Tiba di toko swalayan, tidak ada satu pun kendaraan yang sedang diparkir di depan toko swalayan itu. Hal itu menandakan toko dalam keadaan sepi pengunjung.
Dengan langkah santai saya mengambil keranjang belanjaan yang ada rodanya. Satu demi satu lorong saya lewati. Berhubung suasana sepi, saya dapat dengan laju melintas antarlorong. Bahkan, saya dapat balik kembali ke lorong sebelumnya tanpa hambatan.
Shampo yang saya cari sudah saya dapatkan. Kemudian, saya mengambil sikat gigi sepasang. Lain-lainnya saya mengambil roti kering dan roti siap makan (roti basah), termasuk camilan jenis kacang-kacangan.Â
Roti dan kacang-kacangan yang saya beli rata-rata dengan harga lima belas ribuan. Kemasan ukuran kecil/sedang yang saya pilih. Setelah merasa cukup, saya segera menuju kasir.
"Dibungkus pakai kardus atau plastik?"
Saya memilih dibungkus pakai kardus. Kardus praktis membawanya dan mudah didaur ulang. Jika bungkus menggunakan tas plastik, tentu perlu beberapa buah tas plastik yang akan menambah jumlah sampah.
Untuk membayar, saya memanfaatkan QRIS. Tidak perlu membuka dompet. Cukup menggunakan ponsel. Praktis dan hemat waktu.
Ada QR Code-nya sehingga saya tidak perlu mengetikkan angka-angka seperti saat membayar tagihan rekening di Kantor Pos. Setelah menerima bukti pembayaran (struk), saya menghela napas. Untuk camilan teman minum (kopi/teh) ternyata tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan, yaitu Rp 237.500 (dua ratus tiga puluh tujuh ribu lima ratus rupiah).
Oh, ya itu sudah termasuk sepasang sikat gigi, dua kaleng susu cair, dan delapan  bungkus mi instan. Namanya juga berbelanja di toko swalayan. Mata tidak dapat berhenti melihat-lihat barang lain yang ada di dekat rak barang yang kita beli.
Jadi, total belanja di toko swalayan dan beli buah adalah Rp 237.500 ditambah Rp 62.000 sama dengan Rp 299.500 (dua ratus sembilan puluh sembilan ribu lima ratus rupiah). Hampir tiga ratus ribu rupiah. Hemat atau boros, ya?