Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Lestari Alam Pedesaan di Kecamatan Woha Kabupaten Bima

1 September 2020   19:14 Diperbarui: 2 September 2020   16:39 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Perkampungan di Kecamatan Woha Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat,

Di kalangan akademisi, cukup sering memperbincangkan mengenai desa dan kota, terlebih sisi perbedaan keduanya. Tidak hanya perbedaan faktor karakter manusianya, tetapi juga kondisi alamnya. 

Bahwa desa masih di lihat asri, lestari, alami bahkan desa di pandang satu lanskap kehidupan yang masih bersanding dengan alam sekitar. Sehingga seseorang yang pernah lahir dan besar di desa, lalu tiba-tiba berada di lingkungan perkotaan, maka tidak heran suatu ketika ia akan merindukan suasana pedesaan.

Pandangan di atas, adalah secuil deskripsi tentang suasana pedesaan. 

Ketika hari ini, Selasa 1 September 2020 berada di perbukitan di bagian barat desa Tenga, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat, saya berdecak kagum dengan hamparan persawahan, deretan kampung di kaki gunung, serta aktivitas warga yang sedang sibuk menyemprot tanaman, mengairi persawahan dan menyangkul areal bedekan untuk tanaman bawang merah.

Dokpri. Desa Tenga, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima
Dokpri. Desa Tenga, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima
Di atas bukit, ada kedamaian yang terasa menggelayut dalam pikiran. Hati terasa tentram. Lukisan ilahi begitu indah nan mempesona. Saya diam sejenak sambil bersandar di salah satu tebing. 

Pandangan masih dilemparkan ke semua arah. Gunung yang menjulang tinggi di bagian timur dengan rumah warga menyemut di kakinya, terlihat kokoh dan gagah. Sapuan mentari sore menyapa semesta, membuat hamparan pedesaan terlihat cukup jelas.

Sejenak saya merenungi arti kehidupan ini. Saya sudah jauh berjalan mengangkangi hari. Dunia telah membuat saya terobsesi akan banyak hal. 

Saya jauh meninggalkan suasana pedesaan, karena lama di tanah perantauan. Pikiran saya terjebak, bahwa tinggal di perkotaan menjanjikan kesuksesan lahir dan batin.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Ketika kaki kembali berpijak dan merasakan suasana pedesaan, pikiran saya kembali membuka lipatan masa lalu. Ketika dulu masih duduk di sekolah dasar, saya cukup akrab dengan sungai, laut, dan gunung. 

Ketika musim hujan tiba, bersama teman kampung, saya biasanya lari keliling kampung sambil bermain kejar-kejaran di bawah guyuran hujan. Bahkan, ketika hujan begitu lebatnya, kami biasanya mengejar burung di areal persawahan, sambil melempar mangga di kebun warga untuk di makan bersama. 

Begitu juga ketika orang-orang tua di kampung mengajak mengambil kerang ketika air laut surut. Bahkan tidak jarang saya menikmati gelombang laut dengan papan ala kadarnya untuk berselancar di bawah gulungan ombak Teluk Cempi. 

Kemudian kearaban saya dengan gunung tidak diragukan lagi. Ketika musim kemarau tiba, gunung di arah timur kampung akan ramai oleh warga. Semua berbondong mengambil kayu bakar, sebelum warga di kampung mengenal kompor dan gas seperti sekarang ini. 

Saya terbiasa memikul kayu bakar dengan menuruni jalan setapak yang berkelok-kelok. Saya harus berhati-hati, karena medan yang di lalui penuh dengan potongan kayu dan bebatuan memenuhi sepanjang perjalanan turun. Dan aktivitas mengambil kayu bakar, menjadi rutinitas setiap tahunnya ketika itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun