"Walaupun dengan memakai alat sederhana buatan sendiri, Cak San dan beberapa anggota yang lain berhasil sampai di puncak gunung Arjuna. Waktu itu namanya masih AMC (Arjuna Mountain Club). Dan ketika turun dari Arjuna mereka disambut bak pahlawan oleh warga satu kampung. Jadi pelajaran yang bisa dipetik bagi seorang pendaki adalah bahwa untuk bisa tiba dipuncak gunung itu ternyata bukan peralatan yang utama, tapi keteguhan hati dan semangat yang lebih utama" imbuh mas Bambang lagi.
Anggota Pripalasa senior yang hadir pada malam itu rata-rata sudah berusia di atas kepala 5, 6 dan  7. Tapi semangat mereka tetap tidak mau kalah dengan para yunior mereka. Mereka menghendaki Pripalasa muda bisa meneruskan jejak langkah yang pernah mereka ukir dulu. Generasi muda diharapkan bisa memunculkan gagasan baru dan bisa diwujudkan untuk membuat Pripalasa tetap eksis.
" Setiap kali pendakian kami melakukan penanaman pohon, minimal ada satu pohon yang kami tanam. Semoga ke depan kami bisa terus mengagendakan acara temu kangen seperti ini sebagai wadah silaturahmi antara generasi muda dan para senior Pripalasa " ucap Lutfi Bonor selaku ketua Pripalasa saat ini memberikan gambaran aktifitas yang dilakukan oleh anggota Pripalasa.
Ismail, salah satu anggota senior Pripalasa malam itu mendapat tugas untuk berbagi cerita sejarah perjalanan Pripalasa agar diketahui oleh anggota Pripalasa sekarang. Lelaki yang mulai bergabung menjadi anggota Pripalasa pada akhir tahun 1976 itu merasa dijebak oleh kawan-kawannya untuk menjadi ketua.
"Pripalasa berdiri tahun 1971, dan saya masuk Pripalasa tahun 1976 akhir. Waktu itu saya diundang untuk mengisi halal bi halal di rumah Rusyanto. Tiba-tiba saya langsung ditunjuk untuk menjadi ketua." ujarnya sambil sesekali melihat  lembaran kertas yang dipegangnya. Sementara salah seorang kawannya memasangkan sebuah headlamp di kepala Ismail agar bisa melihat tulisan dengan jelas. Adegan ini kontan memancing gelak tawa hadirin, karena berpidato dengan memakai headlamp terlihat lucu.
" Saat itu Pecinta Alam luar biasa digandrungi oleh anak muda. Banyak kelompok pecinta alam yang bermunculan di Malang. Pada waktu itu pecinta alam di Malang memiliki markas bersama yang berada di JL Pahlawan Trip. Dan Pripalasa cukup dikenal dan diperhitungkan sebagai anggota SAR Mahameru. Kalau ada orang tersesat di gunung, dari markas besar di Malang langsung mengirim perintah ke Pripalasa untuk terjun mencari korban." tutur Ismail
"Dan ketika Polisi yang bekerja sama dengan AURI mengadakan pelatihan terjun payung untuk anggota SAR, maka Pripalasa ikut mengirimkan 15 orang anggotanya untuk dididik dan dilatih terjun payung." ucap Ismail.
Pada tahun 1977 Pripalasa mengikuti lomba lintas alam dari Sendangbiru ke kota Malang. Setiap kelompok peserta diberi tugas untuk berenang mengambil air tawar di pulau Sempu. Setelah mendapatkan air tawar mereka harus berenang kembali ke daratan pantai Sendangbiru. Kemudian peserta melanjutkan jalan kaki dari pantai Sendangbiru menuju ke kota Malang dengan menempuh jarak puluhan kilometer.
"Pripalasa Singosari pada waktu itu memiliki kekurangan yaitu anggota Pripalasa paling dijauhi oleh cewek karena pakaiannya sederhana dan seadanya. Jadi, anggota Pripalasa itu nggak ada yang keren. Namun begitu bila ada bencana alam, Pripalasa langsung berangkat duluan." tutup Ismail yang di akhir ceritanya mengharapkan agar dari setiap desa-desa di kecamatan Singosari ada yang menjadi anggota Pripalasa.