Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Andai Presiden Jokowi Mendatangi Sekretariat PSSI

5 Agustus 2019   20:53 Diperbarui: 5 Agustus 2019   21:38 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Menjelang ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-74, ada fenomena menarik yang ditunjukkan oleh pemimpin bangsa ini atas kejadian padamnya listrik di Jabodetabek dan sekitarnya. Fenomena yang bisa jadi tidak pernah diduga sebelumnya oleh seluruh rakyat Indonesia, karena seorang Presiden langsung turun tangan atas terjadinya kisah listrik padam ini.

Atas sikap elegan dan patut diteladani ini, karena Presiden langsung turun tangan membela rakyat yang dirugikan oleh PLN, rakyatpun berharap agar Presiden Jokowi juga bisa terus turun tangan mengatasi persoalan-persoalan klasik bangsa ini, yang penyelesaiannya berlarut-larut.

Seperti diketahui, Senin pagi (5/8/2019) Pesiden Joko Widodo bertemu dengan para petinggi PLN untuk mendapat penjelasan terkait blackout atau listrik yang padam di sebagian besar wilayah Jawa, Minggu (4/8/2019).

Pada kesempatan itu, Jokowi menyampaikan kalimat penuh makna di depan para pejabat PLN, salah satunya Plt Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani, yang memberikan penjelasan kepadanya.

"Pertanyaan saya, Bapak, Ibu, semuanya kan orang pintar-pintar, apalagi urusan listrik kan sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkukasi kalau akan ada kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya. Kok tahu-tahu drop," kata dia.

Diksi "orang-orang pintar" yang digunakan Jokowi saat mengungkapkan emosinya menarik perhatian.


Atas diksi tersebut, selain PLN, sejatinya ada berapa sektor penting yang melayani hajat hidup rakyat banyak diisi oleh "orang-orang pintar" pula, namun karena kebutuhannya tidak semendesak kebutuhan listrik, maka hingga kini, orang-orang pintar yang dipercaya.mengurus sektor hajat hidup orang banyak tetap dipercayakan kepada para menteri dan Presiden belum turun tangan langsung seperti listrik padam.

Harus disadari bahwa ungkapan Presiden tentang "orang-orang pintar" di republik ini yang dipercaya mengurus sektor hajat hidup orang banyak, harus selalu siap dan waspada, karena pada gilirannya, Presiden akan melanjutkan fenomena turun tangan langsung berikutnya, setelah kasus PLN.

Diksi sebutan "orang-orang pintar" oleh Presiden Jokowi, meski hanya terdiri dari tiga kata, cukup mwnjelaskan bahwa atas kejadian listrik padam, Presiden sangat kecewa dan marah kepada PLN.

Bahkan ahli Bahasa dan Sastra Jawa dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Sahid Teguh Widodo, menyebutkan, tindakan Jokowi mencerminkan budaya sebagai seorang Jawa.

"Jawa itu tempatnya hal-hal semu atau tidak jelas, tapi untuk keperluan yang sangat jelas. Artinya sesuatu yang jelas itu diumpamakan menggunakan kata-kata yang lain, yang sifatnya kadang malah justru indah, tapi sebenarnya untuk memukul," kata Sahid kepada awak media Senin (5/8/2019).

Ia menyebutkan, cara Jokowi seperti cara marah yang kerap ditunjukkan oleh Presiden ke-1 RI, Soekarno, yang kerap menggunakan cara-cara Jawa.
Cara itu, jelas dia, marah menggunakan kata-kata yang halus, tetapi "menampar" dengan tepat terhadap objek yang menjadi tujuan.

Melihat diksi "orang-orang pintar" yang digunakan Jokowi, menurut Sahid, ada arti mendalam di baliknya.

"Dalam konsepsi Jawa Tradisional, 'wong pinter' itu, pertama, artinya orang yang sepuh (matang), orang yang ono babagan sak kabehe (segala sesuatu ada di dia). Dua, wong kang ngerti sak durunging winaras (mengetahui segala hal sebelum terjadi)," jelas Sahid.

Artinya, orang pintar bisa membaca tanda-tanda sebelum terjadinya sesuatu sehingga dapat melakukan tindakan antisipatif untuk menghindari sesuatu yang fatal.

Orang yang tidak pernah terlena, orang yang selalu eling lan waspodo (ingat dan waspada), tunduk, takluk, dan sami'na wa ato'na (mendengar dan patuh) dalam tugas-tugasnya," tambah Sahid.

Dalam konteks kalimat kemarahan yang disampaikan Jokowi, Sahid menilai Jokowi menaruh kepercayaan pada para pembantunya, dalam hal ini pejabat PLN.

Menurut Sahid, Jokowi memandang mereka adalah orang-orang yang ahli di bidangnya. Karenanya, seharusnya para pejabat PLN bisa menguasai sistem peringatan dini yang ada sebelum akhirnya benar-benar terjadi blackout.

Cara marah orang Jawa yang semacam ini disebutkan Sahid memiliki tujuan tertentu, yakni untuk memperhalus emosi yang akan disampaikan.

"Nah fungsinya kata-kata itu untuk menyublimasi efek keras yang mungkin terjadi dari kalimat itu. (Di Jawa) Dimarahi saja pakai lagu kok. Jadi, yang dimarahi akan sampai pada kesadarannya, 'Oh Bapak ini marah'," jelas Sahid.

Terkait dengan kemarahan Presiden yang hanya diwakili oleh diksi "orang-orang pintar", publik sepak bola nasional yang telah menjadi saksi "padamnya sepak bola nasional" dan telah berlangsung selama 89 tahun sejak PSSI resmi berdiri 29 April 1930, hingga kini semakin ruwet, publik berharap agar Presiden juga marah kepada PSSI.

Sepak bola nasional selama ini hanya dikuasai oleh pengurus PSSI dan 85 voter. Padahal sepak bola nasional termasuk olahraga yang menafkahi hajat hidup orang banyak.

Karena adanya Statuta, maka selama ini "orang-orang pintar" yang dipercaya oleh voter, bukan rakyat untuk mengurus sepak bola nasional, adalah orang-orang yang justru pintar mengurus kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.

Bahkan kisah terbaru, ada cerita KLB singkat, hanya berlangsung 1 jam, yang di dalamnya hanya menyajikan drama pengumuman-pengumuman yang sudah dirancang oleh pengurus PSSI dan voter terkesan diam dan kongkalikong.

Pak Presiden, ayo datangi PSSI, seperti Bapak mendatangi PLN pagi ini. Sepak bola nasional itu di dukung oleh sponsor, sponsor tertarik mendanai karena ada publik/rakyat yang mencintai sepak bola nasional. Namun sudah 89 tahun, sepak bola nasional tetap padam dan hanya dikuasai oleh pengurus PSSI dan voter, rakyat tidak bisa menyentuh PSSI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun