Setelah sekian lama aku berkutat dengan buku-buku; mengasah otakku, tenggelam dalam kata-kata, dan mencintai sunyi. Kini sudah waktunya aku keluar dari dunia yang selama ini aku cintai: KESENDIRIAN!
Sudah terlalu lama rasanya aku hidup dalam dunia imajiner hingga aku tak merasakan sedikitpun bahwa hatiku sudah terlampau kering.
Terima kasih ya, sudah menjadi tempat untukku berbagi, tempat untukku bercerita tentang apa saja; tentang gunung dan laut, tentang senja dan malam, tentang nelayan dan ikan-ikan beserta tentang ombak dan karang. Atau mungkin tentang yang lucu-lucu hingga tentang sesuatu yang membuat kepala kita menjadi pening.
Menjadi tua dan ringkih adalah ketakutanku selama ini; pendengaran mulai berkurang, gigi tak kuat lagi mengunyah, pertemanan semakin sempit, pandangan yang kabur, gerak yang terbatas; buku-buku tak bisa lagi menjadi kawan yang setia sepanjang waktu. Dan hanya satu jawaban dari persoalan itu, yaitu hanya pasangan yang bisa diandalkan ketika kita mulai memasuki usia senja; ngobrol sepanjang waktu, beribadah dan sesekali duduk di beranda rumah sambil minum teh atau kopi. Tentu kita tak akan lepas untuk ikut berbicara perihal politik.
Saat ini, kita sama-sama sibuk dengan dunia kita masing-masing. Jarak yang cukup jauh dan waktu yang begitu minim, namun percayalah, kau tak pernah lepas dari doaku, hanya aku dan Tuhanku yang tahu dan hanya pada Tuhanku lah aku bercerita perihal apa yang kurasakan.
Ashila, bagiku kamu adalah rasa yang begitu bebal, datang dari mana saja, kapan saja bahkan ketika aku dalam keadaan duduk bersama kawan. Tiap kali aku memikirkanmu selalu saja ada hal-hal yang tak bisa kujelaskan, semua tampak nyata namun sulit diterangkan, semua jelas tapi tidak ada kata yang mampu mendeskripsikannya. Kau itu rumit dan indah seperti puisi.
Saat aku menulis surat ini, aku mencintaimu dengan cara yang tidak kau ketahui. Aku mencintaimumu saat perhatianku kuberikan pada buku-bukuku. Di tempatku saat ini aku mencintaimu. Aku mencintaimu dengan pikiran terbuka, aku mencintaimu dengan segala kelebihanku, aku mencintaimi dengan segala yang kumiliki. Engkau milikku dan segala tentangmu semoga menjadi milikku juga. Â
Maaf, jika aku begitu lantang bercerita perihal apa yang kurasakan; begitulah seharusnya, aku tak pandai berbasa-basi, aku tidak jago bermodus-modusan, aku lebih suka terbuka karena kita sudah sama-sama dewasa.
Aku harus mengakui. Aku tertarik dengan perempuan sepertimu; perempuan yang pikirannya terbuka, perempuan yang mampu membaca realitas yang dihadapinya. Itulah yang terlihat di mataku; kamu bukan hanya perempuan yang terdidik tetapi lebih dari itu, kamu perempuan yang mampu berpikir kritis mengenai realitasmu sebagai perempuan, dan izinkan aku belajar dan berkembang bersamamu. Â
Aku tahu, aku bukanlah laki-laki ideal seperti dambaan perempuan pada umumnya; aku menyadari semua kuranganku, karena itu aku selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, maka dari itu aku terus dan terus menggali kemampuanku; belajar, membaca buku sebanyak-banyaknya, menambah wawasan agar kelak bisa membimbingmu jika kita ditakdirkan. Agar cakrawala pengetahuanku semakin luas, tidak mudah puas, tidak mudah menghakimi orang, tidak mudah membodohkan orang, dan aku tahu batas kemampuan diri sendiri. Tentunya aku bisa menjadi orang yang bisa kamu andalkan.