Dengan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengekspresikan hasil belajarnya itu, kreativitas yang tidak diduga-duga akan muncul. Guru akan "tercengang" dengan produk hasil belajar peserta didik. "Merdeka Belajar" benar-benar akan tercipta.
Keluhan Guru
Cita-cita atau harapan terwujudnya "Merdeka Belajar" sungguh mulia. Namun, para guru sebagai pelaksana atau aktor di lapangan akan "mengeluh" karena kurikulum sering berganti. Selain itu, istilah-istilah baru yang "aneh" sering membuat pusing kepala.
Ada istilah CP (Capaian pembelajaran). CP merupakan sekumpulan tujuan yang ditempuh selama jangka waktu tertentu sesuai fasenya. Fase A untuk peserta didik kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar (SD). Fase B untuk kelas 3 dan 4 SD. Fase C untuk kelas 5 dan 6 SD. Kemudian fase C untuk jenjang SMP (kelas 7, 8, dan 9). Selanjutnya fase E untuk kelas 10 (SMA) dan fase F untuk kelas 11 dan 12 (SMA).
Ada istilah TP (Tujuan pembelajaran) dan ATP (Alur Tujuan Pembelajaran) yang harus disusun oleh guru berdasarkan CP (Capaian Pembelajaran) yang sudah ditetapkan pemerintah (kemdikbudristek).
Untuk memahami istilah-istilah tersebut perlu waktu beberapa hari dalam kegiatan bimtek, workshop, atau IHT (In House Training). Sungguh beruntung sekolah yang termasuk "Sekolah Penggerak". Mereka sudah lebih dahulu mendapatkan informasi tentang hal itu meskipun ada perubahan seiring perjalanan waktu.
Keluhan guru terkait isitlah-isitlah baru dalam Kurikulum Merdeka belum selesai. Artinya, mereka harus belajar untuk tahap berikutnya,yaitu menyusun perencanaan pembelajaran yang diistilahkan "Modul Ajar". Setelah itu? Para guru harus mempelajari model-model asesmen (evaluasi) yang tidak sama proses pelaksanaannya dengan kurikulum sebelumnya. Namun, tetap saja ujung-ujungnya guru harus membuat "kebijaksanaan" untuk "menolong" peserta didik yang "tertinggal" atau belum sama kompetensinya dengan peserta didik yang lain.
Kesimpulan
Kurikulum dalam bentuk apa pun tetap "mengusik" pandangan para guru. Guru akan merasa terbebani dengan perubahan kurikulum. Namun, guru yang berpandangan positif ke depan, tentu akan segera melakukan adaptasi, mau belajar, dan mengikuti perkembangan yang sedang terjadi.
Pembelajaran berdiferensiasi sejatinya sudah ada sejak dahulu. Namun, belum diberi nama seperti itu. Setiap guru pasti akan memberikan materi/bahan ajar sesuai kondisi peserta didik. Para guru akan membimbing dengan cara atau teknik yang dapat membuat peserta didik lebih mudah atau lebih cepat memahami suatu topik pembelajaran.