Ketika kita menyiapkan makanan apa saja mulai dari nasi sepiring, dogan sebuah, daun lalapan satu ikat, sambal satu wadah kecil, air minum satu gelas, piring satu buah, sendok makan, sendok nasi dll. Semua itu adalah harga subsidi dari Allah. Kok bisa? Iya. Karena harga sesungguhnya tak mampu kita bayar.Â
Nasi satu piring harga sesungguhnya mungkin lebih dari Rp 10 T. Kok bisa? Iya karena untuk menjadikan nasi satu piring memerlukan matahari beredar mengelilingi horizon bumi selama 120 hari atau 4 bulan.Â
Berapa minyak yang harus kita beli untuk menjadikan matahari beredar di atas horizon bumi. Rp 10 T, Rp 100 T, Rp 1000 T. Tak sanggup kan kita membayarnya. Â Jika hari ini kita bayar di RM sebanyak Rp 50 k. Sungguh itu adalah harga subsidi dari Allah. Belum lagi melibatkan ratusan liter air, sopir, pabrik pupuk, pabrik piring, pabrik sendok, dsb.
Demikian juga satu buah kelapa muda alias dogan sepantasnya harganya Rp 10 T, sambal Rp 5 T, sensok Rp 1 T, Piring Rp 5 T dst.
Nikmat vs ibadah kita
Ketika kita disuruh menghitung nikmat apa saja yang sudah Allah kirim kepada kita berupa nikmat oksigen, nikmat makanan, nikmat berilmu, nikmat berkeluarga, nikmat bernegara, nikmat iman, nikmat islam, nikmat sehat maka kalkulator terbesar di dunia ini pasti error karena tak mampu  menghitung seluruh nikmat nikmat tersebut.Â
Apalagi jika mau dibandingkan dengan kebaikan kita kepada sesama, ibadah kita, baca quran kita, sedekah kita, istighfar kita, sholat kita dst. None dibandingkan dengan abundant. Itulah sebabnya mengapa nabi dan orang-orang soleh sebelum  solat ketika mendengar azan mereka pasti menangis. Mengapa? Karena mereka merasa kecil dibandingkan kebaikan, kasih sayang, rahmat  Allah kepada mereka.
Saya termasuk orang yang tidak tahu diri, tidak tahu balas budi. Kepada orangtua saya kurang perhatian. Kepada Allah saya lalai dalam bersyukur, berzikir, fikir akhirat, kurang sabar dan kurang tawakal padaNya.Â
Ya Allah jadikanlah hamba pandai berhitung tetapi juga pandai menghitung terutama nikmat- nikmatMu yang tak terhingga. Jadikanlah diri ini malu jika malas berbuat baik kepada sesama. Mungkin itulah sebabnya Kau kirim covid 19 ini. Ampuni hamba ya rabb. Terimalah taubat hamba.
Palembang, tepian musi, 28.3.2020
Alfakir,
Supli Effendi Rahim