Mohon tunggu...
Suprianto Haseng
Suprianto Haseng Mohon Tunggu... Lainnya - Pemuda Perbatasan, PAKSI Sertifikasi LSP KPK RI

Perjalanan hari ini bermula dari seberkas pengalaman yang tertumpah di sepanjang jalanan hidup. Seorang pribadi yang biasa-biasa saja dan selalu ingin tampil sederhana apa adanya bukan ada apanya. Berusaha menjaga nilai integritas diri..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pantaskah Koruptor Disebut sebagai Ksatria dan Gentleman?

29 Juli 2022   17:21 Diperbarui: 30 Juli 2022   04:39 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tersangka Mardani H Maming memakai rompi orange tahanan KPK. Sumber foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/YU https://tirto.id/guAa 

Akhir-akhir ini publik tanah air dibuat heboh dengan ditetapkannya Mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Mardani H. Maming sebagai tersangka kasus dugaan korupsi atas perizinan usaha pertambangan. Kehebohan ini memuncak ketika KPK melakukan aksi jemput paksa karena dianggap tidak kooperatif setelah dua kali mangkir dalam panggilan. Namun sangat disayangkan aksi yang dilakukan oleh KPK itu tak berhasil dikarenakan Mardani tidak ditemukan atau menghilang

Masyarakat Indonesia memiliki beragam persepsi terkait kasus yang menjerat Bendahara Umum PBNU ini yang juga politisi kader partai PDI Perjuangan itu.  Masyarakat sontak menyebut Mardani H. Maming sebagai Harun Masiku Jilid II, karena hingga saat ini aparat penegak hukum belum mengetahui dimana keberadaannya.

Mardani H. Maming, ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan saat menjabat sebagai Bupati. Mardani disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Mardani tidak menerima dengan penetapan dirinya sebagai tersangka, Ia dikabarkan sempat melawan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK lewat praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan tersebut tak diterima oleh hakim tunggal PN Jaksel.

Ada hal yang menarik dari kasus ini. Mardani H. Maming akhirnya menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah masuk dalam Daftar Pencarian Orang atau buron KPK selama tiga hari dalam dugaan kasus suap dan gratifikasi terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang menjeratnya

Apa yang dilakukan oleh Mardani H. Maming diangap sebagai sosok ksatria dan gentlemen oleh sebagian orang. Hal itu diantaranya dikatakan langsung oleh Ketua PBNU Bidang Keagamaan Ahmad Fachru Rozi.

"Kita menghargai beliau sudah bersikap ksatria dan menyerahkan diri secara gentleman sesuai janji yang dikatakan oleh pengacaranya. Kita berharap beliau mendapat perlakuan dan hak hukum yang baik," ucap Gus Rozi sebagaimana dilansir oleh Kantor Berita Politik RMOL, pada Kamis (28/7.

Menanggapi hal ini, saya pribadi memiliki persepsi tersendiri. Menurut saya Koruptor tidak pantas disanjung apalagi dihargai dengan menyebutnya sebagai Ksatria dan Gentlemen meskipun ia sudah berani menyerahkan dirinya kepada KPK. Kita jangan berlebihan menilai seorang koruptor. Jelas dia bukan orang baik tak pantas dikatakan seorang yang memiliki sikap ksatsia dan gentlemen.

Ksatria dan Gentelmen hanya pantas dan layak disematkan kepada masyarakat diluar sana yang sudah berani berjuang keras menjalani kehidupannya dengan susah payah karena hak dasar mereka dirampas paksa oleh para koruptor. Mereka yang hidup dalam ksederhanaan dan kesempitan itulah yang pantas dan layak disebut sebagai pahlawan ksatria dan gentlemen.

Berani menyerahkan diri memang sudah seharusnya dilakukan sebagai seorang yang memiliki integritas dan taat hukum. Namun, Mardani H Maming tidaklah demikian, dia malah menghindar dan mangkir dari panggilan KPK. Kalau memang merasa tidak bersalah yah seharusnya bersikap kooperatif dengan memenuhi pangilan KPK.

Hal yang terjadi tidaklah demikian, Mardani H. Maming malah memanfaatkan kesempatan yang ada untuk meraih keuntungan pribadi dengan melakukan praktik tindak pidana kejahatan luar biasa yakni Korupsi. Sehingga kata Ksatria dan Gentleman tidak pantas untuk disematkan pada koruptor sang pengkhinat negara.

Kepada siapapun itu, kalau mau menghargai Mardani karena sudah berani menyerahkan diri yh silakan saja, tapi jangan juga menyebutkan sebagai ksatria dan gentleman. Karena ini sangat bertentangan dengan perilakunya sebagai koruptor. Penyebutan Koruptor sebagai Ksatria dan Gentleman akan memberikan reaksi hebat pro dan kontra dimasyarakat. Berbagai reaksi itu pasti dan tidak bisa dihindari dikalangan masyarakat yang majemuk.

Tentu masyarakat akan menanyakan apa motif dibaliknya?  Apakah selama ini perbuatan koruptor itu dianggap suatu hal yang benar dan wajar. Saya khawatir kedepan masyarakat Indonesia memiliki persepsi baik kepada koruptor. Koruptor juga disanjung dan dianggap sebagai ksatria dan gentlemen.

Sanjungan baik terhadap koruptor bukanlah itu yang kita harapkan bersama. Kita sangat mengharapkan koruptor ini dihukum seberat-beratnya agar kedepan menjadi pembelajaran bagi yang lainnya. Itulah harapan kita untuk Indonesia bersih dari Praktik korupsi. Ayo satukan Aksi Berantas Korupsi, Saatnya kita menyatakan perang kepada koruptor pengkhianat negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun