menguji adrenaline bagi orang baru seperti saya. Sangat menantang.Tapi cukup memberi sensasi.
Di kelokan jalan saat menantang tanjakan, terlihat spanduk dan beberapa anak muda sedang berbincang santai di pinggir jalan. Di antaranya menenteng camera merek canon.Â
Sesaat kemudian Reza yang bersama kami menginstruksikan agar mobil berhenti di pinggir. Setelah berhenti, satu persatu kami turun dari mobil. Kami bergegas dan disambut dengan senyum sumringah dari kawan-kawan Bedi community.Â
Komunitas Bedi community diketui oleh Reza sendiri, dan beberapa temannya mengelolah destinasi wisata 'jurang jiwa' dengan cara swadaya.Â
Mereka anak-anak muda yang kreatif, penuh dengan inovatif. Itu kami ketahui setelah berbincang sembari menyeruput kopi hitam di kedai yang di kelola oleh Bedi community.
Mereka tidak suka memuji para pengambil kebijakan agar mendapatkan belas kasih supaya ada perhatian. Anak-anak muda yang tergabung dalam Bedi community adalah anak muda yang mampu membaca peluang dengan cara membangun spot foto yang bisa mendapatkan penghasilan. Mereka kelola sendiri, dengan caranya sendiri. Dan bang Syarif adalah salah satu penggagas adanya destinasi wisata 'jurang jiwa' ini.
Setelah berbincang, kami lalu memutuskan foto bersama di salah satu spot yang paling favorit dan diminati pengunjung.Â
Semua spot dibuat dari bahan kayu dan bambu. Lalu tian tunggalnya memanfaatkan pohon hidup di bawah jurang. Mereka membuat kreasi, ada yang berupa perahu, jari-jari manusia dan ada pula berbentuk bintang.
Semua spot foto ini menampilkan view yang sama. Gugusan pegunungan, persawahan membentang luas, rumah penduduk serta teluk Bima dengan kapal yang bersandar tenang di pelabuhan.Â
Temaram senja di ujung barat menampilkan mega-mega memanjakan. Pemandangannya benar-benar membuat setiap pengunjung  berdecak kagum.
Selain itu, di momen ini, kami disambut begitu baik oleh Reza dan kawan-kawannya. Kami pun saling menukar ide tentang wisata. Saya sendiri kagum akan keteguhan dan kesabaran mereka mengelola destinasi wisata 'jurang jiwa' yang berangkat dari patungan para anggotanya.
Ketika anak muda lain disibukan dengan demontrasi dan menuntut keadilan di kantor-kantor pemerintahan. Justru anak muda di Bedi community berbuat sesuatu bagi pengembangan wisata di kabupaten Bima. Mereka anak-anak muda yang memberi jawaban atas persoalan pengangguran dengan membuka lapangan pekerjaan.Â
Dan mereka seolah menampar wajah para aktifis yang seolah mengerti tentang pariwisata tanpa pernah action sedikit pun.Â
Anak muda Bedi community secara tidak langsumg memberikan contoh bagi pemuda lain agar lebih banyak bertindak tanpa sekedar bergumul dengan konsep dan teori yang tak berkesudahan di kampus-kampus.
Kini tempat tersebut sudah menjadi sumber penghasilan tetap bagi anak-anak muda kreatif ini. Pada mereka saya salut. Kagum dan sangat menginspirasi.
Dalam perjalanan pulang, saya hanya melangitkan doa, semoga bisa kembali ke wisata alam 'jurang jiwa' dan bersua dengan kumpulan pemuda baik hati di Bedi community.Â
Mereka menginspirasi kami agar kelak bisa melakukan hal yang sama di tempat kami berdomisili. Dan kami pun berharap, semoga 'jurang jiwa' menjadi destinasi wisata alam yang akan banyak digemari dan mendapatkan kunjungan wisatawan, baik domestik terlebih mancanegara. Semoga
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI