Mohon tunggu...
Supriono Tarigan
Supriono Tarigan Mohon Tunggu... Pengacara - ADVOKAT

Melakukan Pembelaan terhadap korban kriminalisasi hukum, menerima jasa advokasi terhadap permasalahan hukum tentang Peradilan Niaga, Perdata, Perdata Khusus, Pidana, Pidana Khusus, Klinis Hukum, kemudian Permasalahan tanah, mulai permohonan dan peralihan, pembuatan cv.pt.ud.koperasi, kemampuan ini telah jalankan 8 (delapan) tahun di kantor pribadi saya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perbandingan Mediasi dalam Hukum Acara Perdata Indonesia (Civil Law) dan Negara Common Law

13 Januari 2023   18:35 Diperbarui: 13 Januari 2023   18:40 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                         

                                              Perbandingan Mediasi Dalam Hukum Acara Perdata Indonesia (Civil Law) dan Negara (comon law)

                                                                                                                            Supriono Tarigan

                                                                                 Mahasiswa Program Doktor Universitas Sumatera Utara

                                                                                         E-Mail : suprionotarigan@students.usu.ac.id

Hukum acara perdata, ada dua yang akan diuraikan, pertama tentang sejarah ketentuan perundang-undangan yang mengatur hukum acara di peradilan kedua sejarah lembaga peradilan di Indonesia, sebagaimana diketahui bahwa ketentuan yang mengatur tentang hukum acara di lingkungan peradilan umum adalah salah satunya Herziene Indonesich Reglement (HIR).

Kemudian sumber hukum perdata yang perlu diperhatikan adalah KUHperdata, traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis, yang di maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. 

Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi, Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. Di era digitalisasi dan globalisasi informasi, dalam perbedaan sistem hukum pada sistem hukum besar Common Law dan Civil Law pada bidang-bidang tertentu, Common Law (Anglo Saxon) adalah sistem hukum yang berasal dari Inggris dan berkembang di negara-negara jajahannya. 

Sistem hukum Common Law mendasarkan pada putusan pengadilan sebagai sumber hukumnya. Sedangkan, sistem hukum Civil Law (Eropa Kontinental), dibeberapa negara dalam tahun-tahun terakhir di beberapa negara terjadi perpaduan sistem (mixed system).

Indonesia dalam penegakan hukum beracara dalam hukum perdata formil untuk menerapkan hukum perdata materil, ada beberapa perbedaan, dalam beracara di Pengadilan. dengan negara sistem hukum common law, perbedaan yang mendasar dalam hukum acara.

Mediasi di Federal Court dengan mediasi perkara perdata di Indonesia adalah mediasi di Federal Court digantungkan pada pertimbangan Hakim Federal dan keinginan para pihak untuk berdamai dan menyelesaikan masalahnya di luar pengadilan, bukan kewajiban seperti di Indonesia, yang jika tidak dilakukan dapat menyebabkan putusan batal demi hukum, dimana kewajiban penggugat, wajib hadir dalam beracara mediasi.

Berbeda dengan di Indonesia, semua perkara perdata dapat melalui proses mediasi, karena Pemerintah Australia melarang perkara-perkara tertentu untuk diselesaikan melalui mediasi. Penyelesaian dengan mediasi tersebut akan menghindari penumpukan perkara di pengadilan di samping memberikan kepuasan yang lebih bagi semua pihak daripada penyelesaian melalui putusan hakim yang bersifat menang dan kalah.

Perbedaan yang lain dalam sistem hukum common law Dalam perkara perdata di negara pengguna sistem common law, termasuk di Singapura dan Malaysia, praktek ini lazim terjadi. Para pihak dapat saling meminta secara timbal balik pembukaan surat-surat keterangan lawannya maupun mendatangkan saksi sebelum dan saat persidangan. Bila salah satu pihak menolak, hakim dapat memaksa para pihak untuk membuka dokumen yang terkait perkara dengan dikecualikannya jenis dokumen tertentu.

Tujuan penyingkapan dokumen bermacam-macam, antara lain mengamankan saksi dan bukti, serta menghindari kejutan dipersidangan. Selain itu, cukup sering terdapat kondisi dimana terdapat dokumen yang signifikan dalam pembuktian perkara yang enggan disingkap salah satu pihak. Penyingkapan sebelum persidangan juga dapat membuat para pihak mengetahui posisi masing-masing, sehingga mendorong perdamaian antara keduanya.

Di Amerika, pada prinsipnya segala sesuatu yang relevan dan bukan merupakan dikecualikan (priviliged) dapat disingkap. Penyingkapan ini biasanya dilakukan sebelum persidangan, dengan hanya sedikit campur tangan hakim. Sanksi yang diberikan oleh hakim bagi pihak yang tak membuka informasi pun beragam, antara lain: denda, mencegah bukti lawan untuk diajukan, bahkan menolak sebagian atau seluruh dalil pihak penolak. Demikian diatur dalam Bab V Federal Rules of Civil Procedure (FRCP) atau Hukum Acara Perdata Federal Amerika Serikat. Dokumen-dokumen dimaksud melingkupi email dan bermacam dokumen elektronik.

Indonesia sendiri dalam sistem (Civil Law) kewenangan hakim menyingkap dokumen belum dijamin oleh hukum acara perdata kita. Hanya dalam perkara Tata Usaha Negara (TUN) dan perkara pidana saja hakim dapat memerintahkan penyingkapan dokumen atau mendatangkan saksi. 

Di Pengadilan TUN misalnya, Pasal 85 dan 86 UU Peradilan TUN menyatakan hakim dapat meminta pejabat TUN untuk menyingkap dokumen. Hakim dapat pula memanggil saksi untuk dimintai keterangan atas permohonan salah satu pihak, atau inisiatifnya sendiri. Pasal 85 menyebutkan untuk kepentingan pemeriksaan dan apabila hakim ketua sidang memandang perlu ia dapat memerintahkan pemeriksaan terhadap surat yang dipegang oleh pejabat Tata Usaha Negara, atau pejabat lain yang menyimpan surat, atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang bersangkutan dengan sengketa.

Dalam perkara perdata, selama ini Hakim di Indonesia bak 'terkungkung' Pasal 163 HIR (Herziene Inlandsch Reglement)-Hukum Acara Perdata- yang berbunyi siapa yang mendalilkan dialah yang harus membuktikan, serta konsep kedudukan sama (equal) para pihak dimuka pengadilan. Asas yang menyatakan bahwa hakim harus bersikap pasif dalam perkara juga turut menunjang diamnya hakim Hakim beranggapan alasan hakim tidak pernah memerintahkan pembukaan ialah karena tidak ada aturan tentang itu. prinsipnya Hakim tetap berpegang pada 163 HIR, Siapa yang mendalilkan dibebani pembuktian.

Selama tidak diatur hukum acara atau tidak ada aturan yang membolehkan itu merupakan pelanggaran hukum acara. Seandainya hakim melanggar hukum acara pihak yang dikalahkan dapat mengajukan hal tersebut sebagai alasan untuk melakukan upaya hukum.

Akar perbedaan yang substansial diantara kedua sistem hukum itu terletak pada sumber hukum yang digunakan oleh Pengadilan dalam memutus sebuah perkara. Sistem civil law menggunakan kodifikasi sebagai sumber hukum, sedangkan sistem common law menggunakan putusan hakim sebelumnya sebagai sumber hukum atau yang lebih dikenal dengan doktrin stare decisis. Perbedaan menonjol lainnya menyangkut peran pengadilan. Di negara civil law hakim merupakan bagian dari pemerintah. Hal ini tidak terlepas dari sejarah yang melandasi terciptanya perbedaan itu. 

Sebelum revolusi, para hakim Perancis menjadi musuh masyarakat daripada pembela kepentingan masyarakat karena lebih mendukung kepentingan Raja. Kondisi inilah yang kemudian memicu revolusi Perancis yang dipimpin oleh Napoleon. Pengalaman sebelum masa revolusi tersebut menjadi inspirasi bagi Napoleon dalam meletakkan hakim di bawah pengawasan pemerintahan untuk mencegah "pemerintahan oleh hakim" seperti yang pernah terjadi sebelum revolusi. Hal ini membuat kekuasaan pemerintah di negara civil law menjadi sangat dominan.

Perbedaan ini tetap dipertahankan dalam sistem civil law di daerah continental yang mewarisi tradisi Hukum Romawi. Di Perancis misalnya, pengadilan membedakan antara kasus kasus yang berhubungan dengan pemerintah dan memberlakukan hukum yang berbeda dengan hukum yang mengatur hubungan sektor privat. Posisi ini membuat pengadilan biasa di Perancis secara prosedural tidak mempunyai wewenang untuk mengkaji kebijakan pemerintah.

Sebaliknya, negara common law yang berasal dari tradisi Inggris memiliki lembaga pengadilan yang independen. Oleh karenanya kekuasaan untuk menentukan hukum berada pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi.

Jika dalam sistem hukum ada perbedaan antara common law sistem dan civil law, bukan tidak terjadi keadilan atau pencapaian terhadap suatu peroses peradilan, namun dalam perbedaan tentunya untuk mewujudkan rasa keadilan bagi masyarakat, mediasi adalah pencapaian yang peling penting dalam proses berperkara, dalam perkara perdata, dan begitu juga terhadap perbedaan dalam beracara tidak mentukan bagaimana dokomen-dokumen yang didalam hukum perdata Indonesia tidak memberikan kepastian kepada pihak berperkara dalam kebutuhan dokuman, sedangan di sistem common law, memperhatikan hal tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun