Mungkin Fadli Zon tidak pernah diinjak oleh sepatu laras panjang dan semburan water canon dari aparat. Â Saya bersepakat demontrasi bukan jalan satu-satunya untuk menyampaikan gagasan atau kritikan kepada penguasa yang lalim. Namun kalau menengok kembali sejarah, hampir perjuangan di belahan Negara manapun di dunia ini, umumnya dengan jalan 'kekerasan' yang kawan Andi Fardian sebut Anarkis.Â
Saya tidak tau apakah saudara mengerti dan memahami kata ANARKIS yang saudara tulis. Memang demontrasi tidak selamanya menggunakan kekerasan atau anarkis. Tetapi saya belum pernah membaca buku-buku sejarah (karena saya orang sejarah) yang menjelaskan bahwa demontrasi dengan adem ayem, santun, dengan bernyanyi menghibur penguasa, lalu penguasa dengan rela ke kuasaanya diserahkan ke pihak lain, atau paling tidak merubah kebijakannya. Mungkin saudara Andi Fardian bisa menunjukkan bukti kepada semua orang, bahwa ada penguasa seperti  yang saudara maksud dalam tulisannya.
Saudara Andi Fardian, mungkin masih ingat beberapa bulan yang lalu ketika BEM Se-Nusantara di undang oleh Jokowi untuk hadir di istana Negara untuk mendiskusikan tentang kondisi kebangsaan saat ini. Memang ada yang tidak hadir seperti BEM-BEM mahasiswa seperti di Makassar.
Namun adakah perubahan kebijakan yang bisa rakyat rasakan sampai saat ini dengan hadirnya kawan-kawan BEM yang lain ketika itu. Saya kira tidak saudara Andi Fardian. Saya ingin kembali mengingatkan  saudara Andi Fardian untuk sedikit belajar dari sejarah, bahwa Konferensi Meja Bunda (langka diplomasi) 1949 dilaksanakan di Belanda, setelah perjuangan berdarah-darah dari rakyat Indonesia ketika itu. Logikanya harus terbalik saudara Andi Fardian, perjuangan penuh pengorbanan dulu baru diplomasi.Â
Tidak ada diplomasi terlebih dahulu baru perjuangan dan pengorbanan seperti demontrasi mahasiswa yang saudara Andi Fardian komentari dalam tulisannya.  Oleh karena itu, saya sedikit mencurigai bahwa saudara Andi Fardian juga tidak pernah turun kejalan seperti mahasiswa lain atau bahkan tidak  pernah mendapatkan semberun air dari mobil water canon sehingga dengan mudah saudara menjustifikasi dengan gagasan yang maaf kalau saya bilang serampangan.Â
Bukankah demokrasi yang sekarang ini kita bisa nikmati adalah buah dari perjuangan mahasiswa yang telah berdarah-darah ketika itu. Tentu bukan dengan adem ayem atau dengan cara kesantunan seperti yang saudara Andi Fardian tulis. Walau di sadari bahwa demokrasi hari ini belumlah sepenuhnya memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia.
Namun patut di syukuri bahwa kita tidak lagi dibungkam dan di pasung karena kebebasan berpendapat oleh rezim yang sedang berkuasa.
Mengenai Senior
Mengenai senior saya kira saudara Andi Fardian terlalu menjustifikasi bahwa semua senior kampus seperti saudara maksud. Mungkin saya sedikit menyarangkan kepada saudara Andi Fardian untuk menonton video  Anies Baswedan baru-baru ini di Youtube. Beliau menjelaskan bahwa mahasiswa baru tidak hanya diharuskan hanya untuk kuliah baik-baik saja seperti saudara Andi Fardian maksud.
Tapi mereka juga harus berorganisasi untuk memantapkan mentalnya untuk menjadi pribadi yang berguna ketika mereka selesai kuliah nanti. Tidak hanya bagi dirinya sendiri namun bermanfaat bagi orang-orang di sekitar tempat tinggalnya. Di organisasi baik HMJ, BEM, MAPERWA, DEMA, PKM dan organisasi internal kampus maupun eksternal tentu mereka akan dididik oleh seniornya.
 Jadi mengabaikan senior seperti yang saudara maksud, mungkin terlalu naf mahasiswa akan mengenal kehidupan kampus dengan baik, terkecuali yang bersangkutan memiliki pengalaman berorganisasi sebelum masuk kampus.