Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berwisata ke Bedugul, Bali, 15 Oktober 2022

23 Oktober 2022   21:00 Diperbarui: 23 Oktober 2022   21:03 1355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batas waktu berkunjung atau berbelanja di swalayan telah usai. Para penumpang sudah banyak yang berada di dalam bus. Mereka asyik mengobrol banyak hal. Rata-rata mereka baru pertama kali berjumpa. Kalau pun berasal dari daerah yang sama, berbeda tempat tugas.

Dokpri
Dokpri
Perjalanan menuju Bedugul ditempuh dalam waktu sekitar dua jam. Kami cukup bersabar mengikuti proses perjalanan yang cukup jauh itu. Posisi Bedugul di pegunungan sehingga jalanan menanjak dan berliku harus dilewati. Kendaraan tidak dapat melaju dengan cepat saat melewati tanjakan yang berliku, menikung dan berpapasan dengan kendaraan lain. Apalagi gerimis sempat turun dalam perjalanan. Kami diberi semacam voucer untuk makan di rumah makan. Pemandu mengatakan voucer itu dipakai untuk  berjaga-jaga jika ada "penyusup" yang ikut masuk ke dalam rumah makan. Untuk menghadapi penolakan pihak rumah makan, kami dapat menunjukkan voucer itu.

Dokpri
Dokpri
Ketika bus diparkir pada suatu lahan yang memang diperuntukkan parkir, kami diberi tahu bahwa waktu makan di rumah makan Saras sudah tiba. Kami harus berjalan kaki beberapa puluh meter untuk sampai ke rumah makan itu. Sambil berjalan kaki, saya mencari-cari tulisan "Bedugul" sebagai pertanda bahwa lokasi itu benar-benar di Bedugul, Bali.

Dokpri
Dokpri
Halaman parkir rumah makan memang tidak begitu luas. Hanya mobil berukuran kecil yang dapat diparkir di halaman itu. Saya pun berkesempatan lagi untuk memotret papan nama rumah makan itu walaupun dalam jarak agak jauh. Jumlah pengunjung yang memasuki rumah makan itu cukup banyak. Sebelum kami datang, sudah ada rombomgan wisatawan lain yang berada di rumah makan itu. Pada saat kami sudah masuk, banyak pengunjung yang datang pula. Para pelayan atau pramusaji terlibat begitu sibuk mengatur pengunjung dan menata makanan pada beberapa tempat antrean. Makan prasmanan memang meringankan kerja pramusaji tetapi merepotkan bagi pengunjung jika banyak yang antre.

Dokpri
Dokpri
Pengunjung yang baru datang langsung merangsek menuju antrean. Ada beberapa tempat antre. Pemandu dari bus atau kendaraan yang membawa merekalah yang mengarahkan antrean setelah berkoordinasi dengan pemilik rumah makan. Tengah hari, waktu lapar-laparnya bagi para wisatawan. Apalagi perjalanan cukup jauh.

Dalam antrean kami bersenda gurau agar rasa lapar dapat tertahan. Beberapa orang keluar dari antrean dan ingin duduk-duduk santai lebih dahulu. Untuk antre memang perlu perjuangan, yaitu berdiri dengan sabar sambil menunggu pengantre yang di depan selesai memilih makanan yang dipindahkan ke dalam piring.

Dokpri
Dokpri
Setelah berjuang agak lama, saya pun akhirnya memperoleh makanan yang ingin saya makan. Ada sop, nasi sedikit, sayur capcay, sate daging ayam dengan tusuk sate yang khas Bali. Potongan bambu untuk menusuk daging ayam dibuat pipih agak lebar sehingga terkesan unik. Berbeda dengan tusuk sate pada umumnya yang dibentuk bulat dari bambu pula.

Dokpri
Dokpri
Selesai menikmati hidangan, saya sempatkan untuk berswafoto sebagai kenang-kenangan pernah ke Rumah Makan Saras di Bedugul, Bali. Beberapa kawan pengawas masih ada yang antre. Bus rombongan yang tidak datang bersamaan membuat sirkulasi di dalam rumah makan berjalan alami. Beberapa pengunjung yang sudah selesai makan, dengan suka rela harus keluar dari tempat yang cukup nyaman itu. Toleransi harus diberikan demi memberi kesempatan kepada pengunjung yang ingin duduk sambil menikmati hidangan siang hari.

Di luar, sekitar tempat parkir kendaraan ada beberapa penjual oleh-oleh yang didominasi oleh penjual buah-buahan lokal, buah khas daerah pegunungan. Ada buah yang banyak diburu pengunjung, namanya "buah salju". Berhubung perut saya sudah kenyang, saya tidak tergoda untuk membeli buah-buahan. Bahkan, ketika ada teman pengawas lain yang membeli buah markisa dan menawarkan kepada saya, dengan halus saya menolaknya. Saya khawatir rasa buah itu tidak manis. Hal itu akan mengurangi kenikmatan makan siang yang baru saja selesai kami lakukan.

Bus nomor 12 (dua belas) sudah beberapa kali saya intip, belum banyak orang yang berada di dalamnya. Untuk itu, saya mondar-mandir melihat-lihat kondisi antara rumah makan Saras dan tempat parkir bus.

Dokpri
Dokpri
Ada sebuah rumah makan (caf) yang dinding-dindingnya transparan karena terbuat dari kaca. Pengunjung yang ada di dalamnya terlihat dengan jelas. Meja dan kursi kayu sebagai tempat makan pengunjung terlihat cukup artistik. Bli Wayan, demikian nama rumah makan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun