Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Menimba Ilmu di Kota Daeng

13 April 2020   07:38 Diperbarui: 13 April 2020   10:37 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADA banyak kisah yang bisa dituturkan tentang kenangan selama di kota Daeng. Namun, benak ini tidak cukup ruang untuk mengingat semua lipatan kenangan selama kaki berpijak di kotanya Sultan Hasanuddin.

Kisah berawal, 2006 silam, ketika itu saya memutuskan untuk menimba ilmu di tanah seberang, yang dulu orang-orang di kampung menyebutnya dengan sebutan Ujung Pandang. 

Tidak banyak orang di kampung yang memutuskan untuk melanjutkan studi di kota Makassar, kalaupun ada sebelum-sebelumnya, cukup dengan jari saja orang bisa menghitungnya. 

Jika dibandingkan dengan kota-kota yang ada di Pulau Lombok dan Pulau Jawa, Makassar merupakan kota studi bagi kawan-kawan dari Dompu dan Bima. Selain karena perjalanannya yang cukup jauh, menggunakan kapal pula.

Menuju Makassar, ketika itu saya harus naik kapal Tilongkabila di pelabuhan Bima, kemudian singgah di pelabuhan Bajo, baru menuju Kota Makassar. Untuk sampai di tempat tujuan saya harus menghabiskan waktu selama 24 jam di atas kapal dengan bentangan laut yang tak bertepi.

Dokpri
Dokpri
Dokpri. Laut Sulawesi
Dokpri. Laut Sulawesi
D
i Makassar, saya diterima dan menimba ilmu di Universitas Hasanuddin. Sebuah kampus ternama di kawasan timur Indonesia, setenar namanya yang pernah berjuang melawan kolonialisme Belanda di zaman dulu. 

Di kampus merah ini, saya mulai merawat mimpi, menjalin pertemanan dan memahami  dunia yang jauh berbeda dibandingkan dengan kondisi ketika semasih di kampung.

Di kota Makassar, perlahan tapi pasti saya menjalani hari dengan penuh sedikit keberanian untuk melakukan sesuatu, baik mulai membiasakan mencuci piring sendiri sampai menuntaskan pekerjaan kuliah dengan penuh keyakinan.

Hidup di tanah perantauan, dari waktu ke waktu mencoba survive dengan segala keadaan. Karena dengan begitu, saya bisa menyerap intisari pengalaman yang pernah terukir dalam setiap kaki melangkah.

Dari sekian lipatan masa itu yang masih meninggalkan jejak di benak saya ialah ketika bergumul dengan aktifitas kelembagaan mahasiswa di bagian Senat Fakultas. Sebagai anak perantau yang ingin menyerap pengalaman para senior, saya memutuskan untuk sering ikut kegiatan-kegiatan kelembagaan.

Ketika satu tahun dipercayakan memegang satu tanggung jawab di kepengurusan senat, saya ikut bejebung dalam proses penerimaan mahasiswa baru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun